Aksararen

Raka menatap jam dinding rumahnya dengan jengkel, dahinya terus mengerut dan bibirnya tanpa sadar di manyunkan. “Ck, lama!” Ujarnya padahal jam masih menunjukkan pukul 6.20 dan jam masuk sekolahnya adalah 7.30. Memang dasarnya Raka saja yang bete dengan orang yang akan menjemputnya.

“Adek, kamu ga bareng si gema?” Suara dari sang ibu membuat Raka menoleh dan merubah raut wajah nya menjadi lebih cerah.

“Engga, aku bareng sama temen lain”

“Temen apa pacar?” Pertanyaan dari sang ibu membuat Raka langsung membulatkan matanya lalu menggeleng kencang.

“Aku gamau pacaran sama dia!” Serunya kemudian suara klakson motor pun terdengar.

Sang Ibu hanya tertawa, “Noh, calon pacarnya dah—”

“RAKA BERANGKAT, DADAH IBU!” Raka berteriak lebih dulu sebelum sang Ibu menyelesaikan ucapannya.

“Dasar anak muda”


Raka kini sedang menatap datar pengendara motor yang ada di depannya, “Lo mau sekolah atau balapan?” Ucapnya.

“Hah? Ya sekolah anjir, ini gue pake seragam” Raka yang mendengar hal itu langsung memutar bola matanya dengan malas.

“Sekolah pake jaket denim, rambut ala artis korea, motor ninja, MAKSUD LO GIMANA? LO MAU GUE NUNGGING SELAMA NAIK MOTOR, JER?!” Jero seketika memejamkan kedua matanya saat Raka berteriak. Kemudian saat keadaan mulai kembali kondusif, ia pun membuka kedua matanya.

“Ya... sorry, gue kira lo suka naik motor ginian. Yaudah, nanti-nanti gue—”

“Gaada nanti-nanti, ayo berangkat” Raka berujar sambil mencoba menaiki motor tersebut.

“Udah?” Tanya Jero dan Raka menjawabnya dengan deheman singkat.

“Oke, pegangan” Motor Jero pun mulai melaju kearah sekolah.

“Rak”

“Apaan”

“Lo temen gue smp beneran?”

“Iya”

“Gue ngelakuin kesalahan ya sampe lo cuek gini ke gue?” Motor Jero mulai memasuki area sekolah, banyak mata yang melihat mereka berdua.

“Lo pikir aja gimana” jawab Raka sambil menatap datar orang-orang yang tengah berbisik saat melihat kearah dirinya dengan Jero.

“Serius dong, gue beneran gatau nih” ucap Jero sambil mematikan mesin motornya dan Raka hanya diam. Ia sibuk turun dari motor itu.

“Rak, kalo gue salah tolong maafin” ucap Jero sambil berjalan menyeimbangi langkah Raka.

“Emang lo salah apaan?” Tanya Raka tanpa menatap Jero, pandangannya hanya lurus kedepan.

“Ya... gatau, makanya gue nanya. Tapi ga lo jawab” Raka yang mendengar hal itu sontak memutar bola matanya dengan malas.

“Lupain aja sih, jer”

“Gabisa semudah itu, kalo lo mau gue lupain ini berarti lo harus berhenti cuek sama gue” Langkah Raka berhenti, membuat Jero seketika kebingungan.

“Pertama, lepas jaket denim lo itu” Jero mengernyit kemudian melaksanakan perintah Raka.

“Oke. Yang kedua, lo pake dasi yang bener” Jero semakin mengernyit.

“Gimana?”

“Hah? Lo gabisa make dasi?” Jero mengangguk dengan polos seperti orang bodoh. Raka menghela nafasnya sebentar lalu melangkah sedikit kearah Jero.

Kondisi sepi lorong kelas yang membuat Raka berani bertindak seperti ini, bukan karena apa tapi jika di suasana ramai akan banyak yang membicarakan mereka dan Raka tidak suka hal itu.

Kembali ke mereka, kini tangan Raka dengan cekatan sedang memakaikan dasi pada Jero dan sang pemilik dasi tengah terdiam.

“Selesai. Ck, lo tuh kalo ke sekolah walaupun ga niat jangan kaya gini. Perhatiin kondisi seragam lo” Jero mengerjapkan kedua matanya lalu menatap hasil ikatan dasi yang Raka buat.

“Makasih..” lirih Jero.

“Lebay, segala makasih” ujar Raka dengan sedikit salah tingkah.

“Dan terakhir, lo sebenernya ga ngelakuin kesalahan yang fatal sama gue. Cuman gimana ya... Ah, gitu deh! Ayo buruan ke kelas” Jero menatap punggung sempit Raka yang mulai menjauh hingga sebuah senyum tipis terbit di bibirnya.

“Tungguin gue, rak!”

Pertama kalinya gue ketemu orang yang segitu teliti nya sama penampilan gue. Itu salah satu bentuk perhatian kan?

/sambungan terhubung./

Hallo Alen~” Reggie bersuara lebih dulu saat sambungan mereka terhubung.

'Hallo juga, sayang. Maaf ya, kamu harus nemenin aku gini' Reggie tersenyum tipis dikala mendengar suara sang kekasih.

Gausah minta maaf. Lagian, udah lama kita ga sleep call gini kan?

Suara tawa dari sang kekasih membuat Reggie merasa bahagia di dadanya. Kedua matanya ia pejamkan karena merasa lelah.

'Sayang'

Hm?

'Gimana rasanya saat mimpi kamu terwujud?'

Mendengar hal itu, sontak Reggie membuka kedua matanya yang sempat terpejam tadi.

Rasanya ya.... bahagia. Sangat, sampai aku gabisa berkata-kata saking bahagia nya” Reggie memandang langit-langit kamarnya.

Alen, aku masih ga nyangka mimpi aku yang sempat padam itu bisa terwujud sekarang. Aku ga expect bakal bisa ngerasain hal kaya gini

Hening pun melanda setelahnya.

Tanpa kamu, len. Tanpa kamu yang hadir di hidup aku, reggie yang kamu liat sekarang gaakan pernah ada. Hidup aku berubah karena kehadiran kamu” Reggie tersenyum tipis saat mendengar suara dengkuran halus setelah berbicara.

Udah tidur ya?

Yaudah, aku tutup telponnya. Selamat tidur, pacar kesayangan aku. Semoga besok kamu bisa ngerasain kebahagiaan yang banyak. Love you

/Sambungan terputus./

Galendra menatap beberapa orang yang tengah berbincang di depannya dengan pandangan yang datar. Kedua tangannya diam-diam terkepal karena sedang menahan rasa kesal.

Sebenarnya, Galen itu kesal karena sosok bintang di acara pameran ini tengah menatap kekasihnya dengan penuh rasa kagum dan jangan lupakan senyum menawan nya yang selalu terpatri saat menanggapi ucapan Reggie.

Cih, dasar caper.

Hingga Galen melihat mereka akan berjalan kearahnya, mata Galen dan Reggie pun langsung bertemu. Senyuman cerah mulai terbit dari bibir pink Reggie dan dengan reflek Galen ikut tersenyum.

Mereka kian berjalan mendekati Galen hingga akhirnya Reggie sedikit mempercepat jalannya dan langsung berdiri di samping kekasihnya dan jangan lupakan tangannya yang menggandeng lengan kanan Galen dengan tiba-tiba.

Sebelum itu, perkenalkan kekasih hati saya ini, tuan-tuan. Namanya Galendra” Kalimat Reggie membuat Galen sedikit terkejut begitu juga dengan beberapa orang di depannya.

Loh, dia bukannya fotografer yang sedang terkenal itu kan?” salah satu dari mereka bertanya.

Betul sekali tuan Kim!” Yang di sebut tuan Kim itu langsung mengangguk paham.

Baiklah, mari kita lanjutkan perjalanan menuju tempat karya saya di pamerkan” Ucapan polos dari Reggie membawa tawa orang-orang didekatnya.

Galen tersenyum tipis kemudian menatap Reggie dan dibalas oleh sang kekasih dengan tatapan lembut juga senyuman manisnya.

Mereka pun sampai di tempat khusus yang dimana ada beberapa karya seni Reggie sudah di pajang dengan rapih dan mampu memikat perhatian orang-orang yang datang. Sembari beberapa orang penting tadi sedang melihat-lihat, ada reggie yang tengah menjelaskan makna karya yang ia buat. Sedangkan Galen memilih untuk melihat dari jauh kekasihnya itu, membiarkan Reggie melakukan hal yang selama ini menjadi mimpinya.

Nikmati hari besarmu ini, sayang. Selamat karena perjuangan mu selama ini berakhir dengan baik. Aku bangga sama kamu.

Renjun kini tengah menatap sang kekasih yang sedang sibuk dengan ponselnya. Tangannya bergerak brutal memainkan topeng milik sang dominan. Bibirnya mengerucut sedikit dan matanya juga memancarkan rasa sebal nya.

Tak!

Hei, sayang? Topeng ku nanti rusak kalo kamu gituin” Mendengar hal itu, Renjun langsung memutar bola matanya dengan malas.

Tangannya bergerak untuk menyerahkan topeng itu ke sang pemilik, “Pake” ujarnya dengan nada kesal.

“Hm??” Jaemin memberikan tatapan bingung namun ia memilih mengikuti perintah dari kekasih mungilnya.

Topeng sudah terpasang dan Renjun langsung menampilkan senyum cerahnya, “Lebih ganteng kalo kaya gitu” ucapnya dengan polos.

Jaemin terdiam sejenak lalu berucap, “Maksud kamu?? Gantengan juga kalo ga pake topeng kali” Renjun terkekeh pelan saat mendengar nada suara Jaemin yang sedikit merajuk.

Ayo foto bareng!” Jaemin lagi-lagi memilih untuk mengangguk. Mereka sudah siap berpose hingga sebuah bayangan dari cermin menghentikan jari Renjun untuk menekan tombol potret.

ASTAGA, CHENLE!” Teriakan itu sukses membuat Jaemin sedikit terkejut kemudian mengikuti arah pandang Renjun.

Sosok dengan make up yang menyeramkan dan menatap Renjun sedari tadi pun menampilkan cengirannya yang malah menambah kesan menyeramkan. Ia melangkah kearah Renjun dengan santai.

Aku ikut foto ya!

Dih, jangan! Aku mau foto berdua sama pacarku” tolak Jaemin.

Cih, pelit!” Renjun terkekeh pelan saat melihat perdebatan antara Jaemin dan Chenle.

Dah yuk, pose. Satu... dua... tiga!” Foto mereka berhasil di ambil dan hasilnya keluar dengan bagus.

Ck, ganggu aja kamu, le!

Biarin~

Ssst! Eh, ini bakal ku upload di ig deh

Tag ig ku, yang

Gak

AHAHAHA KASIAN DEH

Sore mulai datang, matahari yang tadi terasa terik dengan perlahan mulai terasa sedikit lebih nyaman. Hembusan angin sepoi-sepoi menambah rasa sejuk sore ini, suara anak-anak yang sedang bermain pun menjadi peramai suasana. Hingga terdengar tawa yang ramai dari teman-temanku, “Ada apa? Kenapa tawa kalian sangat lepas?” Tanyaku pada mereka yang sedang meredakan tawanya. “Ah, itu ahahaha. Nana terlihat sangat bingung dengan ekspresi apa yang harus ia tunjukan saat membaca isi sumpah pemuda” Sontak aku pun menoleh kearah teman ku yang bernama Nana itu dan betul saja, aku melihat kondisi wajahnya yang sangat tak terkendali itu. Senyuman tipis mulai terbit di bibirku, “Kenapa, Na? Apakah membaca sumpah pemuda sangat rumit?” Nana yang mendengar pertanyaan ku langsung menggaruk kepalanya. “Sebenarnya tidak rumit, hanya saja aku bingung... harus bagaimana kondisi wajahku saat membaca sumpah ini” ujarnya dengan pelan sambil menatap kertas yang ia pegang sedari tadi. Teman-teman ku yang lain sudah berhenti tertawa, hening pun melanda sejenak. “Hei, Na. Aku ingin bertanya sesuatu” Temanku yang bernama Juna mulai bersuara, semua mata tertuju pada Juna begitupun aku. “Apa perasaan mu saat membaca sumpah itu?” Pertanyaan nya terdengar sederhana, namun entah mengapa rasanya bibirku ini menjadi bungkam. Seperti, tidak sanggup untuk menjawab. Nana terdiam, lalu setelah beberapa saat bibirnya itu mulai bergerak pelan. “Aku- ah, jujur saja aku merasa sedang mengucapkan materi pelajaran biasa” kami semua mengangguk pelan saat mendengar ucapan Nana. “Berarti itu jawaban dari rasa bingung mu tadi, Na” Juna berucap dengan santai. “Ah, ya! Juna ada benarnya!” Aku berseru saat paham akan maksud Juna. “Maksudmu?” Nana bertanya padaku “Na, sumpah yang kau baca dan hapalkan sedari tadi itu memiliki makna yang sakral. Juga, sumpah itu di buat tidak semudah itu. Kita pernah belajar tentang sejarah sumpah pemuda kan? Masih ingat?” Semua temanku mengangguk. “Jadi, kalian pasti tahu. Apa saja yang harus pemuda saat itu lakukan dan korbankan hingga terbentuklah sumpah ini” Juna memberikan acungan jempol padaku dan teman-temanku yang lain langsung mengangguk paham. “Itu maksudku, para temanku. Kita memang tidak merasakan bagaimana sulitnya untuk membuat sumpah ini tapi bukan berarti kita tidak bisa merasakan semangat saat membaca sumpah ini kan?” Ucapan Juna membuat kami sadar akan kesalahan yang di anggap sepele itu. “Ah... benar, betapa bodohnya aku tidak memikirkan hal itu” ucap Nana dengan suara pelan. Aku dan Juna terkekeh pelan. “Jadi, apa yang harus kau perbaiki saat membaca sumpah itu, Na?” Jendral bertanya dan Nana langsung menyunggingkan senyum lebarnya. “Sumpah ini harus dibaca dengan pembawaan yang semangat, menghayati semua isi sumpah sambil mengenang para pemuda yang telah berjuang. Dengan begitu ekspresi yang cocok akan keluar dengan sendirinya!” Aku bertepuk tangan saat mendengar jawaban dari Nana, begitupun dengan para temanku yang lain. “Sudah siap buat memimpin pembacaan sumpah pemuda saat upacara besok, Na?” Aku bertanya dan Nana langsung mengangguk semangat. “Aku siap!” Semua temanku sontak tersenyum kemudian berseru bersama, “SEMANGAT!” Hari pun berganti, hari ini tepat tanggal 28 oktober sekolah kami melaksanakan upacara bersama. Kami melaksanakan upacara dengan khidmat, mendengarkan amanat dari pembina dengan baik juga menyerukan sumpah pemuda dengan semangat yang berkobar. Temanku, Nana berhasil memimpin pembacaan sumpah pemuda dengan baik. Semangatnya seakan menular pada kami semua, hingga acara pun berakhir dengan kami yang menyanyikan lagu bangun pemuda pemudi bersama. Acara sumpah pemuda tahun ini, berjalan dengan baik dan penuh akan semangat.

Tamat.

Jendral menatap dirinya di spion motornya untuk melihat penampilannya sembari menunggu Raka.

Perfect.

Senyum tipis nya terpatri kemudian helaan nafas keluar untuk mengendalikan rasa gugupnya. Jika kalian melihat Jendral secara langsung, rasanya kalian akan menahan tawa karena melihat tingkah gugup pemuda itu.

“Jen!” Suara itu membuat Jendral menegakkan tubuhnya, matanya berfokus kearah pemuda mungil yang tengah menutup pintu pagar rumah.

“Pagi, udah sarapan?” Jendral meneguk ludahnya dengan susah payah kemudian mengangguk untuk membalas pertanyaan Raka.

“U—udah. Kalo lo?” Raka tersenyum tipis lalu mengangguk.

“Gue juga udah. Jadi... kita berangkat?”

“Ah, iya. Naik aja, Rak”

Raka pun menaiki motor tersebut sambil memegang bahu Jendral, setelah di rasa nyaman dengan duduknya, Raka langsung menepuk bahu jendral.

Let's go, Jen!

“Pegangan, rak”

“Oke!”

Ya Tuhan, Raka hari ini lucu banget. Ga kuat gue.


Motor Jendral sudah terparkir dengan rapih di parkiran sekolah, setelah menata rambutnya sebentar Jendral langsung menoleh kearah Raka yang terlihat tengah mencari sesuatu... atau mungkin seseorang?

“Rak?”

“Eh? Udah selesai?” Jendral mengangguk.

“Yaudah, yuk ke kelas”

Raka dan Jendral kini sedang berjalan di lorong kelas 10, banyak mata yang melihat mereka berdua. Terkadang, Raka sedikit mendengar bisikan orang-orang. Sungguh, rasanya agak asing karena di sekolah lamanya ia tidak pernah ada di posisi ini.

Eh, itu yang disebelah kak Jendral siapa?

Anak baru deh, gue baru liat soalnya

Cakep ya

Cakep sih, tapi kaya ga cocok aja ama kak Jendral

Itulah beberapa kalimat yang sempat Raka dengar, ia langsung tersadar seberapa populernya teman baru nya itu. Jika tahu begini, harusnya ia pergi terlebih dahulu.

Jendral melirik kearah Raka yang tengah menunduk itu, kemudian matanya menoleh untuk melihat sekitarnya.

“Raka”

Pemuda manis itu sedikit mengangkat kepalanya untuk menatap Jendral.

“Hm?”

“Tadi lo liat ganci gue yang di tas?” Raka terdiam sejenak kemudian mengangguk.

“Iya, gue liat tadi. Ganci serigala nya mana? Kok berubah jadi kucing?” Pertanyaan polos dari Raka membuat Jendral terkekeh dan bebarapa detik kemudian jeritan tertahan pun mulai terdengar.

Woy, kak jendral ketawa anjir!

Ih, gila. GANTENG BANGET

Tu anak baru ngomong apa ya sampe bisa bikin jendral ketawa gitu?

ARGH, MEREKA LUCU BANGET

Keadaan sedikit rusuh dan Raka pun merasa sedikit terkejut akan hal itu.

“Ada di rumah, ga gue bawa” ujar Jendral.

“Hng? Kenapa? Padahal bagus loh, cocok di tas lo”

“Oh ya? Tapi gue pikir, lebih bagus gue simpen deh” Raka mengernyit, tak paham dengan maksud Jendral.

“Disimpen...?”

“Iya, soalnya tu ganci kayanya bakal jadi barang paling berharga buat gue” Raka makin tidak paham akan maksud Jendral.

“Maksud nya gimana?” Lagi, Raka mencoba mencari penjelasan dari Jendral.

Pemuda bersurai coklat itu lebih memilih tersenyum tipis, “Rak, ganci itu yang buat kita berdua bertemu dan gue mau simpen dengan baik, biar gue inget terus awal pertemuan kita tuh kaya gimana” ujarnya dengan santai.

Raka terdiam, ia sedang memproses maksud dari kalimat yang Jendral utarakan tadi.

“Jadi... lo mau buat ganci itu jadi barang kenangan?” Jendral mengangguk.

“Siapa tau kan, di suatu saat nanti gue bisa nunjukkin ganci itu ke lo sambil ngasih sesuatu yang luar biasa”

Ini maksudnya apa nih, otak gue ga nyampe anjir.

“Gue ga paham” ucap Raka.

Jendral terkekeh sambil mengusak rambut Raka dengan pelan, “udah nyampe di kelas lo nih, gue duluan ya” Raka mengerjapkan matanya lalu menoleh ke arah belakangnya dan betul saja, mereka sudah berada di depan kelasnya.

“Ga berasa ya...” gumam Raka.

“Semangat belajarnya, nanti kita ketemu lagi pas istirahat. Dah, Raka!” Seruan itu membuat Raka tersentak, tangannya tanpa sadar bergerak melambai kearah Jendral yang tengah berjalan menuju kelasnya.

“Semangat juga, jen...” ujar Raka dengan pelan.

Pertama kali gue di giniin, kok rasanya agak geli ya?

AH ELAH, GUE MALU!

It’s like there is a spark in my heart.

Terlihat pemuda dengan perawakan mungil yang sedang duduk di kursi halte seorang diri kini tengah menatap jalanan kota yang ramai dengan pandangan datar. Sorot matanya tidak menyiratkan perasaan apapun, namun bibir kecilnya terus menggumamkan sesuatu.

Sore hari yang harusnya terasa menyenangkan malah terasa menyesakkan untuk pemuda itu. Suara kendaraan yang berlalu lalang terdengar sangat ramai di telinga nya.

“Sampai kapan aku harus menunggu mu?”

Suara nya terdengar pelan.

“Dimana kau akan menjemput ku?”

Suaranya menyiratkan rasa putus asa.

“Aku lelah, lelah dengan semua ini”

Matanya mengeluarkan setetes air mata, terlihat menyedihkan.

“Kemana aku harus pulang? Tolong, hampiri aku. Beri tahu aku jalan untuk pulang”

Sakit. Dada pemuda itu terasa sakit, tangan kanannya meremat bagian dada kirinya.

“Kau jahat sekali”

Ucapannya seakan meluap ke langit.

“Bajingan”

Itulah kata terakhirnya sebelum beranjak dari kursi halte. Matanya memejam sejenak kemudian menatap jalanan yang ada di depannya dengan kosong. Kaki jenjangnya tanpa sadar melangkah menuju jalanan yang ramai itu.

Orang-orang sekitar mulai berteriak, suara klakson kendaraan mulai terdengar, namun telinga pemuda itu seakan di sumpal sesuatu.

Ia tidak dapat mendengar, melihat dan merasakan apapun.

Bibirnya saja yang terus berucap dengan pelan, “Aku ingin pulang” kalimat itu terus berulang ia katakan.

Hingga seorang pemuda bersurai hitam legam, mulai berlari ke arah pemuda mungil itu. Tangannya terulur untuk menggapai pemuda itu.

“KUMOHON SADARLAH!” Teriakan itu membuat pemuda mungil itu menghentikan langkahnya.

Kepalanya menoleh ke belakang namun baru saja ia akan melihat sosok yang mengejarnya, dirinya langsung merasa di hantam dengan keras.

Melayang, tenang, kemudian gelap.

“Maaf, maafkan aku yang terlambat. Maaf” suara dan kalimat terakhir yang ia dengar dari orang yang ia tunggu selama ini menjadi penutup penantiannya.

Aku akhirnya pulang.

Raka kini sedang berjalan menuju arah kantin dengan perasaan yang kacau. Jantungnya bertalu dengan kencang, nafasnya terasa sedikit tersendat, bibirnya terus merapalkan doa untuk menenangkan dirinya, juga jangan lupakan tangan Raka yang terus mengibas dengan pelan di samping tubuhnya.

Tenang, Rak. Lo cuman mau ketemu temennya Gema bukan malaikat pencabut nyawa. Lo pasti bisa, lo itu anaknya pak sunandar. Lo berani!

Begitulah isi batin dari seorang Raka Dewa Sunandar saat ini. Hingga tak terasa tinggal lima langkah lagi untuk memasuki wilayah kantin sekolah. Raka mengedarkan pandangan matanya hingga ia pun melihat sesosok Gema yang tengah melambaikan tangannya.

Ayo, Rak. Lo cuman kenalan abis itu makan cimol terus balik ke kelas, gitu doang kok!

Raka mengangguk kepalanya dengan pelan lalu berjalan menuju meja tempat Gema dan para temannya duduk.

“Halo, bro. Udah selesai ad—”

“Lo bisa ga jangan bikin gue malu?” Gema tertawa saat mendengar respon dari Raka, ia mengangguk pelan lalu mempersilahkan Raka duduk di sebelah seorang pemuda yang sedari menatapnya dengan penasaran.

Kalo boleh jujur ya, Raka tuh tau lagi di liatin sama tu orang jadinya agak ngerasa risih sama salting dikit sih.

Cakep sih orangnya.

“Nah, guys. Ini dia, Raka yang gue bilang tadi” Semua mata di meja itu kini menatap Raka.

Aduh, gue berasa seleb jadinya. batin Raka sambil menampilkan senyum ramah di wajahnya.

“Oh, lo raka? Hai, gue yuda”

Raka menganggukkan kepalanya untuk merespon perkenalan itu. “Salken, yuda”

“Gue Saka, terus yang di sebelah lo itu Naren. salken, Rak!” Raka tersenyum kecil sambil menatap saka kemudian matanya beralih untuk menatap Naren. Orang yang menatap dirinya dengan penasaran tadi.

“Iya, salam kenal” ucap Raka.

“Lo udah punya pacar?” Pertanyaan itu keluar dari mulut Naren dengan bebas, sontak seisi meja itu langsung terkejut.

“Lemes banget tu mulut” cercah Gema.

Raka tertawa canggung sambil menggeleng pelan, “Emang kenapa? Aura jomblo gue kerasa ya?”

Naren diam sejenak lalu mengangguk. “Iya, aura jomblo lo kuat banget”

Gelak tawa pun terdengar dan Raka hanya bisa ikut tertawa walaupun dalam batinnya ia tengah memisuhi Naren.

Anjing.

“Kalo gue—”

“Udah tau, lo jero. Temen sebangku gue” Jero menaikkan satu alisnya saat mendapatkan respon dari Raka.

Pikir Jero, mengapa hanya dirinya yang di beri respon dengan agak cuek dan dingin? Padahal sama yang lain terkesan ramah kok.

'Haduh, Jer. Lo lupa banget sama sosok Raka smp ternyata. Semangat ya, jangan sampe tertekan menghadapi sikap Raka nantinya.'

“Lo kok kaya sensi banget sama gue, Rak?” Raka yang tengah menusuk cimol nya langsung menoleh kearah Jero.

“Gatau, muka lo ngeselin”

Jero seketika tersenyum getir dan temannya yang lain tengah tertawa.

“Padahal gue udah mencoba ramah” gumam Jero namun karena Raka itu pendengarannya hampir sama kaya kelinci. Dia denger dong gumam-an nya Jero.

“Kalo gitu jangan ramah sama gue, kok ribet banget” Ujar Raka kemudian ia melahap cimolnya dengan santai.

Jero menatap Raka dengan pandangan tidak percaya, ia ingin merespon namun kedatangan seseorang membuat dirinya urung untuk merespon Raka.

“Udah kelar ketemu bu Dian nya, komandan?” Suara Naren membuat Raka yang tadi sibuk dengan cimol nya langsung penasaran akan orang yang baru saja datang itu.

Kepalanya terangkat untuk melihat orang itu hingga beberapa detik kemudian matanya membulat dan jangan lupakan bibirnya yang sedikit terbuka karena saking terkejutnya.

“Lo—loh? Hah? Bentar, lo kok mirip—” Raka yang tadinya menunjuk orang yang baru saja datang itu kemudian berpindah untuk menunjuk Jero. Gerakan itu terus berulang dengan pandangan yang bingung.

“Kembar, Rak” ucapan Gema membuat Raka sontak menutup mulutnya dengan satu tangannya yang bebas.

“Serius?” Ujar Raka sambil dengan perlahan melepaskan tangannya dari mulut.

“Yaiya, lo pikir Jero membelah diri?” Ucap Naren menambahkan.

“Dia Jendral, yang rambutnya gelap ya Rak. Kalo yang terang mah si Jero tuh”

Raka langsung mengunyah sisa cimol yang ada di mulutnya kemudian menelan dengan cepat. “Sejak kapan lo punya kembaran?” Tanya Raka sambil menatap Jero.

Yang di tatap seketika bingung, “Ya... dari lahir?”

“Ya bener itu mah anjing, gue tau lo pasti punya kembaran sejak di perut emak lo. Cuman—AH ELAH, POKOKNYA GUE KAGET” Semua orang yang ada di meja itu bahkan beberapa orang yang ada di dekat mereka langsung menatap Raka dengan aneh.

“Lo kenapa, Rak? Sehat?” Raka memutar bola matanya kemudian kembali memakan cimolnya sembari menatap Jendral. Begitupun dengan Jendral yang kini tengah menatap Raka dengan bingung.

“Lo— kayanya kita pernah ketemu?”

“Ah yang bener lo, rak? Si Jero kali” Ujar Yuda di sela memakan bakso nya.

“Engga, gue inget. Bentar....— Lo yang punya ganci serigala kan?” Jendral menatap Raka dengan terkejut.

“LOH, JADI LO—”

“Kantin, Jen. Ini kantin, jangan bikin gue malu” Sela Saka sambil menepuk bahu Jendral.

Jendral berdehem singkat, “uhm, makasih buat balikin ganci gue itu” Raka mengangguk santai.

“Nah, guys. Kalo gitu, bisa kan masukin Raka ke geng kita? Cielah, bahasa gue keren banget” Ucap Gema.

“Gue sih yes, Raka makanannya merakyat” ujar Yuda.

“Maksud lo merakyat???” Tanya Raka dan Yuda merespon dengan sebuah cengiran.

“Ngikut” ucap Naren dengan santai.

“Boleh aja sih” kini Saka menimpali.

“Kembar?” Gema menatap si kembar, menunggu persetujuan dari mereka.

“Raka baik, boleh masuk” Ujar Jendral di sela meminum teh botolnya.

“Aaaa, gema gue di bilang baik masa” Gema memutar bola matanya saat mendengar respon Raka yang agak alay itu.

“Terus, lo gimana jer?”

“Ada satu syarat, lo bisa lebih baik ke gue ga sih? Masa sama Jendral bisa, ke gue gabisa?” Raka menatap Jero sebentar kemudian menggeleng.

“Doain semoga bisa” Jero menghela nafasnya kemudian mengangguk.

“Yaudah, fiks Raka join ya. Selamat datang di kece geng, Rak” Raka mengangguk.

“Tengkyu. Terus kalo udah masuk geng, gue harus apa?”

“Jadi babu kita” itu Naren yang bilang.

“Ramein grup aja” ucap Saka.

“Kasih contekan kalo ada ulangan” nah, kalo ini Yuda yang bilang.

“Ga bener ternyata, gue mau left aja”

“Ga salah gue masukin lo ke geng ini, satu spesies ternyata” ujar Gema.

“Wkwkwk, yaudah. Semoga kita bisa jadi sahabat—”

“Skip alay”

“ANJING, NAREN LO NYEBELIN BANGET. KITA BARU KETEMU LOH?!”

“Maaf, kebiasaan”

“Rame banget dah. Udah lah, cabut ke kelas sana lo pada”

Temen baru semoga banyak kenangan indah yang terjadi ya.

Alen!!

Reggie berseru semangat saat menuruni anak tangga. Sedangkan kedua dominan yang sedang mengobrol pun seketika terdiam lalu menoleh keasal suara.

Pelan-pelan, re” Sang kepala keluarga rumah itu berseru.

Reggie mengangguk kemudian sedikit memelankan langkahnya. Matanya terus memancarkan binar bahagia dan jangan lupakan senyum manis yang selalu bertengger di bibirnya.

Pagi, ayah!” Reggie menghampiri ayahnya kemudian memeluk singkat pria itu.

Bunda!” Reggie kini berlari menuju sang bunda yang sedang sibuk memberi makan ikan. Pelukan hangat juga kecupan singkat di pipi, reggie berikan pada sang bunda.

Dan terakhir, Reggie berlari menuju Galen kemudian memeluk kekasihnya dengan erat.

Pagi, Alen!

Pagi juga, sayang

Pelukan pun terlepas. “Kalo begitu kami pamit ya, yah, bund

Iya, hati-hati

Tolong jagain anak saya ya, jangan dikasih makan manis terus

Dah, bunda dan ayah!

Reggie menggenggam tangan Galen dengan erat, mereka berdua kini berjalan menuju motor Galen yang terparkir di halaman rumah Reggie.

Galendra menatap Reggie sebentar lalu tersenyum tipis, tangannya terangkat untuk memakaikan helm si manis.

Makasih, Alen~

Sama-sama. Yuk, siap berangkat?

Siap!


Haekal!

loh, Reggie?? Ih, gila. Udah lama kita ga ketemu” Reggie tersenyum saat mendengar kalimat itu dari bibir Haekal.

Lo juga, len. Jarang banget kesini” Galen pun langsung meringis pelan.

Sorry

Yah, gapapa. Lo juga pasti sibuk banget. By the way, mau mesen apa kalian?” Reggie menatap menu dengan pandangan bingung. Kemudian matanya beralih untuk menatap Galen.

Aku bingung, kamu yang pesen aja” Galen terkekeh pelan lalu mengangguk.

Menu sarapan biasa aja, kal. Tambah susu putih anget sama hot coffee latte deh, susu nya jangan kebanyakan” Haekal mengangguk paham.

Beres bos, pesanannya bakal dateng sebentar lagi” Galen tersenyum tipis kemudian mengeluarkan dompetnya untuk membayar pesanan mereka.

Makasih, kal. Kita tunggu ya

Makasih, ekal. Nanti kalo free samperin meja kita ya, udah lama kita ga ngobrol kan?

Haekal tersenyum sambil mengangguk, “Siap, nanti gue ajak bang malik sekalian

Oke!

Reggie dan Galen kini sudah duduk di meja yang dulu selalu menjadi tempat favorit mereka untuk makan siang bersama.

Astaga, sudah lama sekali mereka tidak merasakan makan siang bersama di tempat seperti ini. Walaupun sekarang mereka datang untuk sarapan, tapi rasanya tetap sama kok. Masih manis dan hangat.

Cafè kalo pagi rame juga” Ujar Reggie sambil menatap sekitar cafè tersebut.

Kalo ga rame kasian bang malik nya stres” Jawab Galen dengan santai.

Heh! Kamu kalo ngomong di jaga” Galen terkekeh pelan.

Maaf

Hmm, oh iya! Bunga nya gimana?” Galen seketika menatap jam tangannya.

Sebentar lagi di anter kesini” Reggie pun langsung mengangguk paham.

Bunga apa aja yang kamu pesen?

Seperti biasa

Permisi, pesanannya” Reggie dan Galen seketika menoleh.

Eh? Bang malik? Widih, ganti warna rambut lo?” Ujar Galen.

Yaiyalah, menjelang tahun baru nih. Yakali kagak ganti warna rambut” Reggie seketika bingung saat mendengar kalimat Malik.

Tahun baru? Bukannya dua bulan lagi ya, kak?

Malik dan Galen sontak tertawa. “Memang, tapi kan persiapan di awal gaada salahnya kan?” Reggie sebenarnya masih bingung, namun ia memilih mengangguk.

Akhirnya mereka bertiga pun mulai mengobrol bersama, ditemani beberapa potong roti lapis juga minuman hangat. Haekal pun menyempatkan diri untuk datang ke meja itu. Obrolan mereka pagi itu tidak jauh dari membahas masa lalu, hubungan Reggie Galen, juga pekerjaan masing-masing.

Udah mulai jam sembilan nih, bang. Gue sama reggie pamit ya

Eh, iya ya? Yaudah, makasih banyak udah dateng kesini. Kalo bisa sering-sering dong

Di usahakan, kak. Sebenernya aku mah bisa aja sering kesini, cuman dia nya aja sibuk mulu” Adu Reggie dan Malik langsung terkekeh.

Jangan sibuk-sibuk, Len. Kasian nih bayi lo kesepian

Ga segitunya, bang. Kita sering ketemu kok

Iya, dah. Percaya, yaudah hati-hati di jalan ya” Reggie dan Galen mengangguk sambil tersenyum.

Haekal, kita pamit ya!

Oh?! Yo! Hati-hati di jalan!

Reggie dan Galen pun berjalan keluar dari cafè bersama. Dengan tangan yang saling menggenggam dan tangan yang lain membawa bucket bunga yang indah.

Seneng, re?” Reggie tersenyum lebar.

Seneng! Sekarang, ayo ketemu mama sama papa kamu!

Iya, ayo


Reggie meletakkan bunga berwarna putih itu dengan perlahan di dekat batu yang berukir nama Papa dari Galen.

Re” Reggie menoleh kemudian berjalan menuju Galen lalu berjongkok di sebelah kekasihnya.

Halo, mama dan papa. Galen datang, udah lama galen ga kesini. Maaf ya, ma, pa” Galen menatap sendu dua batu yang saling bersampingan itu.

Galen datang kesini sama Reggie” Reggie mengusap punggung kekasihnya, ia memilih diam. Mempersilahkan Galen bercerita dengan kedua orang tuanya.

Ma, pa. Kalian lihat kan apa yang selama ini Galen lakuin? Iya, pa. Akhirnya Galen nerusin studio papa, seperti yang papa minta dulu. Maaf ya, pa. Dulu Galen sempet nolak, maaf” Galen menarik nafasnya sejenak.

Ma, sebentar lagi impian mama yang belum sempet kesampaian bakal Galen wujudkan. Mama mau keluarga kita di kenal banyak orang kan? Sebentar lagi ya, ma. Galen bakal buat itu semua terjadi” Setitik air mata Galen dengan perlahan jatuh.

Ma, Pa. Galen minta tolong ya, tolong doakan Galen disana. Doakan Galen untuk bisa menghadapi semuanya dengan baik sampai dapet hasil yang baik nantinya

Amin” Gumam Reggie dengan pelan. Galen menoleh kearah sang kekasih kemudian tangannya pun bergerak untuk menggenggam tangan mungil itu.

Juga minta doa nya untuk kelancaran hubungan kami” Reggie yang tadi menunduk seketika mengangkat kepalanya.

Amin” Gumam Reggie kemudian saat sadar akan ucapan Galen.

Semoga ya, Alen” Galen tersenyum sambil mengeratkan genggaman tangan itu.

Iya, semoga


Langit sore...

Galen dan Reggie kini sedang berjalan santai di taman dekat rumah Reggie. Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. “Kenapa sama langit sore?” Tanya Galen saat mendengar gumam-an dari Reggie.

Gapapa. Aku tiba-tiba ke inget sama kejadian itu” Reggie mengeratkan genggaman tangannya dengan Galen.

Kejadian itu ya...

Kemudian sunyi melingkupi keduanya. Mereka sibuk memikirkan sesuatu yang sama. Di temani dengan semilir angin sore yang mulai sejuk.

Berarti kita itu emang takdir ya?” Galen tertawa pelan.

Iya, kita udah di takdir-in ternyata

Eh, Re

Hm?

Aku jadi sadar, dari awal kamu itu selalu ada di saat aku lagi ngerasa hari itu berat banget ya?” Reggie menoleh kearah Galen.

Iya? Kebetulan yang baik dong” Ucap Reggie.

Tapi, re. Aku belum tentu ada di saat kamu ngerasa hari itu berat banget buat kamu” Reggie terdiam sejenak kemudian senyum lembutnya muncul.

Kamu selalu ada kok, Alen. Buktinya kamu ada di waktu kejadian itu” Galen mengernyit.

Tapi itu sekali doang? Di hari selanjutnya, kamu ga ngerasa ada di titik terberat kehidupan emangnya?

Gaada

Kamu jangan boong

Beneran, gaada. Kamu tau ga sih? Dengan hadirnya kamu di kejadian itu, bagi aku udah cukup kok. Kenapa? Karena cuman di hari itu doang aku ngerasa aku ada di titik terberat kehidupan

Langkah keduanya terhenti. Mereka berdiri dengan saling berhadapan, satu tangan yang saling menggenggam dan mata yang saling menatap satu sama lain.

Bunyi daun pohon yang terbawa angin menjadi latar keduanya, suara kecil dari pengunjung taman yang lain menjadi pengiring keduanya.

Re...

Alen, kamu ada di samping aku selalu juga udah cukup buat aku. Aku ga masalah kalo kamu semakin sibuk sama kerjaan kamu, aku ga masalah cuman di cari pas kamu ngerasa capek, aku gapapa, Alen. Yang penting, aku masih bisa liat senyum kamu, di peluk kamu dan di ajak ngobrol sama kamu. Kaya gitu doang udah cukup kok

Alen, kita sama-sama saling menyembuhkan rasa capek yang ada di dalam hidup kita” Galen menatap Reggie dengan pandangan haru. Sedangkan Reggie menatap Galen dengan tatapan tulus juga lembut.

Re...

Reggie yang baru saja ingin menjawab panggilan itu langsung mengurungkan niatnya, karena Galen dengan tiba-tiba menarik tangannya kemudian mendekap tubuhnya dengan erat.

Maaf kalo aku belum jadi pacar yang sempurna buat kamu” Reggie tersenyum sambil mengelus punggung Galen.

Manusia gaada yang sempurna, Alen. Tapi kamu udah cukup menjadi pacar yang baik buat aku kok

Re, aku sayang sama kamu

Ga bosen bilang kaya gitu terus?

Gabakal bosen

Ahahaha, oke oke. Aku juga sayang sama kamu

Sore itu, Reggie dan Galen pun menghabiskan waktu mereka berdua dengan baik.

Sungguh satu hari yang menyenangkan.

Nobody is perfect, but I think your relationship is perfect.

Reggie kini tengah mengelus surai milik kekasihnya yang sekarang sedang memeluk dirinya dengan erat. Ia menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Reggie dan tangannya semakin erat memeluk pinggang ramping Reggie.

Alen

Hm

Kamu gamau cerita tentang hari kamu?

Galen memejamkan matanya sejenak, menikmati elusan yang Reggie berikan serta mengatur nafasnya agar tenang.

Aku dapet tawaran dari perusahaan brand besar. Jadinya gitu, studio jadi lebih sibuk buat ngatur semuanya” Reggie mengangguk paham dalam diamnya.

Tapi tadi ada kejadian, salah satu staff bagian design lupa save beberapa konsep foto nanti. Dan ya... akhirnya aku pulang telat buat bikin konsep itu” Kemudian Galen pun semakin menenggelamkan wajahnya dalam pelukan itu.

Berat ya...

Banget, re

Tapi kamu hebat loh, len

Galen memilih diam untuk mendengarkan ucapan si manis. “Kamu hebat bisa handle semuanya dalam satu hari dan kamu juga hebat banget karena udah bisa jadi atasan yang profesional. Padahal kamu baru lakuin ini semua selama tiga bulan” ujar Reggie dengan suara lembutnya.

Aku bangga banget sama kamu dan aku yakin orangtua kamu juga bangga sama kamu yang sekarang

Kamu jangan bikin aku nangis

Loh? Alen jadi cengeng?

Engga gitu, sayang

Ahahaha, iya. Aku bercanda

Lalu hening, mereka sedang menikmati irama detak jantung mereka.

Re, makasih karena terus ada di samping aku

Terimakasih kembali

Aku sayang kamu

Aku juga. Aku sayang sama kamu