Sadar.
Setelah acara baku hantam dengan kedua sahabatnya itu kini Juna tengah melamun sembari menatap guru yang sedang menyampaikan beberapa materi yang belum sempat di bahas.
Dalam otak Juna ia berpikir, sudah tiga hari semenjak sepupu nya izin untuk tidak masuk ke sekolah dan selama tiga hari itu pula Juna selalu merasa resah akan sesuatu.
Entahlah, juna juga tidak terlalu paham apa yang membuatnya resah. Yang pasti, Juna yakin perasaan resah ini di mulai sejak kejadian di kantin.
Helaan nafas berat kembali keluar dari hidungnya dan hal itu membuat teman sebangkunya melirik kearah dirinya. Juna tahu Rajen selalu mencuri pandang kearahnya namun ia memilih untuk acuh dan menatap kearah guru yang sedang mengajar.
Menyebalkan batin Juna kemudian menunduk untuk mencatat sesuatu di buku tulisnya.
“Juna...” suara yang seperti sedang berbisik itu membuat Juna menoleh ke sumber suara. Juna menjawab dengan tatapan bingung kearah teman sebangkunya.
“Kenapa?” Tanya Rajen dengan pelan, Juna diam sejenak kemudian menggelengkan kepalanya.
Setelah itu mereka berdua pun kembali sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing hingga tak terasa bell pulang pun berbunyi.
Jam pulang sekolah kini di percepat dan hari ini bell berbunyi pukul 14.30.
Juna membereskan alat tulisnya kemudian beranjak dari duduknya, kaki jenjangnya melangkah dengan tenang menuju keluar kelas.
Tanpa di sangka di samping pintu kelas ada Rajen yang tengah bersandar, “ngapain, jen?” Tanya Juna. Sebenarnya Juna agak malas untuk bersuara karena sudah terlalu lelah dengan hari ini, namun kembali ke realita sangat tidak mungkin ia mengabaikan sahabat nya itu.
Rajen yang tadi sedang bermain ponsel nya sambil bersandar langsung menegakkan tubuhnya lalu menaruh ponselnya di saku. Ketika matanya bertemu pandang dengan Juna secara reflek senyum nya pun terbit, Juna yang melihat itu pun sedikit tersentak namun secepat mungkin ia menormalkan wajahnya dan membalas senyuman Rajen.
“Pulang?” Juna sontak tertawa saat mendengar pertanyaan Rajen sedangkan yang bertanya kini menatapnya dengan pandangan bingung.
“Rajen, lo tuh kalo mau nanya jangan pake pertanyaan yang udah jelas lo tau apa jawabannya” Ujar Juna setelah selesai tertawa dan Rajen sontak tersenyum canggung lalu mengusap tengkuknya.
“Gi—gitu, ya?” Rajen terkekeh lalu menggeleng pelan.
“Yaudah, gue duluan ya” Juna menepuk pundak kanan Rajen kemudian berjalan menuju gerbang sekolah. Rajen yang melihat punggung Juna semakin menjauh sontak berlari kearah Juna.
“JUN, AKU ANTER YA!”
Sial!
Juna menatap lelah kearah Rajen yang kini berdiri di hadapannya sembari menyerahkan helm padanya. Matanya menatap helm berwarna kuning itu sejenak kemudian menatap Rajen dengan tatapan sengit. Rajen kini tengah tersenyum—ah, lebih tepatnya ia sedang menahan tawa karena melihat tatapan sinis Juna yang terlihat sangat lucu baginya.
“Ngerepotin, jen”
“Engga, juna~”
“Ck, lo tuh ya!”
“Hehehe, yuk? Keburu sore banget”
“Nyebelin”
“Iya, sama-sama Juna”
Juna memakai helm nya dengan malas dan Rajen yang melihat hal itu sontak terkekeh kecil, “mau sampe kapan berdiri? Kamu mau jalan sambil make helm?” Juna mendengus kemudian bergerak naik keatas motor Rajen.
“Pegangan ya, aku gamau kamu kebawa angin”
“Ngeselin!”
“Iya, makasih yang lebih lucu” Rajen berujar tanpa sadar dan kalimat yang ia ucapkan itu cukup membuat bibir Juna terkatup rapat seketika.
Motor Juna pun kini bergerak keluar area sekolah dan Juna masih senantiasa diam, tentu saja hal itu membuat Rajen yang sedang mengendarakan motornya merasa khawatir. Ia takut Juna kerasukan hantu sekolah, “Juna?” Yang di panggil pun hanya berdehem singkat.
Motor Rajen berhenti sejenak untuk menunggu lampu lalu lintas yang berwarna merah, “Kamu kenapa?” Rajen ingin sekali menengok kearah belakang namun yang ia lakukan malah menatap Juna dari kaca spion.
“Gapapa” ujar Juna dengan suara pelan dan untung saja Rajen masih bisa mendengar suara Juna.
Rajen diam sejenak untuk berpikir dan Juna juga kembali diam.
“Lagi buru-buru pulang, jun?”
“Iya, kangen kasur” Rajen tersenyum kecil saat mendengar jawaban Juna.
“Kalo aku ajak ke taman deket komplek kamu, mau ga?” Juna diam sejenak kemudian ia menghela nafasnya.
“Terserah”
—You can play never not by Lauv
Jam menunjukkan pukul 15.30, biasanya di jam ini Juna baru pulang sekolah. Itulah mengapa ia menerima ajakan Rajen karena memang biasanya ia akan pulang dari sekolah ke rumah di jam-jam segini.
Alasan lain ia menerima ajakan Rajen adalah ia ingin beristirahat sejenak sebelum mendapat sesuatu yang lebih buruk di rumah nanti.
Juna duduk bersandar di kursi yang tersedia di sekitar taman tersebut, merilekskan tubuhnya yang sedikit kaku. Matanya terpejam untuk menikmati semilir angin sore, nafasnya yang sedari tadi rasanya sesak kini sedikit demi sedikit pun normal kembali.
“Udah lama ga kesini” Ujar Rajen sembari menyamankan duduknya di sebelah Juna.
“Emang biasanya kemana?” Ujar Juna dengan mata yang masih terpejam, Rajen menengok kearah Juna sebentar lalu tersenyum kecil.
“Di rumah, tempat les, cafe, mall” Juna membuka matanya sedikit untuk melihat wajah Rajen.
Wait, muka rajen kenapa keliatan sendu?
“Tempat rame semua” ucapan Juna membuat Rajen mengangguk.
“Ella suka milih tempat yang rame” Kini mata Juna sudah terbuka kembali, kemudian ia pun memperbaiki cara duduknya.
“Lo suka?” Rajen menoleh kearah Juna dan kini mereka pun saling bertatapan, pohon-pohon sekitar bergerak halus mengikuti arah angin dan suara khas anak kecil menjadi latar keduanya.
Mata Rajen seperti tidak mau berhenti untuk menyelami iris indah milik Juna, rasanya Rajen tengah menyampaikan sesuatu pada Juna dan hal itu membuat rasa lelahnya sedikit demi sedikit meluap. Sedangkan yang ditatap tengah merasa kacau, pikirannya seperti sedang tidak berfungsi juga jantung nya tengah memompa dengan sangat cepat.
“Engga” Jawaban Rajen membuat Juna sedikit merasa terkejut, ia jadi berpikir sesuatu yang melenceng dari topik. Salahnya juga sih yang bertanya dengan kalimat yang tidak jelas.
“Tapi aku nyoba buat suka sih, kan Ella suka ke tempat kaya gitu. Jadi ke depannya aku juga bakal sering ke tempat ramai sama dia” Sambung Rajen.
Juna menatap wajah bagian samping milik Rajen yang tengah menatap kearah depan, mendengar kalimat Rajen tadi entah kenapa dada nya tiba-tiba merasa sesak. Seperti sedang di hantam batu yang sangat besar.
“Lo sayang banget sama Ella?”
Bodoh, Juna bodoh. Kenapa kau bertanya sesuatu yang mungkin jawabannya nanti akan membuat mu bertambah merasa sesak?
Rajen menoleh kearah Juna sembari tersenyum kecil, pemuda itu tidak langsung menjawab melainkan memilih untuk menatap Juna sebentar.
Jen, jangan natap aku kaya gitu.
Beberapa detik kemudian Rajen pun mengangguk pelan, “Iya, jun. Aku sayang banget sama Ella, sepupu cantik kamu itu”
Kini dirinya seperti sedang tersambar petir, entah perasaanya saja atau tubuhnya sedikit bergetar?
Kenapa sesek ya, jen?
“Yah... walaupun Ella kadang nyebelin sih, tapi kebanyakan sifatnya itu bikin aku nyaman sama dia. Apalagi kalo udah mode lucu sama dewasa nya keluar, bikin aku pengen meluk dia erat banget”
Jen, bisa berhenti cerita in dia kalo sama aku?
“Segitu sayang nya ya, jen?”
“Iya!”
Juna tersenyum membalas senyuman Rajen kemudian mengangguk paham, “Tolong jaga dia, ya? Jangan bikin dia nangis atau ngerasain sakit, jen” ucap Juna sembari menahan bibirnya yang bergetar tanpa melunturkan senyuman nya di hadapan Rajen.
“Iya, jun. Pasti”
“Kalo dia lagi mode nyebelin jangan di bentak atau marahin, Ella ga suka kalo di kaya gituin”
Padahal dirinya sedang menahan rasa sesak juga tangis, tapi kenapa bibirnya tidak mau berhenti berbicara?
“Tolong bahagia in dia, jen”
Rajen sedikit tersentak mendengar suara Juna yang sedikit berbeda dari sebelumnya.
“Aku usahain, jun”
Juna tersenyum kecil lalu beranjak dari duduknya, ia menepuk pundak Rajen sambil meremat kecil.
“Gue duluan, ya”
Tanpa mendengar respon Rajen, Juna pun langsung berjalan meninggalkan Rajen di belakangnya.
Sore itu pun Juna menjadi tahu jawaban dari semua pertanyaan yang ada di benaknya, jawaban dari semua rasa resah di dalam dirinya, juga jawaban dari alasan dirinya yang selalu merasa gugup jika Rajen memperlakukan dirinya dengan manis.
Juna menyukai Rajen.
Rajen, sahabatnya dan pacar dari sepupunya.
Why him?