Cerita pagi ini.

“Hazl”

Yes, sir?

Denan melirik salah satu sahabatnya yang paling menyebalkan itu dengan tatapan sinis, sedangkan yang di tatap hanya terkekeh.

“Maaf, gue laper. Lo juga pasti laper kan?” Denan yang mendengar hal itu pun langsung mendengus.

“Yaudah, kita makan. Gue yang bayar” Ucapan Denan membuat Hazlen tersenyum lebar lalu mengusak surai Denan dengan cepat, sebelum sang empu menggigit tangannya.

Selagi menunggu sarapan yang mereka pesan, Denan memilih untuk melihat-lihat sekitar. Jalanan masih sangat lenggang, hanya ada beberapa kendaraan yang lewat juga ibu-ibu yang baru saja pulang berbelanja. Memang wajar saja begitu, karena kota yang Denan tinggali ini akan aktif dengan padat di jam tujuh pagi nanti. Jadi, yah. Setidaknya, Denan bisa sarapan dengan damai hari ini.

“Nih, bubur spesial ga pake kacang dan bawang daun nya sedikit untuk presiden mungilnya marcello” Denan terkekeh pelan sambil menerima mangkuk itu.

“Terimakasih, babu setia ku” Mendengar hal itu, Hazlen bukannya marah tapi malah tertawa kecil sembari duduk di sebelah Denan.

“Batagor spesial nya nanti ya, pas istirahat kedua aja” Denan pun hanya mengangguk sembari meniup buburnya.

Obrolan mereka pun berhenti setelah itu, keduanya sibuk menikmati hangatnya bubur di pagi hari dan hembusan angin yang masih terasa sejuk. Kenikmatan dunia yang sederhana namun dapat membuat hati tenang dan bahagia.

Sekitar sepuluh menit kemudian bubur mereka sudah tandas, kini keduanya akan menikmati sisa segelas teh hangat milik keduanya.

Hazlen menyandarkan tubuhnya kemudian menatap Denan yang sibuk membaca sesuatu di Handphone nya. “Arvian belum ngabarin lo ya” Denan sontak menoleh kemudian memutar bola matanya malas.

“Emang Arvian pacar gue yang harus ngabarin tiap saat?” Hazlen langsung menarik bibir sebelahnya dengan alis yang terangkat.

“Oh, masih jadi gebetan ya?”

Bugh!!

“Aww! Sakit, Nan!”

“Rasain!” Hazlen meringis pelan sembari mengusap bagian belakang kepalanya dan Denan kembali sibuk dengan benda berbentuk persegi panjang itu.

Kelakuan Denan pagi ini cukup membuat Hazlen penasaran, apa yang sedang pemuda mungil ini tutupi? hingga setelah menimbang apa ia harus bertanya atau tidak, Hazlen pun memutuskan untuk bertanya.

“Ada sesuatu yang mau lo bagi, Den?” Sang pemilik nama menoleh, di tatapnya kelam Hazlen sebentar kemudian hembusan nafas pun keluar begitu saja. Ponsel di pegangannya pun di lepas dan mulai memposisikan duduknya menghadap Hazlen.

“Lo tau? Pagi ini gue ngeliat sesuatu yang gila” Sebelah alis Hazlen terangkat dan Denan kembali melanjutkan ceritanya.

“Pagi ini, gue liat di dapur gue ada tante-tante lagi masak!”

“Lo di culik tadi?!” Denan menggelengkan kepalanya.

“Gue juga sempet mikir gitu, tapi bukan. Tante itu di kenal sama papa gue”

Kini alis Hazlen mengernyit, “Kok papa biarin orang lain masuk ke dalam rumah lo?” Pertanyaan itu di balas dengan hembusan nafas frustasi dari Denan.

“Yaiyalah dia nerima tante itu buat masuk, lah kan pacarnya” Ucapan Denan membuat Hazlen terdiam. Hingga beberapa detik kemudian, dia langsung menggebrak meja.

Membuat Denan juga pembeli yang lain terkejut, “Hazl—”

“Anjir! Masa iya papa lo dapet pacar?! Setelah tiga tahun—” Sebelum Hazlen berteriak membeberkan cerita hidupnya ke dunia, Denan langsung membekap mulut itu.

“Sssttt, jangan bikin malu. Bisa?!” Hazlen mengangguk dan bekapan itu pun terlepas. Denan langsung memandang jijik telapak tangannya dan langsung mengelap tangannya itu pada seragam Hazlen.

Sang pemilik seragam pun tidak peduli, “So? Gimana bisa? Padahal mama baru pergi tiga tahun lalu, tapi kenapa papa udah dapet yang baru?” Denan mengangkat kedua bahunya.

“Gue bingung, Hazl. Apa yang harus gue lakuin? Nerima? Atau nolak? Gue takut, takut kalo jawaban gue nantinya bikin masalah di masa depan” Raut wajah yang menyiratkan kebingungan itu membuat Hazlen merasa iba, hingga ia pun memberikan usapan bahu pada Denan.

It's gonna be alright, okey? Denan menatap Hazlen kemudian mengangguk pelan.

“Mungkin emang udah saatnya papa buat bahagia dengan lembaran baru” Setelah berucap seperti itu, Denan pun menghembuskan nafasnya.

Hazlen tersenyum tipis, “Senin pagi yang rumit ya, Den?”

“Sangat rumit, Ugh Denan pun langsung menegak sisa teh nya yang sudah tidak hangat lagi itu. Tak terasa, kini jalanan mulai ramai oleh kendaraan. Itu tandanya, jam tujuh pagi mulai dekat dan ia harus segera datang ke sekolah.

“Yuk, kita lanjut jalanin hari senin yang gatau bakal isinya rumit semua atau engga” Ujar Denan setelah membayar makanannya dengan Hazlen.

Pemuda bersurai coklat itu pun terkekeh pelan lalu mengangguk dan beranjak dari duduknya.

“Semoga ga se-rumit itu” Gumam Hazlen sebelum memakai helm nya.

Gue juga berharap gitu, Hazl.


Terik dari matahari mulai terasa, membuat beberapa murid mulai sedikit berisik karena merasa panas plus bosan di acara upacara hari ini.

Namun tidak dengan Denan, pemuda ini masih tetap di posisinya. Tanpa banyak gerak dan bicara. Yah.... Tapi hal itu tidak bertahan lama sebab seseorang memanggil namanya.

“Pssst! Den!” Kepala itu menoleh menuju asal suara, hingga saat menemukan sang pemanggil, senyum tipis langsung terbit bibirnya.

Matanya melihat dengan jelas sosok yang sudah sebulan ini membuat dirinya merasakan ribuan kupu-kupu di perutnya, dia adalah Arvian. Teman sekelas, sebangku dan.... Ehem Gebetannya.

Pemuda bersurai hitam itu melambaikan kecil pada Denan dan dibalas senyuman oleh Denan.

Duh, ganteng banget hari ini.

Setelah menyapa, Arvian pun memberikan ucapan tanpa suara dan Denan langsung mengeja kalimat itu dalam hatinya.

Kamu—Hari—Ini—Manis—Banget.

Kamu hari ini manis banget?! Damn! Arvian, maksud lo apa?!

Melihat pipi Denan yang mulai memerah dan mengalihkan matanya dari dia, membuat Arvian langsung terkekeh pelan.

Lucu banget, astaga.

Kegiatan kecil mereka ternyata di lihat oleh Hazlen yang berdiri tak jauh dari keduanya. Bola matanya langsung memutar dengan malas, sambil berdecih pelan.

Lovey dovey kok pas upacara. Dikira gabakal ada yang liat apa?” Gumam Hazlen sambil menatap hal lain.

Namun beberapa detik kemudian dirinya menyunggingkan sebuah senyuman saat melihat raut wajah Denan sudah lebih membaik daripada beberapa saat lalu.

Berkat Arvian, setidaknya pagi lo hari ini ga se-rumit dan se-menyebalkan itu, Nan. Semoga senyum nya bertahan sampai hari ini habis.