Hai.

Bell pulang sekolah sudah berbunyi, Hares pun segera membereskan perlengkapan nya kemudian keluar kelas menuju tempat pertemuannya dengan sang penemu black note book kesayangannya.

Setelah sampai di tempat perjanjian, matanya langsung bergerak ke kanan dan kiri untuk mencari orang itu. Hingga ia merasakan sebuah tepukan di bahu nya.

Kepalanya menoleh ke belakang dan langsung nampaklah, pemuda bersurai coklat terang dengan kacamata yang bertengger di pangkal hidungnya. Bibir pemuda itu melengkung keatas sedikit sebagai awal sapaan pada Hares.

“Hai, Hares kan?” Hares mengerjapkan matanya beberapa kali lalu mengangguk. Pemuda itu memberikan sebuah buku pada Hares dan dengan pelan Hares pun menerima buku itu.

“Makasih” ujar Hares sambil menatap mata pemuda di depannya.

“Sama-sama. Lain kali, jangan ceroboh kaya gini lagi ya” Hares menaikkan satu alisnya namun kepalanya bergerak pelan untuk mengangguk.

“Nama lo Rendra?” Rendra, pamuda yang menemukan buku kesayangan milik Hares. Pemuda itu mengangguk sebagai jawaban.

“Kita pernah ketemu?” Kali ini Rendra yang menaikkan sebelah alisnya.

“Lo ngerasa kita pernah ketemu?” Hares pun mengangguk dengan ragu.

“Mungkin? Gue juga gatau” Rendra terkekeh pelan saat melihat raut wajah Hares yang sedikit berubah.

Suara tawa pelan itu terdengar sangat lembut dan halus. Tanpa sadar, jantung Hares berdetak sangat kencang juga perutnya terasa sedikit geli.

Astaga, apa yang terjadi pada dirimu Hares?

Hares masih menatap Raden dengan pandangan yang entah apa artinya dan itu membuat Raden sedikit bingung dan gugup.

Apa ada yang salah dengan tawa nya?

Batin Raden sembari mengalihkan pandangannya kearah lain. “Err, kalo gitu... gue duluan ya?” Suara Raden yang terdengar seperti sedikit gemetar membuat kesadaran Hares kembali.

“O—oh, iya. Sekali lagi makasih ya, Raden” sang pemilik nama pun tersenyum lalu mengangguk.

“Dah, Hares! Hati-hati di jalan nanti” Raden melambaikan tangannya sembari berjalan menjauh dari Hares.

Hares membalas lambaian itu dengan pelan sambil menyunggingkan senyum tipisnya. Lalu saat Raden hilang dari pandangan nya, tangannya beralih untuk mendekap buku kesayangannya itu.

Tidak Mungkin Hares mengalami cinta pada pandangan pertama, kan?


Kini Hares sedang ada di sebuah perpustakaan, duduk di kursi pojok dekat jendela. Ia menghela nafasnya dengan gusar, pulpen yang ia pegang pun ia letakkan dengan kasar.

Entahlah, rasanya ia sangat frustasi karena pemuda yang ia temui kemarin. Harusnya ia tidak merasa begini, karena itu pertemuan pertama mereka... mungkin?

Hares menatap jendela yang ada di sampingnya, saking fokusnya ia tidak sadar ada seseorang yang duduk disebelahnya. Suara pelan ketukan meja membuat Hares menoleh ke asal suara.

Matanya seketika melebar, bibirnya pun sedikit terbuka, tubuhnya seakan kaku. Iya, ia melihat pemuda yang seharian ini membuat dirinya frustasi.

“Hai, Hares. Kita ketemu lagi, eh gue gapapa kan duduk disini?”

Hares mengangguk kencang, “Boleh. lo boleh banget duduk disitu”

Melihat respon yang sedikit heboh itu membuat Raden tertawa pelan, mata indahnya sampai melengkung karena tertawa dan Hares tidak melewatkan itu semua dari pandangannya.

“Raden... gue boleh minta nomor lo ga?”