Tragedi.
tw // mayor character dead, accident, car crash. you can play Akhir tak bahagia by Misellia.
Tidak mendapat jawaban apapun dari sang kekasih membuat Hares frustasi, ia hampir saja melempar benda pipih kesayangannya itu. Matanya beralih untuk menatap kondisi di depannya.
Sangat parah.
Awalnya ia mencoba bersabar menunggu kemacetan ini reda, namun instingnya berkata bahwa ia harus mendekati area kecelakaan itu.
Hares meminggirkan motornya kemudian berlari menuju area tersebut, kakinya terus berlari seakan tujuan yang dituju akan memberikan jawaban dari rasa khawatirnya. Hares tidak mempedulikan pandangan orang-orang, ia hanya fokus berlari.
Hingga sampailah ia, disana area kecelakaan beruntun itu berada satu meter di depannya. Nafasnya menderu, jantungnya berdetak dengan kencang, dan tubuhnya seketika bergetar kuat.
Kacau, kondisi di tempat itu kacau.
Matanya mencoba menelisik mobil apa saja yang terkena tragedi ini, hingga kelamnya menemukan satu mobil taxi yang berada di antara mini bus dan truk. Mobil itu terlihat seakan hancur lebur.
Dalam otak Hares tiba-tiba memutar suara Raden yang menyebutkan kata taxi.
“Gak, ga mungkin. Ga mungkin itu taxi Raden” gumam nya dengan gemetar.
Hares meremas rambutnya dengan kuat, menundukkan kepalanya namun ia masih mencoba untuk melihat taxi yang setengah hancur itu dan ada beberapa pihak berwajib yang mencoba mengeluarkan sesuatu.
“Ga mungkin, res. Bukan, pikiran lo jelek. Ga mungkin Raden ada disana, dia bukan di taxi itu” gumam nya lagi, mencoba menenangkan dirinya yang bergetar.
Hingga ia melihat, beberapa tenaga medis mendorong salah satu ranjang berisi korban menuju ambulan dan mereka melewati Hares.
Hares menatap korban yang di bawa para medis, matanya ia tajamkan dan disana ia melihat tangan kanan korban yang bergantung.
Ada sebuah tanda lahir kecil di tangan kanan tersebut.
Hares terdiam sejenak, menatap medis yang tengah melakukan pertolongan pada korban tersebut dengan kosong.
Kaki nya seketika lemas dan ia pun langsung terduduk karena tidak kuat menahan rasa gemetar di dalam dirinya. Air matanya dengan perlahan menetes, kedua tangannya terkepal dan kepalan tangan kanan pun terangkat untuk memukul dadanya.
“Bangun, Ares. Bangun” ujarnya sambil terus memukul dadanya.
Tingkah Hares ternyata di lihat oleh satu tenaga medis, karena merasa penasaran, tenaga medis itu pun mendekati Hares.
Ia berjongkok di depan Hares dan mencoba menghentikan tangan Hares, namun Hares masih terus memukul dadanya.
“Hei, ada apa?” Hares menatap orang tersebut lalu dengan suara pelan, ia bertanya.
“Seperti apa wajah korban itu?” Sang tenaga medis itu pun langsung menjawab, “Wajahnya kecil dan tadi ada kacamata yang bertengger di hidungnya”
Mendengar hal itu, Hares langsung menangis dengan kencang. Tenaga medis itu pun langsung bingung namun beberapa detik kemudian ia paham akan situasinya.
Tangannya mencoba untuk membantu Hares untuk berdiri, lalu menuntun-nya berjalan kearah korban yang Hares maksud.
Namun saat di jarak beberapa langkah lagi, Hares menghentikan langkahnya. “Saya gabisa, saya gabisa untuk mendekat”
“Jika kamu tidak bisa mendekat, bagaimana caranya agar kamu tau bahwa dia orang yang kamu tangisi?” Hares menatap orang tersebut kemudian mencoba melangkah sendiri dengan perlahan.
Hingga ia pun sampai di samping ranjang pasien tersebut, salah satu tenaga medis lainnya pun dengan perlahan membuka kain yang menutupi wajah sang korban.
Iya, benar. Dia adalah orang yang Hares tangisi.
Raden Akala.
Hares langsung jatuh terduduk di samping ranjang tersebut, ia menangis kembali, sambil meraungkan nama kekasihnya.
Para tenaga medis di sekitarnya, menatap dirinya dengan iba bahkan beberapa orang ikut menangis.
“Maaf, korban tidak berhasil kami selamatkan” ujar salah satu tenaga medis disana.
Hares terus menunduk, menangis, memukul dan berteriak.
“Raden, kenapa? KENAPA KAMU PERGI?!”
“KENAPA KAMU NINGGALIN AKU, RADEN?! KENAPA?!”
“Kenapa Raden... kenapa kamu malah pergi ke tempat itu, kamu bilang kalo kamu bakal pergi sebentar... bukan selamanya kan? Tapi apaan ini?”
Matanya pun menatap tangan Raden yang bergantung di sisi ranjang, disana ia melihat sebuah kalung yang tidak asing di matanya. Tangannya bergerak untuk mengambil kalung tersebut dan saat ingat tentang kalung tersebut, Hares kembali menangis.
“Jadi, benar ya kita pernah bertemu sebelum di kejadian buku hilang itu? Kita pernah ketemu di rumah sakit dan kamu yang waktu itu ngasih aku semangat untuk sehat lagi? Itu kamu ya, Raden? Kenapa ga bilang dari awal? Kenapa kamu harus bohong bahwa kita tidak pernah bertemu? Bodoh”
Hares tertawa pelan lalu tangannya menggenggam tangan Raden. Dingin dan kaku. Tidak seperti biasanya, hangat dan lembut.
Raden dan momen bahagia mereka berdua berubah dalam waktu singkat.
“Maaf, maaf dan maaf” Hares menggenggam tangan Raden lalu di dekatkan pada keningnya, matanya pun terpejam.
“Makasih, makasih dan terimakasih atas selama ini Raden” ujarnya masih dalam posisi itu.
“Iya, sayang. aku juga sayang kamu, kamu juga harus bahagia disana ya” lalu Hares kecup tangan dingin nan kaku itu. Matanya terpejam dan air mata masih berderas keluar.
Lalu Hares pun berdiri dengan perlahan, mundur selangkah untuk memberikan ruang pada para tenaga medis yang membawa kekasih hatinya masuk ke dalam ambulan.
“Mau masuk?” Hares menggeleng pelan sambil tersenyum tipis.
“Saya akan menyusul, tolong jaga raga kekasih saya” Tenaga medis itu pun mengangguk dan pintu ambulan tertutup.
Mobil tersebut melaju, membawa raga kesayangannya dan meninggalkan dirinya di belakang.
“Maaf, Raden. Ternyata kita berakhir dengan tidak bahagia”
Kita dipertemukan semesta walau berakhir dengan tidak bahagia.
Akhir Tak Bahagia.