Aksararen

Reggie menatap studio milik Galen dengan pandangan berbinar, di dalam hatinya ia terus berdecak kagum karena gedung itu.

Gedung nya memang hanya terdapat 2 lantai dan biasa namun saat masuk kedalam suasana minimalis juga modis. Berbanding dengan nampak luarnya.

Maaf ya, studio nya emang kecil. Tapi aku usahain dengan secepatnya, studio nya pindah ke gedung yang lebih luas” Reggie menoleh kearah kekasihnya yang sudah mengalungkan kamera di lehernya.

Ga terlalu kecil kok, terus desain minimalis nya bikin ruangan serasa luas” Ujarnya hingga sebuah usakan rambut pun Reggie dapat dari pacarnya itu.

Nanti kalo studio nya pindah gedung, kamu mau desain ruangan nya ga?” Reggie seketika mengangguk dengan antusias.

Mau! Yaudah, dari sekarang aku pikirin desain yang cocok deh. Tapi aku harus keliling studio ini biar dapet inspirasi

Iya, boleh sayangku~ tapi peluk sama cium dulu ya? Biar aku semangat hehe” Reggie mendengus pelan.

Ga liat ini dimana?!

Studio nya punya aku ini, re~” Reggie memutar bola matanya dengan malas namun beberapa detik kemudian ia melakukan permintaan dari sang kekasih.

Cup! Grep!

Semangat kerjanya, Alen~

Galendra tersenyum sambil mengeratkan pelukan mereka, sebelum pelukan terlepas ia menyempatkan untuk mengecup puncak kepala Reggie dengan lembut.

Hp kamu jangan di silent, biar aku gampang hubungin kamu nya. Oke?

Siap, kapten!

Kemudian mereka pun saling berpencar untuk melakukan kegiatan masing-masing.


Setelah selesai mengeliling gedung itu, Reggie memilih untuk menghampiri ruangan tempat Galen berada. Ia bergerak dengan pelan agar tidak mengganggu kegiatan orang-orang disana.

Mata Reggie terus berpendar ke seluruh ruangan, disana ia melihat ada tukang rias yang sedang mendandani model, beberapa orang yang sibuk menyiapkan properti, juga kekasihnya yang sibuk memotret salah satu model. Dari suasana yang ia perhatikan, Reggie menyimpulkan konsep kali ini adalah winter. 2 model perempuan yang sedang Galen potret sangat cantik dan masuk ke dalam konsepnya, begitu pikir Reggie.

Saat sedang asik memperhatikan, tiba-tiba ada yang menyenggol bahu Reggie dan senggolan itu hampir membuat Reggie jatuh.

Reggie menatap bingung kearah perempuan yang nampak acuh setelah menabraknya, karena dia pergi begitu saja menghampiri Galen tanpa meminta maaf pada dirinya terlebih dahulu.

Mungkin ada urusan penting sama alen begitu pikir Reggie.

Namun pikiran itu pupus saat kedua matanya melihat dengan jelas apa yang perempuan itu lakukan pada Galen. Memberikan botol minum, menggandeng lengan kiri Galen dan mengobrol dengan jarak yang dekat. Yang lebih membuat Reggie tak habis pikir, Galen merespon dan membiarkan semua itu.

Mereka saudara? Teman? Sahabat? Atau bagaimana? pertanyaan lain muncul di benak Reggie.

Reggie menghela nafasnya pelan, ia mencoba menyingkirkan pikiran buruknya kemudian berjalan ke arah luar ruangan tersebut.

Kini Reggie duduk di kursi yang sengaja disediakan di dekat pintu masuk utama, ia menatap sepatunya dengan pandangan kosong.

Re?

Ya?

Loh, kamu beneran Reggie?

Maaf? Siapa ya?

Reggie menatap bingung orang yang baru saja memanggilnya itu dan sekarang sudah duduk di kursi sebelahnya. Hingga sebuah uluran tangan pun Reggie dapatkan.

Gue Jean, salam kenal ya

Oh? Kak Jean yang suka bantuin Alen?

Yaps

Reggie tersenyum kemudian membalas uluran tangan tersebut, “Halo, kak Jean. Aku Reggie hehe

Ahahaha, iya salam kenal. Nunggu Galen kan?

Betul!

Yaudah, gue temenin mau?

Mau!

Akhirnya ada temen ngobrol...


Reggie mengambil nafas sejenak untuk menghilangkan rasa gugupnya, ia menatap pintu ruangan yang ada di depannya itu dengan sedikit takut. Kemudian tangan nya terangkat untuk mengetuk pintu tersebut.

Tok! Tok! Tok!

Pintu sudah ia ketuk 3 kali namun tidak mendapatkan respon apa-apa, hingga Reggie pun memilih untuk langsung membuka pintu tersebut. Toh, ini ruangan milik kekasihnya.

Ceklek

Re—?!

Reggie menatap pemandangan yang ada didepannya dengan pandangan tidak percaya. Tubuh Reggie seketika bergetar, tangan kanan nya tergerak untuk menutup mulutnya dan matanya menyiratkan keterkejut-an yang luar biasa.

Disana ia melihat laki-laki yang ia cintai sedang memangku seorang perempuan. Reggie tidak tahu apakah itu posisi yang di sengaja atau bukan, otak nya saat ini tidak bisa berpikir jernih.

Re, aku bisa jelasin—” Reggie menggeleng pelan.

A—aku tunggu di pintu utama, kalian selesaikan saja dulu urusan kalian tadi. Maaf sudah menganggu” Kemudian Reggie pun berjalan meninggalkan ruangan tersebut.

Astaga, sudah lama ia tidak merasakan sesak seperti ini.

Sedangkan Galen kini tengah mengusak surainya dengan kasar kemudian mendengus kencang.

Tadi itu pacar lo?” Galen mengangguk kemudian beranjak dari duduknya sambil merapihkan pakaian nya.

Lain kali hati-hati. Gue gatau lo sengaja atau bukan, tapi karena perbuatan lo ini... cowo gue jadi salah paham sama gue” Perempuan itu memutar bola matanya sambil berdecak.

Pacar lo aja yang terlalu dramatis” Kalimat itu membuat Galen mengepalkan tangan nya.

Rai, gue pernah bilang kan. Jangan ganggu gue lagi karena gue udah punya pacar, mau lo deketin gue dengan cara apapun gue ga bakal suka sama lo” Perempuan itu menyirangi.

Oh ya? Tapi buktinya, lo terus ngerespon semua perlakuan gue? Keliatan juga kalo lo fine fine aja, yakin lo cinta sama pacar lo itu?

Galen menatap datar perempuan yang ada didepannya itu.

Terus apa? Lo mau gue secara terang-terangan jauhin lo dan nolak semua perlakuan lo di depan banyak orang?

Ck, Rai gue respon karena gue gamau lo nanggung malu di depan banyak orang. Dah ya, masalah kamera kelar jadi gaada alasan lagi buat lo dateng nemuin gue kan?” Galen membalikkan tubuhnya kemudian mulai berjalan untuk menghampiri kekasihnya.

LO JAHAT!

Langkah Galen terhenti.

Sebenernya yang jahat siapa sih? Lo barusan udah bikin pacar gue sakit hati terus ngatain dia dramatis. Rai, lo tau ga sih? Orang-orang studio selalu bilang kalo lo tuh cewe yang dramatis banget” Setelah itu Galen pun berlari meninggalkan perempuan yang kini tengah merasa malu itu.

Galen berlari menuju sang kekasih dengan terburu-buru, ia menatap area pintu utama. Namun nihil, ia tidak menemukan siapapun selain orang yang berlalu lalang.

Kaki nya pun melangkah kearah luar gedung untuk mencari sosok Reggie hingga matanya menemukan sosok itu.

Galen melihat Reggie yang sedang masuk kedalam mobil milik orang yang ia kenal lalu mobil itu pun melaju pergi.

Sial

Galendra semakin mengeratkan pelukan antara dirinya dengan kekasih hatinya itu. Matanya terpejam karena menikmati usapan lembut di surainya.

Sedangkan Reggie kini berada di pangkuan Galen, ia membiarkan sang dominan menenggelamkan wajahnya di ceruk lehernya.

Suasana hening namun menenangkan sangat terasa di ruangan tersebut. Hingga sebuah suara terdengar, “Re

Hm?

Jangan tinggalin aku

Gaada alasan buat aku ninggalin kamu, Alen

Re, kalo suatu saat nanti aku buat kamu ngerasa sakit, bilang ya. Kalo ga, kamu langsung tampar aku aja

Oke, noted

Nginep ya?

Iya, Alen~

Galendra menatap sebuah rumah yang berukuran lumayan besar itu dengan tatapan kagum. Namun perasaan gugup pun tiba-tiba melingkupi dirinya, tangan kanannya kian mengeratkan pegangan pada buah tangan yang ia bawa. Hingga getaran handphone di saku celananya membuat fokusnya teralihkan.

Halo, re?

Halo, alen!! Kamu udah sampe?

Udah nih, aku di depan gerbang

He?! Bentar, aku bukain pagernya

Galen tersenyum tipis kala mendengar kekasihnya yang hampir memekik karena panik.

Gausah buru-buru, sayang. Aku ga bakal kabur kok

Bener ya?! Yaudah, bentar. Aku matiin telpon nya

Lalu sambungan pun terputus. Galen menghela nafas nya pelan guna menghilangkan sedikit rasa gugupnya.

Klek!

ALEEENNN

Grep!

Galendra yang mendapat pelukan tiba-tiba langsung menyeimbangkan tubuhnya. Tangan kirinya dengan reflek pun membalas pelukan pemuda mungil yang kini memeluknya itu.

Kangen huhu

Suara yang teredam karena pelukan itu membuat Galendra sontak tersenyum kecil lalu bibirnya bergerak cepat untuk mengecup puncak kepala sang kekasih.

Aku juga” ujar Galen dengan pelan.

Ehem” Suara deheman rendah itu membuat Reggie melepaskan pelukan itu.

Ayah! Jangan bikin kaget dong~

Cahya, Ayah dari Reggie yang mengintrupsi kegiatan Galen dan kekasihnya itu pun hanya tertawa.

Maaf, lagian kenapa di depan pager sih? Ayo ke dalem, bunda nungguin tuh” Ujarnya kemudian menatap Galen sambil tersenyum.

Galen pun juga membalas senyuman itu. “Yaudah kalo gitu, ayo kita masuk!


Galen menatap takjub meja makan yang ada di depannya. Meja itu terisi berbagai jenis makanan yang sangat terlihat enak. Di dalam hatinya, Galen terus mengucapkan kalimat kagum.

Nak Galen?

Sang pemilik nama pun langsung menoleh kearah satu-satunya wanita di rumah itu. “Kenapa, bun?

Makasih udah nyempetin dateng dan buah tangan nya tadi ya” Galen mengangguk pelan sambil tersenyum.

Terimakasih kembali, bun

Alen” Kini Galen menoleh kearah kekasih nya yang duduk bersebrangan dengan dirinya.

Hm?

Kamu beli cookies nya dimana?” Pertanyaan dengan nada polos itu membuat semua orang disana tersenyum tipis.

Di toko yang sama waktu aku beliin kamu—

Oh! Tempat itu?! Cookies nya menu baru?

Galendra menatap Reggie dengan pandangan bingung, mengapa kekasihnya nampak antusias sekali pada malam ini?

Begitu pikir Galen. Lalu, belum sempat dirinya merespon sang kepala keluarga dari rumah itu pun bersuara.

Rere, ayah bilang kan. Sebelum makan malam, jangan konsumsi gula dulu. Jadinya gini kan, terlalu semangat dan agresif

Tau nih, bunda juga udah ngingetin buat makan cookies nya nanti. Tapi kamu malah langsung nyomot aja

Reggie hanya menampilkan cengirannya saat mendengar ucapan dari kedua orang tua nya.

Maaf, yah... maaf juga bunda...

Yasudah, ayo kita mulai makan aja. Ayah udah laper nih

Yuk yuk. Nah, nak galen jangan sungkan buat ambil makanannya. Anggep aja kamu lagi makan di rumah sendiri

Mendengar hal itu, Galen seketika terdiam sejenak namun senyuman di bibirnya pun terbit seketika.

Iya, bun

Hangat.

Makan malam pun berjalan dengan lancar, keluarga Reggie benar-benar memperlakukan dirinya dengan baik. Mereka seperti menganggap Galen adalah anggota dari keluarga mereka dan Galen merasa bahagia akan hal itu.

Makan malam pun selesai. Kini mereka semua sedang sibuk membersihkan bekas-bekas makanan mereka. Galen dan Ayah Reggie mengangkat piring dan peralatan makan yang ada di meja sedangkan Reggie dan bundanya tengah mencuci piring.

Bun, meja nya udah bersih” Pria yang sudah memasuki umur kepala empat itu berujar pada istrinya.

Iya, makasih sayang~” Setelah mendapatkan respon dari sang istri, Ia pun berjalan mendekati Galen.

Nak Galendra” Galen yang tengah menatap jendela pun langsung menoleh.

Ya? Kenapa, yah?

Kamu bisa main catur?

Lumayan, yah

Mau coba main sama saya?

Galen pun mengangguk lalu berjalan kearah ruang tamu, mengikuti ayah dari kekasih hatinya.

Re, nyuci piring nya yang bener” Suara itu membuat Reggie menoleh.

Ehehehe, maaf bunda~

Ckck, kamu liatin apa sih?

Itu, Ayah sama Alen lagi main catur” Jawaban itu membuat sang Bunda turut menatap apa yang ia lihat tadi.

Menurut kamu siapa yang menang?” Reggie berpikir sejenak sambil melanjutkan acara cuci piringnya.

Hmm... menurut aku Alen

Oke, bunda pilih Ayah. Kalo pilihan kita betul, yang kalah harus traktir yang menang. Gimana?

Reggie tersenyum kearah sang bunda lalu mengangguk antusias, “Oke, deal!

Di sisi lain.

Hubungan kalian berdua sudah sejauh mana?” Ujar Cahya sambil menggerakkan pion hitamnya.

Masih sebatas pacaran, yah” Jawab Galen sambil menatap permainan itu.

Menurut kamu, anak saya itu seperti apa?” Cahya mengambil satu pion milik Galen kemudian menggerakan pion nya yang lain.

Dia orang yang baik, senyum nya manis, masakan nya enak dan dia selalu berhasil buat hari buruk saya selalu membaik” Tangan Galen kini bergerak untuk mengambil poin hitam yang masuk ke dalam area nya.

Oh, pengamatan yang bagus. Lalu, apa rencana kalian berdua kedepannya?” Tangan besarnya menggerakan salah satu kuda hitam miliknya.

Setelah saya sukses, saya akan menikahinya” Galen pun turut menggerakkan kuda putihnya.

Apa butuh waktu yang lama?” Tangan Cahya bergerak untuk memindahkan pion raja.

Saya usahakan secepatnya” Dua kuda hitam sudah berada di tangan Galen.

Jika saya menolak?” Kini salah satu pion nya berhasil melewati benteng dari lawan.

Maka saya akan berusaha mendapatkan restu dari anda” Pion-pion penting Galen sekarang sudah berada di dekat area pion raja dan ratu lawan.

Kamu benar-benar mencintai anak saya?” Salah satu kuda putih milik Galen, berhasil di ambil oleh dirinya.

Ya, saya sangat mencintai anak anda

Tak!

Sekakmat

YES! BUNDA, ALEN YANG MENANG!! JANGAN LUPA TRAKTIR AKU YA!” Suara teriakan itu membuat kedua dominan tersebut langsung menoleh.

Heh, kamu daritadi nonton?” Reggie mengangguk untuk menanggapi ucapan sang Ayah.

Dasar, bukannya dukung ayah

Kalo aku dukung ayah, kasian Alen gaada yang dukung

Galen terkekeh pelan saat melihat pertengkaran kecil antara ayah dan anak itu. Cahya kini menoleh kearah lawan main nya tadi.

Permainan yang bagus. Kamu lulus” Galen terdiam saat mendengar ucapan itu. Hingga saat ayah kekasihnya itu sudah beranjak dari duduknya, ia pun masih terdiam.

Reggie langsung berjalan mendekat kearah Galen, ia duduk di sebelah pemuda itu kemudian menggenggam tangan kanan nya.

Galen tersentak sebentar kemudian menoleh kearah Reggie.

Maksud ayah kamu apa, re?

Kamu lulus buat jadi pasangan aku

Mata keduanya saling bertemu, menghantarkan perasaan bahagia yang dengan perlahan datang. Tangan Galen kian mengeratkan genggaman keduanya.

Serius?

Uhm!

Re, mau berjuang bareng aku?

Aku mau!

Kini Galendra hanya perlu fokus untuk membahagiakan Kekasihnya juga mengembangkan usahanya. Semangat ya.

Everything went smoothly and he is happy about it.

Galen yang baru saja selesai memakai bajunya pun berjalan kearah dapur untuk melihat situasi kekasihnya itu. Kemudian saat berada di pintu dapur, Galen memilih untuk bersandar sejenak kemudian menatap punggung si manis yang kini sedang membuat telur mata sapi.

Matanya terus mengikuti gerakan yang si manis lakukan hingga sang objek pandangan pun sadar.

Kamu ngapain disitu?” Ujar Reggie sambil menuangkan kopi hangat yang baru saja ia buat untuk Galen.

Aku bakal kangen di masakin gini sama kamu” ucap Galen kemudian ia pun berjalan menuju samping Reggie dan hal itu membuat sang empu memandang dirinya dengan bingung.

Terus sekarang ngapain berdiri di samping aku?” Bukannya menjawab, Galen malah merengkuh pinggang ramping itu secara tiba-tiba.

Reggie pun sontak melebarkan bola matanya, “He—?! Kamu ngapain???” Tangan si manis mulai bergerak untuk melepas rengkuhan itu namun yang di hasilkan pun nihil.

Kamu cantik

Aku bahkan baru bangun dan cuman sempet cuci muka sama sikat gigi, Alen. Kucel gini kok dibilang cantik? Dasar aneh

Re

Reggie menatap Galen dan begitupun sebaliknya, saling menatap dengan dalam seakan itu hal terakhir yang dapat mereka lakukan bersama.

Maaf aku gabisa bantuin kamu buat bawa barang nanti

Gapapa, malah bagus tau kamu ga cuti kaya kemarin

Tapi kan gabisa ketemu ayah bunda kamu

Gampang itu mah, besok juga bisa ketemu

Beneran?

Iya~

Mere—

Cup!

Grep!

Bawel banget kamu pagi ini

Galendra mengerjapkan matanya sebentar, kecupan di bibir dan di susul sebuah pelukan yang tiba-tiba cukup membuat dirinya terkejut. Namun, beberapa saat kemudian tangannya pun tergerak untuk mengeratkan pelukan itu.

Aku bakal kangen tinggal sama kamu

Nanti aku minta tinggal disini deh

Ga perlu, nanti aja nunggu aku nikahin kamu. Baru kita tinggal serumah lagi

Pelukan Reggie lepas dengan paksa, ia menatap Galen dengan sebal kemudian melanjutkan masaknya. Hal itu membuat sang dominan langsung di landa bingung.

Kamu kenapa?

Berisik

Lah? Aku nanya doang

Sssttt

Kamu baper?

DIBILANGIN BERISIK IH!

Iya iya, ampun. Jangan marah ya, sayang~

Gombalnya bisa liat waktu ga sih? Ini masih pagi tau

Terus emangnya kenapa?

ALEN!

Bercanda, by. Iya, aku berhenti nih

Reggie menatap lemari bajunya dengan pandangan sebal dan bibir yang mengerucut.

Astaga, baju apa yang harus ia pakai hari ini?

Kira-kira itulah yang ada dibenak Reggie saat ini. Dia menghela nafasnya gusar dan mengusak rambutnya yang masih sedikit basah karena dia baru saja pergi mandi.

Sedangkan Galen yang sudah siap kini sedikit mengintip kondisi kekasihnya dari pintu yang sedikit terbuka, dia melihat Reggie yang nampak sedang bingung pun langsung memutuskan untuk mengetuk pintu nya dengan pelan.

Reggie langsung menoleh lalu matanya sedikit membulat saat melihat sang pelaku yang mengetuk pintu nya. “Eh—?” Galendra tersenyum tipis saat melihat wajah terkejut Reggie.

Aku boleh masuk, gak?” Reggie pun mengangguk patah-patah.

Langkah kaki Galen pun bergerak mendekati sang pemilik kamar, dia pun berdiri di samping Reggie.

Kenapa?” Mendengar pertanyaan itu, Reggie langsung menatap Galen dengan raut sedih dan bibir yang sedikit mengerucut.

Aku bingung mau pake baju apa” Jawab Reggie dan Galen langsung terkekeh pelan. Tangan kanan nya bergerak untuk mengusap rambut Reggie dengan lembut.

Pake baju santai aja, Re. Kita cuman mau ke taman kota” Reggie pun mengangguk paham, langsung saja tubuhnya bergerak untuk mengambil beberapa pakaian.

Re, isi lemari kamu kenapa sedikit? Terus—” Galendra mengedarkan pandangan nya kearah kamar itu.

— kok udah hampir kosong aja?” Reggie hanya menampilkan sebuah cengiran.

Beberapa barang udah aku packed biar ga mendadak banget besoknya” Ujar Reggie dengan santai sedangkan Galendra kini terdiam.

Melihat keterdiam-an Galendra, Reggie pun berinisiatif untuk mengibaskan tangannya di depan wajah Galen.

Halo? Alen?

Galen pun tersadar.

A—ah, iya. Yaudah, aku tunggu di ruang tamu ya” Kemudian pintu kamar pun tertutup, Reggie menatap pintu itu dengan pandang yang sedikit redup.

Ia paham, mengapa Galen bersikap seperti itu.

Beberapa menit berlalu, Reggie pun selesai berganti pakaian. Kini ia sudah memakai kaos putih yang dibalut kemeja biru juga celana jeans hitamnya.

Alen?” Panggilnya saat tidak menemukan Galen di ruang tamu, matanya mengedar ruangan tersebut hingga ketemu lah dengan orang yang ia cari.

Reggie berjalan menuju balkon dekat dapur, ia menggeser pintu kaca itu lalu berjalan mendekati orang yang sedang berdiri di dekat pagar pembatas tersebut.

Alen...” Suara lirih itu membuat Galendra tersentak, ia dengan cepat menoleh kearah Reggie dan kekasihnya itu ternyata sudah ada di sebelahnya.

Maaf, Re. Yuk?” Reggie menatap Galendra sebentar, “Kamu masih mau date di taman? Kalo gamau gapapa, date disini juga bukan pilihan yang buruk” ujar Reggie dengan sebuah senyum tipis.

Galendra diam sejenak lalu berkata, “Gapapa?” Pemuda manis di depannya pun langsung mengangguk.

Aku buat minuman dulu buat nemenin date kita” Kemudian Reggie pun berbalik dan mulai berjalan kearah dapur. Namun, baru ketika kaki nya akan melangkah suara, Galen berucap “Maaf ya

Reggie menolehkan sedikit kepalanya kearah Galen, menatap mata sang dominan lalu mengangguk sambil menampilkan senyum cerah nya.


Kini kedua orang yang baru resmi menjadi pasangan itu tengah duduk di kursi balkon apartemen milik Galendra. Mereka hanya diam, menatap kumpulan awan yang mulai memberikan ruang untuk matahari. Suara lalu lalang kendaraan terdengar jelas dari bawah, beberapa suara tetangga apartemen pun terdengar dengan samar.

Alen

Suara lembut Reggie memecahkan keheningan antar keduanya.

Kalo liat langit gini kamu selalu inget hal apa?” Itulah topik pertama yang Reggie ambil untuk bahan pembicaraan.

Entah...” Jawab Galen dengan suara pelan namun terdengar seperti akan berlanjut, oleh karena itu Reggie kini memilih diam.

Yang paling aku inget sih, kenangan aku sama kedua orangtua ku. Waktu dimana kita piknik di taman dan aku sama papa main bola, terus mama yang teriak 'hati-hati! Awas jatoh!' Itu sih yang selalu aku inget. Karena kita selalu nyempetin pergi piknik di hari minggu

Reggie menatap Galen dengan raut sedih, ia ingin mengatakan sesuatu namun entah mengapa rasanya lidah nya itu kelu seketika dan dadanya terasa sakit saat melihat mata kekasih nya itu menyiratkan sendu juga rindu.

Kenangan yang indah dan aku bersyukur bisa ngerasain hal itu sama mereka” Salah satu cerita masa lalu miliknya pun ditutup. Kini Galen beralih untuk menatap sang tambatan hatinya.

Kalo kamu?

Reggie tersentak kecil, matanya menatap mata Galen sebentar kemudian tertawa kecil. Tangan mungilnya bergerak untuk mengusap tengkuknya dengan pelan. Gerak-gerik yang asing dimata Galen, pasalnya selama sebulan ini ia belum pernah melihat tingkah Reggie ini.

Apa dia salah?

Aku ya... gaada yang spesial sih. Aku cuman suka langit, karena setiap liat langit aku suka berangan-angan untuk pindah ke planet lain hehehe

Jawaban yang singkat namun membuat Galen menggelengkan kepalanya.

Kenapa mau pindah dari bumi?

Reggie menggigit bibir dalamnya, menatap langit terang itu dengan resah, tangannya bergerak untuk mengusap paha yang tertutup celana itu.

Re?

Aku kurang suka sama beberapa kenangan hidupku yang terbentuk di bumi ini

Galen seketika bungkam, Reggie pun langsung memejamkan matanya dan mengatur nafasnya yang sempat tersendat tadi.

Hening melanda sejenak. Hingga,

Re... kamu masih mikirin kejadian itu?” tanya Galen dengan pelan dan Reggie hanya mampu mengangguk sambil menunduk.

Gimana bisa aku lupain itu semuanya dengan cepat, Alen? Aku mau lupain sikap mereka yang dulu, tapi susah. Ak—aku susah bu—

Suara decitan kursi menghentikan kalimat Reggie, kepala pemuda manis itu pun sedikit terangkat untuk melihat apa yang kekasihnya lakukan dan tepat di depan matanya, kini ada Galen yang berlutut di depannya.

Wajah keduanya hanya berjarak beberapa senti, kepalan tangan diatas paha Reggie pun sudah di genggam lembut oleh Galen, mata mereka bertatapan saling menyelami jelaga antara satu sama lain.

Hei? Jangan ditahan ya, sayang? Disini cuman ada aku, gaada mereka disini. Jadi, luapin semuanya. Jangan takut, Re

Suara berat namun lembut itu membuat tubuh Reggie bergetar dengan perlahan, matanya mulai berkaca-kaca, nafasnya pun mulai kacau.

Alen, aku jahat ya kalo gabisa lupain semua itu?

Galen tersenyum tipis, “Engga, cantik. Kamu ga jahat

Alen, mereka udah sayang sama aku kan?

Iya, Re. Mereka udah sayang banget sama kamu

Alen, aku bukan beban mereka kan?

Bukan, kamu anugerah yang Tuhan kirim buat aku dan mereka

Alen...

Maaf karena buat kamu nahan semua itu sendiri selama ini ya? Sekarang aku disini, kita sudah bersama, jadi gaada alasan buat nahan semuanya sendirian lagi kan?

Reggie menatap Galen dengan mata yang berlinang air mata, hidungnya sedikit berwarna merah dan bibirnya dengan pelan mengeluarkan suara isakan.

Alen.... boleh peluk ga?

Galendra yang tidak bisa lagi menahan gemas pun langsung tertawa kemudian bergerak untuk memeluk pemuda manis itu, ia menenggelamkan wajah manis kekasihnya di dada, menumpukan dagunya di puncak surai Reggie, dan tangannya terus mengusap punggung sempit itu.

Re

Hum?

Kalo kamu lagi overthinking gini lagi, kamu bisa bilang ke aku. Ceritain yang ada di pikiran juga hati kamu, aku siap kok buat dengerin itu semua dan jadi sandaran kamu

Setelah berucap seperti itu, Galen merasakan tangan Reggie sudah melingkar sempurna di pinggangnya. Pelukan itu makin mengerat.

Makasih Alen...

Terimakasih kembali

Alen

Hm?

Sejak kapan kamu ngomong banyak gini?

Oh? Terus mau aku kaya dulu lagi?

Engga lah— eh, Jangan! Ih, jangan di lepas peluknya~ aku masih mau~

Kalo ga di lepas aku dapet apa?

Kiss!

Heh?!

Hehehe sayang alen~

Mendengar hal itu sontak Galen pun mendengus pelan namun beberapa detik kemudian sepintas ide jahil muncul di kepalanya.

Pemuda itu sedikit melonggarkan pelukan dan hal itu membuat Reggie bingung. Tapi kejadian selanjutnya langsung membuat Reggie mendorong Galen dengan kencang hingga pelukan terlepas dan ia pun lari menuju kamarnya.

Ingin tahu apa yang terjadi?

Galendra sedikit mendekatkan bibirnya di telinga milik Reggie kemudian berucap,

I love you too, my baby. So, which part are you going to kiss?

ALEN SEKARANG SEREM! JANGAN DEKET-DEKET AKU DULU!

Dan yah... kencan itu pun berakhir dengan Galen yang membujuk Reggie untuk kembali melanjutkan kencan mereka.

Walau begitu, di kencan kali ini Galendra tahu akan sesuatu. Yaitu, ternyata Reggie itu memiliki sisi seperti ini. Mungkin saja jika hari ini ia pergi ke taman, ia tidak akan pernah tahu akan hal ini.

Intinya, Galendra berharap untuk kedepannya hubungan antara dirinya dan Reggie bisa bertahan dengan baik. Sepertinya, Galen akan terus mencoba menjaga komunikasi dengan Reggie dengan kencan seperti ini lagi.

Kencan dengan acara saling bercerita? Bukan pilihan buruk.

because with this, we can get to know each other well.

tw // mayor character dead, accident, car crash. you can play Akhir tak bahagia by Misellia.

Tidak mendapat jawaban apapun dari sang kekasih membuat Hares frustasi, ia hampir saja melempar benda pipih kesayangannya itu. Matanya beralih untuk menatap kondisi di depannya.

Sangat parah.

Awalnya ia mencoba bersabar menunggu kemacetan ini reda, namun instingnya berkata bahwa ia harus mendekati area kecelakaan itu.

Hares meminggirkan motornya kemudian berlari menuju area tersebut, kakinya terus berlari seakan tujuan yang dituju akan memberikan jawaban dari rasa khawatirnya. Hares tidak mempedulikan pandangan orang-orang, ia hanya fokus berlari.

Hingga sampailah ia, disana area kecelakaan beruntun itu berada satu meter di depannya. Nafasnya menderu, jantungnya berdetak dengan kencang, dan tubuhnya seketika bergetar kuat.

Kacau, kondisi di tempat itu kacau.

Matanya mencoba menelisik mobil apa saja yang terkena tragedi ini, hingga kelamnya menemukan satu mobil taxi yang berada di antara mini bus dan truk. Mobil itu terlihat seakan hancur lebur.

Dalam otak Hares tiba-tiba memutar suara Raden yang menyebutkan kata taxi.

“Gak, ga mungkin. Ga mungkin itu taxi Raden” gumam nya dengan gemetar.

Hares meremas rambutnya dengan kuat, menundukkan kepalanya namun ia masih mencoba untuk melihat taxi yang setengah hancur itu dan ada beberapa pihak berwajib yang mencoba mengeluarkan sesuatu.

“Ga mungkin, res. Bukan, pikiran lo jelek. Ga mungkin Raden ada disana, dia bukan di taxi itu” gumam nya lagi, mencoba menenangkan dirinya yang bergetar.

Hingga ia melihat, beberapa tenaga medis mendorong salah satu ranjang berisi korban menuju ambulan dan mereka melewati Hares.

Hares menatap korban yang di bawa para medis, matanya ia tajamkan dan disana ia melihat tangan kanan korban yang bergantung.

Ada sebuah tanda lahir kecil di tangan kanan tersebut.

Hares terdiam sejenak, menatap medis yang tengah melakukan pertolongan pada korban tersebut dengan kosong.

Kaki nya seketika lemas dan ia pun langsung terduduk karena tidak kuat menahan rasa gemetar di dalam dirinya. Air matanya dengan perlahan menetes, kedua tangannya terkepal dan kepalan tangan kanan pun terangkat untuk memukul dadanya.

“Bangun, Ares. Bangun” ujarnya sambil terus memukul dadanya.

Tingkah Hares ternyata di lihat oleh satu tenaga medis, karena merasa penasaran, tenaga medis itu pun mendekati Hares.

Ia berjongkok di depan Hares dan mencoba menghentikan tangan Hares, namun Hares masih terus memukul dadanya.

“Hei, ada apa?” Hares menatap orang tersebut lalu dengan suara pelan, ia bertanya.

“Seperti apa wajah korban itu?” Sang tenaga medis itu pun langsung menjawab, “Wajahnya kecil dan tadi ada kacamata yang bertengger di hidungnya”

Mendengar hal itu, Hares langsung menangis dengan kencang. Tenaga medis itu pun langsung bingung namun beberapa detik kemudian ia paham akan situasinya.

Tangannya mencoba untuk membantu Hares untuk berdiri, lalu menuntun-nya berjalan kearah korban yang Hares maksud.

Namun saat di jarak beberapa langkah lagi, Hares menghentikan langkahnya. “Saya gabisa, saya gabisa untuk mendekat”

“Jika kamu tidak bisa mendekat, bagaimana caranya agar kamu tau bahwa dia orang yang kamu tangisi?” Hares menatap orang tersebut kemudian mencoba melangkah sendiri dengan perlahan.

Hingga ia pun sampai di samping ranjang pasien tersebut, salah satu tenaga medis lainnya pun dengan perlahan membuka kain yang menutupi wajah sang korban.

Iya, benar. Dia adalah orang yang Hares tangisi.

Raden Akala.

Hares langsung jatuh terduduk di samping ranjang tersebut, ia menangis kembali, sambil meraungkan nama kekasihnya.

Para tenaga medis di sekitarnya, menatap dirinya dengan iba bahkan beberapa orang ikut menangis.

“Maaf, korban tidak berhasil kami selamatkan” ujar salah satu tenaga medis disana.

Hares terus menunduk, menangis, memukul dan berteriak.

“Raden, kenapa? KENAPA KAMU PERGI?!”

“KENAPA KAMU NINGGALIN AKU, RADEN?! KENAPA?!”

“Kenapa Raden... kenapa kamu malah pergi ke tempat itu, kamu bilang kalo kamu bakal pergi sebentar... bukan selamanya kan? Tapi apaan ini?”

Matanya pun menatap tangan Raden yang bergantung di sisi ranjang, disana ia melihat sebuah kalung yang tidak asing di matanya. Tangannya bergerak untuk mengambil kalung tersebut dan saat ingat tentang kalung tersebut, Hares kembali menangis.

“Jadi, benar ya kita pernah bertemu sebelum di kejadian buku hilang itu? Kita pernah ketemu di rumah sakit dan kamu yang waktu itu ngasih aku semangat untuk sehat lagi? Itu kamu ya, Raden? Kenapa ga bilang dari awal? Kenapa kamu harus bohong bahwa kita tidak pernah bertemu? Bodoh”

Hares tertawa pelan lalu tangannya menggenggam tangan Raden. Dingin dan kaku. Tidak seperti biasanya, hangat dan lembut.

Raden dan momen bahagia mereka berdua berubah dalam waktu singkat.

“Maaf, maaf dan maaf” Hares menggenggam tangan Raden lalu di dekatkan pada keningnya, matanya pun terpejam.

“Makasih, makasih dan terimakasih atas selama ini Raden” ujarnya masih dalam posisi itu.

“Iya, sayang. aku juga sayang kamu, kamu juga harus bahagia disana ya” lalu Hares kecup tangan dingin nan kaku itu. Matanya terpejam dan air mata masih berderas keluar.

Lalu Hares pun berdiri dengan perlahan, mundur selangkah untuk memberikan ruang pada para tenaga medis yang membawa kekasih hatinya masuk ke dalam ambulan.

“Mau masuk?” Hares menggeleng pelan sambil tersenyum tipis.

“Saya akan menyusul, tolong jaga raga kekasih saya” Tenaga medis itu pun mengangguk dan pintu ambulan tertutup.

Mobil tersebut melaju, membawa raga kesayangannya dan meninggalkan dirinya di belakang.

“Maaf, Raden. Ternyata kita berakhir dengan tidak bahagia”

Kita dipertemukan semesta walau berakhir dengan tidak bahagia.

Akhir Tak Bahagia.

Halo, Ares?” Suara lembut itu mengalun indah setelah Hares memencet tombol hijau itu.

“Halo, Aden” jawabnya.

Kamu lagi ngapain?

“Aku lagi manasin motor nih”

Gajadi naik mobil?

“Gamau, males, ribet, lama”

Ck, tapi kamu nantinya jadi kepanasan

“Biasa aja sih, yang. Biasanya juga gitu”

Terserah

Hares terkekeh saat mendengar nada kesal dari Raden.

“Kamu udah sampe mana?”

Hmm, bentar— oh, udah ngelewatin sekolah nih

“Cepet banget? Supirnya ngebut?”

Rasa khawatir mulai menghampiri Hares.

Ga terlalu kok, tenang aja

Walaupun jawabannya begitu, ia tetap merasa khawatir.

“Aku bentar lagi berangkat”

Gausah buru-buru, ares. Lagian juga nanti aku ga langsung berangkat

“Ya, tetep aja. Aku mau peluk kamu yang lama, stok selama seminggu”

Hares menjawab dengan mengambil helm juga tas kecilnya.

Lebay banget

“Biarin”

Lalu hening sejenak, Hares kini sedang sibuk merapihkan barang bawaannya dan juga hadiah yang akan ia berikan pada Raden nanti.

Ares

“Hm?”

Aku sayang sama kamu

Pergerakkan Hares dengan spontan berhenti, ia memegang benda pipih itu dengan erat.

“Kena—”

Ares, bahagia selalu ya

Lidah Hares semakin kelu, tangannya mulai berkeringat namun ia masih mencoba untuk biasa saja.

“Sayang...”

Ares, maafin aku yang ga— Brugh! Prang!

Suara nyaring yang terdengar tak asing membuat Hares seketika berteriak memanggil nama sang kekasih.

“RADEN, JAWAB AKU! RADEN!”

Merasa sia-sia, Hares pun langsung bergegas menuju lokasi Raden. Telepon mereka tidak Hares putuskan, untuk memastikan jika Raden akan menjawab nantinya.

Hares mengemudikan motornya dengan cepat, tangannya terus meng-gas motor tersebut hingga memerah dan matanya menyorot dengan tajam.

Tolong, Raden... jangan sampai yang ada di pikiran aku terjadi. Aku belum siap, Raden. Aku belum siap

Hares tersenyum dikala melihat sosok sang perebut hatinya yang kini sedang menatap hamparan bintang dengan berbinar. Bibir sosok itu terus bergumam pelan, melontarkan kata kagum akan langit malam itu.

“Suka?” Raden mengalihkan pandangannya, menatap Hares dengan senang lalu mengangguk semangat.

“Nemu tempat gini dari siapa?” Tanya nya.

“Ayah ku” Jawab Hares dengan pelan sambil menatap hamparan bintang yang bersinar dengan indah. Sedangkan Raden kini sedang memperhatikan pemuda yang ada di sebelahnya dalam diam.

“Ares” panggilan itu membuat Hares menoleh dan menatap Raden dengan bingung.

Raden memposisikan diri untuk duduk di hamparan rumput itu dan mengisyaratkan Hares untuk duduk juga. Kini keduanya sudah duduk dengan nyaman.

“Ares... hubungan kita kok bisa ya sedekat ini? Padahal kita kenal aja baru banget” Hares tersenyum tipis seraya tangannya terangkat untuk merapihkan surai halus milik Raden.

“Karena kita jodoh” jawaban itu membuat Raden mendengus sebal.

“Yang bener aja, jawaban kamu gitu terus setiap aku nanya hal ini” Hares terkekeh pelan.

“Terus aku harus jawab gimana? Toh, kalo bukan jodoh kenapa kita di pertemukan oleh semesta dan bisa sedekat ini dalam waktu singkat?” Raden terdiam dan Hares juga diam.

Keduanya sedang menikmati pemandangan indah yang ada di depan mata mereka. Raden menikmati hamparan bintang di langit malam dan Hares menikmati wajah cantik milik Raden.

“Kamu kenapa bisa cantik gini sih?” Raden memutar bola matanya malas.

“Aku cowo”

“Terus kalo cowo gaboleh cantik?” Raden pun memilih untuk menghembuskan nafasnya, tanda ia malas untuk berdebat dengan Hares.

“Aden”

“Hm”

“Aden~”

“Apa, ares?!”

Raden menoleh kearah Hares dengan kesal dan betapa terkejutnya dia saat melihat Hares yang sedang menatapnya dengan dalam. Manik keduanya saling beradu, mencari sesuatu dan mencoba menyampaikan sesuatu.

Tangan kanan Hares terangkat untuk menangkup pipi kiri Raden lalu mengusapnya dengan lembut. “Raden, apa usaha aku selama ini sudah cukup membuat kamu jatuh hati padaku?”

Raden diam sejenak lalu mengangguk pelan, “Iya. Kamu berhasil, Ares” Mata Raden pun langsung terpejam untuk menikmati usapan Hares.

Sang dominan tersenyum, “Kalo begitu, apa kamu keberatan untuk mengubah status 'pertemanan' kita menjadi 'sepasang kekasih'?” Mata Raden terbuka seketika, ia menatap Hares dengan pandangan tidak percaya.

“Kamu serius?”

“Iya”

Raden meneguk ludahnya dengan kasar, tanganya tanpa sadar meremat ujung bajunya. “Ares, apa kita bisa terus bersama?”

Pertanyaan itu membuat Hares terdiam sejenak lalu seulas senyum tipis pun terbit, “Aku gatau gimana jalan takdir kita nanti, tapi aku bakal berusaha buat selalu bersama kamu” jawaban itu cukup membuat Raden untuk mengangguk.

“Aku ga keberatan untuk mengubah status kita, Ares”

Mendengar jawaban itu seketika Hares langsung memeluk Raden dengan erat juga mencium puncak surai milik Raden beberapa kali.

“Aku gabisa nafas kalo kamu kaya gini, Ares!” Mendengar hal itu membuat Hares sedikit melonggarkan pelukan mereka.

“Maaf, habisnya aku seneng banget”

“Dasar”

“Ares”

“Hm?”

I love you too

Hares terdiam sejenak, memproses kalimat yang baru saja Raden ucapkan dan Raden tengah menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Hares.

“Kamu bilang apa tadi?”

“Gaada pengulangan”

“Aku ga paham ini”

“Bodo amat!”

“YA TUHAN, PACAR GUE GEMES BANGET”

“BERISIK HARES JELEK!”

“AAAAA ADEN BILANG AI LOP YU KE GUE WOY”

“ARES!”

Aku akan berusaha untuk terus bersama kamu, Raden Akala.

Bell pulang sekolah sudah berbunyi, Hares pun segera membereskan perlengkapan nya kemudian keluar kelas menuju tempat pertemuannya dengan sang penemu black note book kesayangannya.

Setelah sampai di tempat perjanjian, matanya langsung bergerak ke kanan dan kiri untuk mencari orang itu. Hingga ia merasakan sebuah tepukan di bahu nya.

Kepalanya menoleh ke belakang dan langsung nampaklah, pemuda bersurai coklat terang dengan kacamata yang bertengger di pangkal hidungnya. Bibir pemuda itu melengkung keatas sedikit sebagai awal sapaan pada Hares.

“Hai, Hares kan?” Hares mengerjapkan matanya beberapa kali lalu mengangguk. Pemuda itu memberikan sebuah buku pada Hares dan dengan pelan Hares pun menerima buku itu.

“Makasih” ujar Hares sambil menatap mata pemuda di depannya.

“Sama-sama. Lain kali, jangan ceroboh kaya gini lagi ya” Hares menaikkan satu alisnya namun kepalanya bergerak pelan untuk mengangguk.

“Nama lo Rendra?” Rendra, pamuda yang menemukan buku kesayangan milik Hares. Pemuda itu mengangguk sebagai jawaban.

“Kita pernah ketemu?” Kali ini Rendra yang menaikkan sebelah alisnya.

“Lo ngerasa kita pernah ketemu?” Hares pun mengangguk dengan ragu.

“Mungkin? Gue juga gatau” Rendra terkekeh pelan saat melihat raut wajah Hares yang sedikit berubah.

Suara tawa pelan itu terdengar sangat lembut dan halus. Tanpa sadar, jantung Hares berdetak sangat kencang juga perutnya terasa sedikit geli.

Astaga, apa yang terjadi pada dirimu Hares?

Hares masih menatap Raden dengan pandangan yang entah apa artinya dan itu membuat Raden sedikit bingung dan gugup.

Apa ada yang salah dengan tawa nya?

Batin Raden sembari mengalihkan pandangannya kearah lain. “Err, kalo gitu... gue duluan ya?” Suara Raden yang terdengar seperti sedikit gemetar membuat kesadaran Hares kembali.

“O—oh, iya. Sekali lagi makasih ya, Raden” sang pemilik nama pun tersenyum lalu mengangguk.

“Dah, Hares! Hati-hati di jalan nanti” Raden melambaikan tangannya sembari berjalan menjauh dari Hares.

Hares membalas lambaian itu dengan pelan sambil menyunggingkan senyum tipisnya. Lalu saat Raden hilang dari pandangan nya, tangannya beralih untuk mendekap buku kesayangannya itu.

Tidak Mungkin Hares mengalami cinta pada pandangan pertama, kan?


Kini Hares sedang ada di sebuah perpustakaan, duduk di kursi pojok dekat jendela. Ia menghela nafasnya dengan gusar, pulpen yang ia pegang pun ia letakkan dengan kasar.

Entahlah, rasanya ia sangat frustasi karena pemuda yang ia temui kemarin. Harusnya ia tidak merasa begini, karena itu pertemuan pertama mereka... mungkin?

Hares menatap jendela yang ada di sampingnya, saking fokusnya ia tidak sadar ada seseorang yang duduk disebelahnya. Suara pelan ketukan meja membuat Hares menoleh ke asal suara.

Matanya seketika melebar, bibirnya pun sedikit terbuka, tubuhnya seakan kaku. Iya, ia melihat pemuda yang seharian ini membuat dirinya frustasi.

“Hai, Hares. Kita ketemu lagi, eh gue gapapa kan duduk disini?”

Hares mengangguk kencang, “Boleh. lo boleh banget duduk disitu”

Melihat respon yang sedikit heboh itu membuat Raden tertawa pelan, mata indahnya sampai melengkung karena tertawa dan Hares tidak melewatkan itu semua dari pandangannya.

“Raden... gue boleh minta nomor lo ga?”

cw // kiss

Setelah acara latihan memotret, kini Reggie dan Galen sedang duduk diatas rerumputan hijau dengan beralaskan sebuah kain yang Reggie bawa sebelumnya.

Memandang langit biru yang dihiasi awan putih tebal juga menikmati semilir angin yang berhembus dengan pelan namun sejuk.

Hening melanda mereka.

Keduanya seperti sedang sibuk memikirkan sesuatu di kepala mereka. Menahan rasa penasaran akan sesuatu di dada dan mencoba merangkai kalimat di dalam hati untuk mendeskripsikan resahnya.

Hingga keheningan itu terpecah oleh,

Alen

Reggie berujar dengan pelan, tanpa menoleh kearah orang di sampingnya. Sang pemilik nama merasakan gugup saat mendengar namanya di sebutkan, ia pun membalas panggilan itu dengan sebuah deheman singkat.

Lusa aku pulang

Tiga kata yang mampu membuat jantung Galen terasa berhenti sejenak, sesak mulai terasa dengan perlahan di dadanya. Ia meremat kedua tangannya yang sedang bertumpu diatas rerumputan tersebut.

Terus?

Reggie menggigit bibir bawahnya sebentar lalu mengambil nafas yang panjang. Matanya ia coba untuk menatap sang lawan bicara dan tanpa ia sangka orang itu juga sedang menatap dirinya.

Mata keduanya saling menatap. Tatapan mereka menyiratkan akan sesuatu yang sama-sama tidak di pahami antar satu sama lain.

Reggie maupun Galen hanya tahu satu hal dari tatapan tersebut, yaitu mereka berdua sedang bingung.

Bingung akan sebuah benang yang mereka buat selama ini. Benang yang hanya mereka berdua dapat rasakan namun mereka tidak bisa menyebutkan arti dari benang tersebut.

Alen, apa kamu udah tau dengan jelas tentang perasaan kamu ke aku?

Angin semakin berhembus dengan sedikit kencang, membuat rambut keduanya menerpa wajah dan mengenai mata mereka. Namun hal itu tidak membuat tatapan antar keduanya terputus.

Kenapa nanya gitu?

Pertanyaan yang dibalas dengan pertanyaan lagi.

Aku— cuman mau kejelasan tentang kita” Lirih Reggie kemudian ia menundukkan kepalanya.

Membuat kontak mata antar keduanya langsung terputus. Kalimat lirih yang Reggie sebutkan sangat mampu membuat Galendra merasa bersalah.

Kenapa tiba-tiba kamu mau sebuah kejelasan itu?

Reggie mendongakkan kepalanya, “Karena kejelasan itu bakal jadi penentu hal apa yang akan aku lakukan di masa depan nanti

Apa yang bakal kamu lakuin kalo aku ga pernah merasakan hal yang sama seperti kamu sekarang ini?

Reggie tersentak pelan saat mendengar itu, matanya menatap Galendra dengan pandangan tidak percaya. Hingga ia mulai merasakan matanya yang semakin memanas.

Ia ingin menangis.

Dengan mencoba untuk nampak biasa saja, Reggie pun menjawab dengan santai

Kalo begitu, aku bakal pergi. Pergi yang jauh dari kamu, buat lu—

Cup!

Reggie mengerjapkan matanya, tubuhnya seketika menegang, jantungnya berpacu dengan cepat, juga bibirnya terasa sangat kelu.

Tepat sebelum ia menghabiskan kalimatnya, Galendra langsung menabrakan bibirnya pada bibir Reggie. Sekedar menempel namun terasa sangat luar biasa.

Reggie menatap mata Galendra yang kini sedang terpejam, seakan menikmati penyatuan bibir mereka tersebut. Dengan perlahan ia pun turut menutup kedua matanya, mencoba untuk menikmati itu.

Galendra yang merasakan tubuh Reggie dengan perlahan rileks, langsung dengan gerakan lembut melumat bibir itu. Tangan nya terangkat untuk memegang tengkuk Reggie dan mendekatkan wajah keduanya hingga bibir mereka menjadi sangat dekat.

Reggie meremat sisi baju milik Galendra, alisnya pun sedikit bertekuk saat merasakan nafasnya yang semakin menipis. Ia langsung menepuk dada Galendra beberapa kali, seakan paham dengan maksud si manis, Galendra pun melepas tautan bibir mereka.

Reggie mengambil nafas sebanyak-banyaknya, dadanya bergerak naik turun, wajahnya kini kian memerah padam, dan bibirnya terasa... sangat basah.

Galendra tersenyum tipis saat melihat tingkah laku Reggie. Ia mendekatkan wajahnya pada Reggie kemudian menyatukan kening keduanya. Mata mereka kini saling menatap kembali, menghantarkan getaran yang akhir-akhir ini sering mereka rasakan.

Re...” Suara lembut nan rendah itu membuat Reggie merasa merinding seketika.

Jangan tinggalin aku

Tiga kata lainnya.

Namun kali ini, Reggie yang merasakan jantungnya berdetak dengan sangat kencang.

Aku sayang kamu

Lagi, tiga kata lain terucap.

Dan untuk tiga kata ini, berhasil membuat rasa resah juga penasaran dalam diri Reggie dan Galendra pun meluap.

Reggie sudah tahu jawaban dari pertanyaan nya, yaitu Galendra menyukai dirinya juga.

Juga Galendra sudah tahu jawaban dari resahnya selama ini, yaitu ia ternyata menyukai pemuda manis itu.

Jadi, status kita?

Kekasih hati. Aku punya kamu dan kamu punya aku. Untuk selamanya.

Makasih, karena udah jawab pertanyaan aku

Terimakasih kembali, sayang. Maaf karena membuat kamu menunggu sangat lama untuk kejelasan hubungan kita

Akhirnya, kejelasan dari benang yang mereka berdua buat terungkap. Semoga bahagia selalu, ya.

we are lovers.