Cemburu.

Galendra menatap tajam kearah meja dekat jendela yang terdapat dua orang laki-laki yang duduk saling berhadapan. Yang terlihat dominan nampak sekali sangat mencari perhatian dari yang manis dan hal itu sangat menjengkelkan untuk Galendra lihat.

Tungkainya berjalan menuju meja tersebut lalu—

Awas, itu kursi gue” ujarnya dengan suara yang tegas membuat dua orang tersebut menoleh.

Gue ga nemu nama lo tuh di kursi ini” ujar salah satunya.

Jangan cari gara-gara di tempat gue kerja.” lagi, Galendra berujar dengan tegas dan penuh penekanan.

Cih, lo yang pertama cari gara-gara” jawab sang empu berambut blonde. Galendra mengepalkan kedua tangannya hingga ia merasakan telapak tangan yang halus mencoba untuk melepaskan kepalan tangannya.

Matanya menoleh kearah si manis, “Re...” Reggie tersenyum tipis sembari menggeleng pelan seakan memberi pesan—

Gapapa, gausah di perpanjang

Galendra menghela nafasnya, tangannya bergerak untuk mengambil kotak bakal yang reggie bawa lalu menarik pemuda manis itu dengan lembut agar berdiri dari duduknya.

Kamu pindah ke meja itu ya? Nanti aku nyusul” bisik Galendra dan Reggie pun hanya mengangguk lalu berjalan menuju meja yang Galen maksud.

Kenapa lo malah nyuruh dia kesana?! Gue belum selesai ngobrol sama dia!” Galendra menatap tajam pemuda yang satu lagi.

Stop, Haje. Jangan sampe karena ini, gue nganggep lo lebih dari musuh di arena.” Haje tersenyum licik sambil menatap Galendra dengan remeh.

Kenapa? Gue liat-liat lo posesif banget sama Reggie

Apa urusannya sama lo?

Haje terkekeh pelan, “Jelas urusan gue, kan gue mau dapetin Reggie

Lo ga pantes buat dia, brengsek!

Kok lo bilang gitu? Gue tanya deh, emang lo siapa nya Reggie?

Galendra mengeraskan rahangnya, menatap nyalang Haje yang kini nampak santai duduk di kursinya.

Lo mau tau, gue siapanya Reggie?” Haje mengangguk lalu Galendra pun bergerak sedikit mendekat kearah pemuda bersurai blonde itu.

Dia punya gue dan selamanya akan begitu.

Lalu Galendra pun berjalan kearah Reggie yang sudah menyiapkan makan siang untuk pemuda itu, dia meninggalkan Haje yang terdiam karena kalimat yang diucapkan dengan penuh penekanan itu.