cw // angst
tok tok tok!
“Jeno, keluar. Kamu belum sarapan sedari tadi”
Ya, pelaku yang mengetuk pintu kamar Jeno adalah Renjun. Si malaikat manis itu terus mengetuk pintu kamar sang pemilik rumah karena sedari pagi, Jeno tidak keluar dari kamarnya. Dan itu sangat membuat Renjun khawatir.
Di tambah... ini hari terakhirnya.
Renjun menatap telapak tangannya yang hampir transparan, matanya yang selalu menyorotkan binar bahagia kini terlihat sangat sendu. Saking merasa sedihnya, sosok rubah dalam dirinya pun menampakkan diri untuk menenangkan Renjun.
Jangan terlalu sedih, itu tidak baik rubah itu berucap di pikiran Renjun.
Aku tau, tapi entah mengapa ini rasanya sangat menyedihkan jawab Renjun sembari menatap pintu kamar Jeno.
Jangan melewati batasmu, Renjun. Kau berbeda dengannya Renjun terdiam saat mendengar kalimat itu.
Ah, hampir saja ia lupa dengan batasnya.
Lalu, bagaimana dengan Jeno?
Tenang saja, dia akan keluar sebentar lagi Renjun menatap sosok rubah itu lalu mengangguk.
“Jeno, bongshik dan aku akan menunggu di ruang tamu” ujarnya lalu menggendong bongshik menuju ruang tamu.
Beberapa saat kemudian, Jeno keluar dengan penampilan yang jauh dari kata baik-baik saja. Berantakan dan kacau.
“Renjun...” suara purau itu membuat Renjun berhenti mengelus Bongshik yang ada di pangkuannya, ia menoleh dan terlihat lah Jeno.
“Jeno...” gumam Renjun sembari menatap Jeno dengan sendu.
Jeno berjalan pelan menuju kearah Renjun lalu duduk disebelahnya. Hening melingkupi keduanya untuk beberapa menit.
“Je—”
“Apa kau akan benar-benar pergi?” Bibir Renjun seketika bungkam saat mendengar partanyaan itu.
“Kau bisa lihat sendiri bagaimana keadaan ku sekarang” Jeno menatap tubuh Renjun dari bawah hingga atas.
Benar-benar memudar.
“Jika kamu melihat sosok rubah yang terbang di samping ku, itu tandanya sepuluh menit lagi aku akan benar-benar tak terlihat oleh mu” Jeno menatap sekitar Renjun dan sosok rubah itu belum terlihat di matanya.
Syukurlah.
“Ren, apa kau tidak bisa menetap selama seminggu lagi?” Pertanyaan yang dilontarkan dengan nada putus asa membuat Renjun merasakan sesak di dadanya.
“Tidak bisa, jen” Jeno pun mengangguk paham.
“Jangan terlalu sedih... besok ibu mu akan pulang dan sebentar lagi kamu akan dipertemukan dengan jodohmu, juga jangan lupa kini kau mempunyai dua orang sahabat. Kau tidak akan sendiri lagi, Jeno... hidup mu akan lebih berwarna” Jeno meremat tangannya diatas paha, ia sedang menahan air matanya.
“Tapi semua itu akan terasa berbeda” lirih Jeno.
“Apa yang berbeda? Bukankah itu akan terasa sa—”
“KARENA KAMU TIDAK ADA LAGI DI SISI KU!” Ini pertama kalinya Renjun mendengar teriakan Jeno.
Menyeramkan.
“Maaf...” hingga kata itulah yang bisa Renjun ucapkan pada akhirnya.
Air mata Jeno dengan perlahan keluar, membuat kepalanya menunduk dan hal itu adalah pemandangan terburuk di mata Renjun.
“Jangan menunduk, Jeno”
“Kau membuatku sedih, Renjun. Bi—bisakah kau tetap disini? Sebagai pasangan hidupku? Tolong, Renjun. Aku tidak berbohong mengenai perasaan itu, aku benar-benar sudah mencintai dirimu”
“Maaf”
Lagi, kata itu keluar dari mulut Renjun. Jeno menatap Renjun sembari menangis, tangannya bergerak untuk menyentuh wajah Renjun namun—
“Ren... kenapa tangan ku menembus wa—”
Disana, matanya melihat sosok rubah itu. Tangan Jeno seketika bergetar.
“Jeno, apa kedatanganku hanya menambah beban di hatimu? Apakah aku menambah rasa sakit dalam hidupmu?” Tanya Renjun dengan pelan dan Jeno langsung memejamkan matanya.
Ia tidak kuat, sangat tidak kuat untuk menjawab. Namun, inilah hal terakhir yang harus dirinya lakukan.
“Tidak, Injun”
“Kau bisa jujur, Jeno”
Jeno mencoba untuk menampilkan senyum nya dihadapan Renjun, walaupun air mata terus keluar dari matanya.
“Renjun, malaikat ku. Aku tidak merasakan sakit dan bertambahnya beban dalam hidup juga hatiku karena kehadiranmu. Kau berhasil, Renjun. Kau berhasil membuat diriku merasakan kebahagiaan kembali, hatiku sudah sangat merasa tenang sekarang” ujarnya.
Renjun menatap Jeno, “Aku benar-benar berhasil?”
“Iya, kau bahkan berhasil membuat hati ku yang selalu kosong ini penuh dengan dirimu. Aku mencintaimu, Renjun”
Setetes air mata Renjun keluar.
“Apa kau juga merasakan hal itu?” Jeno berusaha untuk menyentuh wajah Renjun yang sudah hampir menghilang itu.
“Iya, Jeno. Aku juga mencintaimu”
Jeno dan Renjun saling menatap lalu tersenyum, dengan perlahan mereka menyatukan dahi keduanya. Memejamkan mata mereka untuk menenangkan perasaan yang seharusnya tidak ada.
“Ingat ya, Jeno. Pertahankan semuanya hingga akhir nanti, kejarlah semua hal yang membuatmu bahagia karena kamu pantas untuk merasakan kebahagiaan.” Ucap Renjun.
“Apa aku harus mengejarmu? Kau salah satu kebahagiaan ku, Renjun” Keduanya tertawa pelan, masih dengan saling menyatukan dahi mereka.
“Ingat selalu kata-kata ku ya, Jen. Juga, jaga bongshik dengan baik. Tenang saja, dia tidak akan membuat alergimu kambuh” Seakan mengerti maksud Renjun, Bongshik pun duduk di pangkuan Jeno.
“Apa aku akan kesepian lagi?” Tanya Jeno dengan pelan.
“Tidak akan, kau tidak akan merasa kesepian lagi”
Dahi keduanya terlepas, kini saling menatap satu sama lain. “Bisakah kau membawaku pergi bersamamu?” Renjun menggeleng.
“Jeno, tempat kita berbeda. Namun walaupun kita berbeda, aku akan selalu di samping mu. Kalau begitu, sampai jumpa tuan bermata sabit! Bahagia selalu ya!”
Ratusan kunang-kunang mulai menyerbu tubuh Renjun hingga sosok itu menghilang.
Iya, Renjun menghilang dari pandangan matanya. Meninggalkannya sendiri. Aura rumah yang hangat dan nyaman, Renjun tinggalkan sebagai hadiah terakhir untuk Jeno.
“Bongshik... bukankah dia malaikat yang aneh? Tiba-tiba datang dan disaat aku nyaman, ia malah pergi meninggalkanku” Si kucing hanya membalas dengan dengkuran halus.
Jeno menatap sekitar rumahnya, memori tentang Renjun pun terputar di otaknya.
“Apa dia akan kembali?”
“Aku merindukannya, bongshik.... apa yang harus aku lakukan tanpa dirinya?”
Lagi dan lagi, air mata Jeno turun.
“Baiklah, Renjun. Selamat tinggal, akan selalu ku ingat semua pesanmu. Ku harap, suatu saat nanti kita bisa bertemu kembali.
Dan jika Tuhan mengizinkan, jadilah pasangan hidupku di kehidupan selanjutnya. Aku mencintaimu”
Semoga doa mu dikabulkan.
Sebuah jalan takdir yang tidak dapat di tebak. Berat memang rasanya karena ditinggalkan olehnya, namun aku percaya inilah jalan terbaik untuk hidupku juga hidupnya. Semoga kamu juga bahagia selalu ya, Renjun.
Sampaikan pada Tuhan doaku yang tadi. Karena aku benar-benar ingin menjadi pasangan hidupmu kelak.
—T A M A T.