Setelah membaca pesan dari Arvian, Denan tentu saja merasa terkejut. Namun, untungnya kesadarannya tidak hilang begitu saja. Ia langsung bergegas merapihkan pakaian juga tatanan rambutnya, beralih menuju cermin untuk melihat wajahnya, setelah dirasa rapih pun ia langsung melesat membukakan pintu rumahnya.
Sosok Arvian yang tengah tersenyum sambil melambaikan sebuket bunga di tangannya kearahnya, terlihat dengan jelas. Senyuman di bibir si manis pun tidak bisa di tahan, setelah itu kaki nya melangkah dengan tenang menuju Arvian.
“Hai”
Sapaan ramah dengan suara khas Arvian, lagi lagi membuat senyum Denan terbit.
“Halo, Arvi” Balasnya, sambil sedikit terkekeh pelan.
Arvian tersenyum tipis kemudian tangannya bergerak untuk menyerahkan buket bunga itu kearah Denan, yang tentu saja akan diterima oleh si manis.
“Mawar orange? Lucu juga” Ya, Arvian memberikan sebuket mawar berwarna oranye pada Denan.
“Suka?” Dan Denan hanya mengangguk kecil sebagai jawaban.
“Kalo gitu.... kita bisa pergi date hari ini?”
Pertanyaan itu membuat Denan terdiam sejenak, memikirkan akan pertemuannya dengan kedua sahabat hari ini. Ia pun kembali menatap Arvian dan rasanya mata pemuda itu seakan menghipnotis dia untuk berkata,
“Iya, ayo”
Maaf, hazl cello.
Arvian tersenyum lebar lalu tangannya terangkat untuk mengusakkan surai lembut Denan.
“Mau langsung atau siap-siap dulu?”
“Boleh siap-siap dulu?”
Arvian tersenyum kembali lalu ia menganggukan kepalanya.
“Silahkan, tapi gue nunggu disini aja”
Denan mengangguk dan tanpa basa-basi, ia langsung melesat menuju dalam rumahnya untuk bersiap sekaligus memberitahu para sahabatnya bahwa ia tidak jadi ikut berkumpul.
Sekitar 10 menit Denan habiskan untuk bersiap. Untuk kali terakhir, ia kembali menatap dirinya di cermin. Sempurna. Sudah selesai ia bersiap, ia juga tidak lupa untuk menaruh bunga yang Arvian beri di vas yang sudah terisi air agar bunga nya tidak layu.
Selesai. Kaki nya pun kembali melesat menuju keluar untuk menemui Arvian yang mungkin saja sudah merasa bosan.
“Arvian!”
Mata Arvian yang tadinya fokus pada handphone langsung teralihkan pada Denan.
Manis dan lucu.
Itulah dua kata menurut Arvian cocok sekali untuk mendeskripsikan bagaimana penampilan Denan.
“Mau kemana sih, manis?” Godaan dari Arvian membuat Denan sedikit malu namun yang ia lakukan hanya tertawa.
“Mau date sama cowo ganteng nih”
Tepat sasaran. Jantung Arvian kini langsung berdetak dengan sangat kencang. Bahkan tanpa ia sadari, telinga nya sedikit memerah.
“Bisa aja. Dah, yuk?”
“Let's go!“
“Woaah!!”
Mulut Denan kini membentuk huruf O sempurna, matanya juga terlihat memancarkan antusias yang sangat menyilaukan. Arvian yang duduk di depan Denan pun memilih untuk memandangi pemuda itu dalam diam.
“Cantik”
Ucapan Arvian membuat Denan mengangguk setuju tanpa mengalihkan matanya dari pemandangan indah di sampingnya.
“Iya, pantai nya keliatan cantik dan berkilauan”
Arvian terkekeh pelan, “Pemandangan depan gue lebih indah, Den” Kalimat itu membuat Denan menoleh kearah Arvian.
Ia bingung sebentar, namun ia seketika paham akan ucapan Arvian. Secara otomatis pipinya bersemu dan matanya langsung beralih kearah lain.
“Apasih, Arvi” Gumaman Denan tentu saja terdengar jelas oleh Arvian. Jadi, pemuda itu langsung tertawa.
Oh, omong-omong. Mereka sedang berada di lantai dua sebuah cafè yang di depannya tersaji pemandangan hamparan laut dan pasir putih yang nampak berkilau karena pancaran sinar matahari.
“Suka tempat ini?”
“Hm, suka. Makasih udah ajak gue kesini”
“Dengan senang hati” Ucapan Arvian yang terdengar lembut, berhasil membuat Denan terjatuh dalam pesona Arvian. Entah untuk yang ke-berapa kali.
“Dalam rangka apa ajak gue kesini?”
Arvian mengangkat sebelah alisnya, “Menurut lo apa?” Denan terdiam sebentar kemudian mengangkat kedua bahunya, tanda ia tidak tahu.
Arvian pun menopangkan dagunya dengan kedua tangannya, menatap Denan sejenak kemudian berujar, “Dalam rangka... gue mau lo nyobain dessert di cafè ini. Enak banget, lo pasti suka”
Denan terkekeh pelan, setelah itu mengangguk sambil berujar terimakasih pada pelayan yang membawakan pesanan mereka, tepat ketika Arvian selesai berbicara.
“Looks delicious, ini rekomendasi dari lo?” Ujar Denan sembari mengagumi tampilan cantik dari makanan manis yang tersedia.
“Iya. Jadi nikmatin, oke?” Denan tersenyum lalu mengangguk.
“Selamat makan, Arvi”
“Selamat menikmati, Manis”
Denan dan Arvian pun sibuk memakan makanan mereka dengan hening. Pasalnya, mereka terlalu menikmati rasa yang luar biasa dari makanan manis itu.
Beberapa saat kemudian, makanan mereka pun tandas.
“Enak!” Seruan Denan entah mengapa terdengar sangat lucu bagi Arvian.
Tanpa ia sadari kembali, hatinya merasa senang dan hangat saat mendengar kata itu dari Denan. Juga jangan lupakan detak jantung yang sudah berpacu dengan cepat.
“Enak banget?”
“Banget! Makasih udah ajak gue kesini, Arvi” Melihat senyuman dari Denan yang nampak tulus, entah mengapa membuat Arvian merasa sedikit resah. Namun, ia mencoba untuk mengabaikan hal itu.
“Mau coba bales rasa terimakasih nya ga? Biar gue juga bisa ngerasa bahagia kaya lo sekarang” Ucapan Arvian mendapat kernyitan pada dahi Denan muncul.
“Mau apa?”
“Jawab dulu. Mau ga?”
Dengan ragu, Denan pun mengangguk pelan. “Mau”
Arvian tersenyum. Ia menarik nafasnya sejenak lalu menggenggam tangan kanan Denan yang ada di atas meja. Ibu jari nya mengusap telapak tangan mungil dan halus itu dengan lembut, matanya pun menatap Denan dengan tatapan yang tak kalah lembut.
Berhasil sekali untuk membuat detak jantung Denan berpacu dengan cepat.
“Denan, mau ga menerima gue sebagai pacar lo?”
Pertanyaan itu, singkat, padat, jelas dan sangat ke intinya.
Membuat Denan terdiam, mematung. Dirinya juga menatap Arvian dengan pandangan tidak percaya. Otaknya seketika berhenti bekerja, ia sangat kebingungan.
“Arvi... bercanda ya?”
Hanya itu kalimat yang dapat keluar dari mulut Denan.
“Engga. Ini gue ga lagi bercanda, Den” Untuk meyakinkan Denan, Arvian memberikan tatapan serius nya.
Denan terdiam kembali.
Terlalu banyak pertanyaan yang muncul di benaknya saat ini. Hingga ia kebingungan, jawaban apa yang harus diberikan pada Arvian.
“Denan, i really like you. Sebulan ini, waktu yang cukup buat bikin gue suka sama lo. I swear. So... Denan, please accept me as your boyfriend“
Denan menatap mata Arvian, mencari sesuatu yang mungkin akan menjawab dari rasa resahnya. Tapi ternyata, ia tidak menemukan jawaban itu.
Hati dan otak nya pun mencoba berdiskusi, haruskah ia terima? Tapi, bukankah ini yang ia tungu-tunggu? Kenapa ia harus ragu? Kenapa ia harus merasa tidak yakin untuk menjawab ya?
Denan menghembuskan nafasnya, memejamkan matanya sejenak, kemudian jelaga indah itu dibawa untuk menatap jelaga lain yang ada di hadapannya. Tangan kanannya yang ada di genggaman Arvian pun, ia balas genggam dengan erat.
Arvian sedikit tersentak dengan perlakuan Denan yang tiba-tiba itu, namun ia mencoba bersikap biasa saja. Matanya pun kini melihat dengan jelas raut muka Denan yang memancarkan sinar rasa senang juga bahagia.
“Ya. Aku mau, Arvian” Kalimat singkat namun mengandung kejujuran, juga bibirnya yang memberikan senyuman indah nan tulus, dan jangan lupakan genggaman tangannya yang mengerat tanda bahwa ia hari ini sangat bahagia.
Semuanya terekam dan terlihat jelas dari kelam milik Arvian. Senang? Tentu saja, ia merasa senang karena Denan menerimanya. Sesuai apa yang ia pikirkan tadi malam di kamarnya. Namun, ia tidak bisa menampik bahwa dirinya merasa sesak dan bersalah. Pemuda manis di depannya ini terlihat sangat polos, ia jadi merasa tidak tega.
“Sekali lagi, makasih ya, Arvi. Makasih, karena aku ngerasa bahagia yang teramat untuk hari ini”
Denan, maaf.