Haidar.
Juna menghela nafas lelah setelah melihat isi roomchat nya dengan haidar, Dasar kagak jelas batin Juna. Walaupun batin nya memisuhi haidar tapi bibir siswa manis itu menyunggingkan sebuah senyuman.
“Idar... idar...” gumam Juna lalu mengadahkan kepalanya kearah langit.
“Cerah ya” komentar nya saat melihat langit yang berwarna biru itu.
“Juna~” suara lirih yang terdengar di telinga kiri nya membuat Juna dengan reflek menoleh dan seketika wajah terkejutnya berubah menjadi wajah datar.
“Galak amat tu muka” Cibir orang yang berada di sebelah Juna.
“Diem atau gue pukul?” Haidar tertawa melihat Juna yang sedang mengancamnya.
“Serem~” Ucap Haidar sembari menyamankan duduknya di sebelah Juna lalu membukakan botol aqua pesanan Juna tadi.
“Nih” Juna menerima botol aqua itu kemudian meminum sedikit air itu.
“Tumben ga beliin yang dingin?”
“Masih pagi gaboleh minum es” Juna memutar bola matanya malas dan Haidar hanya tersenyum melihat tingkah sahabat manisnya itu.
Keadaan keduanya pun hening, hingga haidar pun membuka kembali percakapan antar keduanya.
“Lo... kenapa?” Juna yang baru saja ingin membuka tutup botol aqua langsung berhenti sebentar namun setelah itu ia kembali melanjutkan gerakannya.
“Gapapa” jawab Juna setelah menegak airnya.
“Ck, jangan boong dong jun” pinta Haidar.
“Lah, gue ga boong dar. Buktinya, gue sehat nih” Haidar menatap mata Juna sebentar lalu memutuskan pandangannya untuk mengambil permen yang ia beli.
Permen dengan rasa susu coklat itu Haidar buka kemasannya, kemudian permen itu ia berikan pada Juna.
“Thanks bro~” ucap Juna lalu memakan permen itu.
Haidar mengunyah permen susu itu sebentar sembari memikirkan sesuatu sedangkan Juna hanya mendiamkan permen itu di dalam mulutnya sambil melihat langit yang semakin terasa terik karena matahari.
“Kadang gue bersyukur bisa sekolah ini deh” ujar Juna tiba-tiba.
“Emang biasanya kagak?” Pertanyaan haidar di abaikan oleh Juna.
“Di ini sekolah ada rooftop jadi gue bisa liat langit kaya gini” lanjut Juna.
Haidar menatap sisi kiri wajah Juna sambil mengunyah permen nya kemudian ikut melihat langit seperti yang Juna lakukan.
“Langit itu udah kaya obat penenang lo ya, jun?” Juna mengangguk kecil.
“Iya, kalo liat langit rasanya beban yang gue bawa tuh langsung melu—” Juna menghentikan ucapannya lalu dengan cepat ia menoleh kearah haidar.
Haidar tersenyum kemudian tangan kanannya ia bawa untuk mengusap surai Juna dengan lembut.
“Kalo boleh tau, beban apa aja yang lo bawa kesini jun?” Juna terdiam, bingung ingin menjawab apa.
“Ceritain ke gue, jun. Apa yang udah sepupu lo lakuin ke diri lo hari ini”
Mampus.