Setuju?
Setelah selesai dengan urusan di kamar mandi juga handphone nya, Juna pun berjalan keluar bilik menuju arah wastafel untuk mencuci tangan nya. Ia mengeringkan tangan nya dengan tisu sambil menatap dirinya di cermin yang ada di hadapannya.
Suasana kamar mandi yang sunyi sedikit membuat Juna merasa takut namun tersimpan juga rasa tenang di dalam dadanya. Di suasana seperti ini, biasanya akan ada suara yang mengusik dirinya dan itu sangat membuat Juna merasa jengkel.
“Dasar anak tidak tahu untung!”
“Harusnya kamu lahir sebagai perempuan jika akhirnya begini!”
“Gue jijik liat lo”
Bukannya merasa marah atau apapun, hanya saja di saat seperti ini ia menjadi berpikir jika dirinya ternyata sangat tidak berguna untuk hidup di dunia ini. Mengapa dirinya memilih untuk lahir ke dunia ini?
“Sudah, juna. Jangan mulai” gumam nya pada diri sendiri.
Senyum tipis Juna pun terbit kala melihat bayangan nya di cermin yang juga tersenyum, Juna merasa sedang di beri semangat. Walau faktanya, itu hanya bayangan dirinya.
Setelah selesai, Juna pun keluar kamar mandi menuju kearah kantin. Kaki nya berjalan dengan pelan, menikmati udara pagi yang berhembus. Keadaan sekolah kini sedikit lebih ramai karena beberapa menit lagi, bell masuk akan berbunyi. Sepasang mata indah itu menelisik setiap sudut yang menarik perhatiannya.
Hingga ia pun sampai di tujuan.
“Hai, juna!” Sapaan riang dari orang yang baru saja menepuk pundaknya itu membuat Juna menoleh.
“Halo, kak damar” Ujar Juna sembari membalas senyuman lebar sang kakak kelas yang akhir-akhir ini dekat dengannya.
“Mau beli sarapan?” Tanya Damar dan Juna menggeleng kecil.
“Aku mau—” ucapan Juna terputus saat merasakan getaran halus dari handphone yang ada di saku celana nya.
“Bentar ya kak” Damar mengangguk paham dan Juna pun mengangkat panggilan yang membuat hp nya bergetar tadi.
“Halo”
“Jun, lo lagi dimana?”
“Di kantin, na”
“Oke, kita otw”
“Hm”
Sambungan telepon pun terputus, Juna kembali memusatkan atensi nya pada Damar. “Cari meja yuk, kak? Temen ku pada mau nyusul kesini” Damar mengangguk paham kemudian ia menarik tangan Juna dengan halus menuju meja yang sudah menjadi incaran nya kala Juna sibuk menelpon tadi.
Sedangkan yang ditarik pun hanya pasrah, terlalu malas untuk menolak dan juga Juna tau sifat kakak kelas nya itu. Kak Damar itu orang nya suka narik tangan orang lain, itu yang Juna pikir.
“Err... ini kenapa pada diem?” Juna memecah keheningan di meja yang ia juga teman nya tempati. Pasalnya sedari para sahabatnya datang, yang pertama mereka lakukan adalah menatap Damar yang duduk di sebelah Juna. Tatapan mereka terlalu misterius, entah apa yang sedang mereka pikirkan saat ini. Sedangkan yang ditatap kini tengah asik memakan nasi uduk nya.
“Lo berdua pacaran, ya?”
Uhuk!
“Pelan-pelan minum air nya, jen. Kagak ada yang bakal minta juga”
Iya, bukan Juna atau Damar yang terbatuk tadi. Melainkan malah Rajen yang tadi sedang meminum air mineralnya.
Semua tatapan orang yang ada di meja tersebut sekarang terpusat kearah Rajen, setiap pasang mata itu menatapnya dengan pandangan yang berbeda-beda.
“So—sorry” ujar Rajen dengan gugup sembari mengelap sisi bibir nya dengan tisu.
“Hmmm” suara Nandra tiba-tiba terdengar, pemuda berzodiak leo itu pun menatap kearah yang berzodiak gemini dengan pandangan yang sangat aneh.
Seperti sedang bertelepati, senyum keduanya tiba-tiba muncul bersamaan dan hal itu cukup membuat Juna merasa merinding seketika.
“Bang, kalo lo suka Juna buruan di serius in dong. Kasian gue bang, liat Juna yang jomblo sejak lahir” Ucapan Haidar membuat senyum Damar terbit seketika.
“Betul kata idar, bang. Siapa tau lo bakal jadi cinta pertama juga terakhir dalam hidup Juna”
Astaga, kepala Juna rasanya sangat pening melihat tingkah aneh dari dua sahabatnya itu. Bisakah mereka menjadi normal sehari saja?
“Oh, kalian setuju kalo gue sama Juna pacaran nih?” Tanya Damar dan Juna pun langsung saja menatap Damar dengan pandangan tidak percaya.
“Setuju lah! Iya ga, jen?” Rajen yang di sebut namanya pun sedikit merasa panik, tatapannya tidak sengaja bersibobrok dengan iris mata Juna yang sedang menatapnya dengan pandangan yang seperti penasaran jawaban apa yang akan ia ucapkan.
“I-iya, setuju. Kasian juga liat Juna yang jomblo dari lahir” ucapnya lalu mengalihkan tatapannya kearah lain.
“Tuh kan, bang!” Ujar Haidar dengan riang, Damar pun terkekeh sembari menggelengkan kepalanya.
Tanpa mereka tahu, di saat yang lain merasa senang ada satu orang yang merasa sedikit sedih dengan jawaban yang Rajen lontarkan tadi.
i shouldn't feel this way, right?