Rasa bingung dan sumpah.
Sore mulai datang, matahari yang tadi terasa terik dengan perlahan mulai terasa sedikit lebih nyaman. Hembusan angin sepoi-sepoi menambah rasa sejuk sore ini, suara anak-anak yang sedang bermain pun menjadi peramai suasana. Hingga terdengar tawa yang ramai dari teman-temanku, “Ada apa? Kenapa tawa kalian sangat lepas?” Tanyaku pada mereka yang sedang meredakan tawanya. “Ah, itu ahahaha. Nana terlihat sangat bingung dengan ekspresi apa yang harus ia tunjukan saat membaca isi sumpah pemuda” Sontak aku pun menoleh kearah teman ku yang bernama Nana itu dan betul saja, aku melihat kondisi wajahnya yang sangat tak terkendali itu. Senyuman tipis mulai terbit di bibirku, “Kenapa, Na? Apakah membaca sumpah pemuda sangat rumit?” Nana yang mendengar pertanyaan ku langsung menggaruk kepalanya. “Sebenarnya tidak rumit, hanya saja aku bingung... harus bagaimana kondisi wajahku saat membaca sumpah ini” ujarnya dengan pelan sambil menatap kertas yang ia pegang sedari tadi. Teman-teman ku yang lain sudah berhenti tertawa, hening pun melanda sejenak. “Hei, Na. Aku ingin bertanya sesuatu” Temanku yang bernama Juna mulai bersuara, semua mata tertuju pada Juna begitupun aku. “Apa perasaan mu saat membaca sumpah itu?” Pertanyaan nya terdengar sederhana, namun entah mengapa rasanya bibirku ini menjadi bungkam. Seperti, tidak sanggup untuk menjawab. Nana terdiam, lalu setelah beberapa saat bibirnya itu mulai bergerak pelan. “Aku- ah, jujur saja aku merasa sedang mengucapkan materi pelajaran biasa” kami semua mengangguk pelan saat mendengar ucapan Nana. “Berarti itu jawaban dari rasa bingung mu tadi, Na” Juna berucap dengan santai. “Ah, ya! Juna ada benarnya!” Aku berseru saat paham akan maksud Juna. “Maksudmu?” Nana bertanya padaku “Na, sumpah yang kau baca dan hapalkan sedari tadi itu memiliki makna yang sakral. Juga, sumpah itu di buat tidak semudah itu. Kita pernah belajar tentang sejarah sumpah pemuda kan? Masih ingat?” Semua temanku mengangguk. “Jadi, kalian pasti tahu. Apa saja yang harus pemuda saat itu lakukan dan korbankan hingga terbentuklah sumpah ini” Juna memberikan acungan jempol padaku dan teman-temanku yang lain langsung mengangguk paham. “Itu maksudku, para temanku. Kita memang tidak merasakan bagaimana sulitnya untuk membuat sumpah ini tapi bukan berarti kita tidak bisa merasakan semangat saat membaca sumpah ini kan?” Ucapan Juna membuat kami sadar akan kesalahan yang di anggap sepele itu. “Ah... benar, betapa bodohnya aku tidak memikirkan hal itu” ucap Nana dengan suara pelan. Aku dan Juna terkekeh pelan. “Jadi, apa yang harus kau perbaiki saat membaca sumpah itu, Na?” Jendral bertanya dan Nana langsung menyunggingkan senyum lebarnya. “Sumpah ini harus dibaca dengan pembawaan yang semangat, menghayati semua isi sumpah sambil mengenang para pemuda yang telah berjuang. Dengan begitu ekspresi yang cocok akan keluar dengan sendirinya!” Aku bertepuk tangan saat mendengar jawaban dari Nana, begitupun dengan para temanku yang lain. “Sudah siap buat memimpin pembacaan sumpah pemuda saat upacara besok, Na?” Aku bertanya dan Nana langsung mengangguk semangat. “Aku siap!” Semua temanku sontak tersenyum kemudian berseru bersama, “SEMANGAT!” Hari pun berganti, hari ini tepat tanggal 28 oktober sekolah kami melaksanakan upacara bersama. Kami melaksanakan upacara dengan khidmat, mendengarkan amanat dari pembina dengan baik juga menyerukan sumpah pemuda dengan semangat yang berkobar. Temanku, Nana berhasil memimpin pembacaan sumpah pemuda dengan baik. Semangatnya seakan menular pada kami semua, hingga acara pun berakhir dengan kami yang menyanyikan lagu bangun pemuda pemudi bersama. Acara sumpah pemuda tahun ini, berjalan dengan baik dan penuh akan semangat.
Tamat.