Dinner.
Gilang membuka pagar rumahnya tanpa rasa semangat, lalu tampaklah seorang pria yang lagi-lagi berbalut pakaian serba hitam. Walau begitu, Gilang tidak bisa menampik bahwa pria itu tetap kelihatan modis.
Tatapan mata mereka bertemu, hingga Sakiel memutuskan duluan dan memberi tanda pada Gilang untuk masuk ke dalam mobil.
Kini Gilang sudah duduk di kursi sebelah Sakiel, namun mobil tidak berjalan juga. Hal itu membuatnya bingung lalu menatap Sakiel, sedangkan yang di tatap hanya mampu mendengus.
Pergerakan yang begitu mendadak dari Sakiel sontak membuat Gilang membulatkan matanya, matanya mengerjap beberapa kali hingga Sakiel pun turut menatapnya.
Dari kontak mata itu, Gilang dapat melihat sepasang mata yang menatapnya dengan datar.
Tring!
Bunyi lonceng angin tiba-tiba terdengar di telinganya, Gilang secara sekilas pun ingat akan sesuatu.
“Berhenti melamun dan kencangkan seatbelts mu, Aiden. Kenapa hari ini kamu begitu ceroboh, huh?” Ujar Sakiel sambil menjauhkan diri dari Gilang.
Di sisi lain, Gilang masih sibuk dengan ingatannya. Bunyi lonceng tadi sungguh membuatnya tersadar bahwa ia sedang berada di dunia novel yang sudah ia baca sebanyak 5 bab.
Kenapa gue baru sadar sih? Harusnya gue inget-inget aja gimana alur ceritanya! Aduh Gilang begoooo. batinnya.
Mobil pun mulai bergerak dan Sakiel yang merasa aneh karena Aiden terus diam pun mencoba memanggil pemuda itu.
“Aiden?”
Gilang tersentak, “Uh—iya? Kenapa, Sakiel?”
Sakiel berdehem lalu menggeleng singkat. Gilang pun mengangguk kecil kemudian kembali menatap jendela sebelahnya.
Oke, ayo inget-inget. Malem ini dinner ya.... aiden pake baju hijau... AH!! Iya-iya, ini udah masuk bab dua. Hubungan mereka berarti udah jalan satu bulan dan dinner yang mau kita datengin.... perayaan ulang tahun tante nya Sakiel! Terus ada kejadian apa ya.... kalo ga salah, Aiden ini bakal di senggol sama tante nya Sakiel terus ketumpahan minuman. Abis itu Aiden bakal dibuat seolah-olah pulang duluan, padahal lagi di kamar mandi. Puncaknya, Sakiel marah terus—
“Aiden, kita sudah sampai”
Gilang menoleh kearah Sakiel lalu menatap pemandangan yang cukup membuatnya tercengang. Mewah.
“Kau masuk duluan saja, aku harus mengambil sesuatu di bagasi mobil”
Belum sempat ia membuka pintu mobilnya, pergerakan Sakiel terhenti sebab tangan kirinya di tahan oleh Gilang. Kepalanya menoleh dan menatap bingung pemuda itu.
“Gabisa ya kalo kita masuk bersama?” Sakiel menaikkan sebelah alisnya.
“Tak biasanya kamu begini, Aiden. Bukannya kamu lebih senang jalan terpisah dengan ku?”
Gilang menggigit bibir bawahnya tanpa sadar, itu memang kebiasaannya jika merasa bingung. Melihat apa yang Gilang lakukan, Sakiel pun langsung mengangguk.
“Bantu aku membawa hadiah nya dan berhenti menggigit bibir bawah mu” Sakiel pun langsung keluar dari mobil, meninggalkan Gilang yang sudah bisa bernafas lega.
Suasana makan malam yang mewah, penuh dengan orang penting, dan alunan musik klasik yang tak biasa Gilang dengarkan di kehidupan aslinya.
Ia sebenarnya cukup menikmati makanan di pesta ini, namun ia sangat tidak suka dengan tatapam orang-orang yang sedang merendahkan dirinya.
Kasian, Aiden.
Oh ya, omong-omong soal Sakiel. Pria itu meninggalkan Gilang sebab ingin berbincang dengan kolega yang ia kenal. Tepat setelah memberikan kado pada tante nya dan menyuruh Gilang untuk makan saja. Gilang sih tak masalah, toh dia juga sudah sangat lapar.
Ah, ya. Gilang pun jadi tahu siapa nama tante itu. Hellen. Salah satu tokoh antagonis di novel.
Makanannya kini sudah hampir habis dan ia memilih untuk menatap sekeliling, hingga matanya pun mendapati sumber masalah pertama nya.
Bingo.
Tante Hellen dengan gaya khas seorang nyonya sedang berjalan perlahan sembari membawa gelas berisi wine yang hampir penuh. Gilang menghela nafasnya, terpaksa ia harus berhenti makan sebelum habis.
Dirinya kini berdiri dan ternyata tante itu sudah berjarak 5 langkah lagi. Tatapan mata mereka bertemu dan dari tatapan itu sudah terlihat jelas ada kebencian yang membara.
Wah~ Tante cantik ini agak menakutkan ya.
Gilang melemparkan senyum lebih dahulu pada Hellen dan wanita itu pun membalas dengan senyum tidak ikhlas. Hingga Hellen pun berjalan kearah Gilang.
1...
2...
3...
Set! Brugh!
Sesuai perkiraan, Hellen yang niat awalnya ingin menyenggol, malah hampir tersandung dan gelas berisi wine itu pun kini membasahi baju seseorang.
Bukan, bukan Gilang kok yang terkena wine itu.
Tapi Sakiel.
Gilang berhasil mengelak dan ternyata di belakangnya ada Sakiel yang baru saja ingin menyapa. Namun apa daya, Sakiel menjadi korban tumpahan wine dari tante nya sendiri.
Semua tamu menjadi terkejut, bahkan alunan musik pun terhenti. Melihat wajah Sakiel yang terkena sedikit cipratan wine, mampu membuat Gilang harus mati-matian menahan tawanya. Pasalnya, muka Sakiel sangat terlihat syok.
Buset, kasian banget ni bule!
Tetapi dengan reflek nya, Gilang mengusap cipratan itu dengan sapu tangan yang ia bawa. Lalu menepuk pundak Sakiel.
“Ayo keluar untuk membersihkan kekacauan ini” Sakiel tersentak lalu mengangguk.
“Terimakasih”
Mereka berdua pun berjalan keluar, meninggalkan orang-orang yang masih tak percaya dengan kejadian itu. Oh! Dan mungkin saja akan menjadi pembicaraan hangat besok.
Di perjalanan menuju mobil, Sakiel masih saja bergerak mengusap wajahnya dengan sapu tangan milik Gilang.
“Kenapa membantu ku?”
“Hanya reflek” Gilang mengangkat kedua bahunya.
“Reflek mu lumayan. Tapi sepertinya wine ini diajukan padamu”
“Tante mu itu memang membenci ku ya”
“Maafkanlah dia. Aku sudah menggantikan mu untuk menjadi korbannya”
“Aku tidak meminta, kamu sendiri yang ada dibelakang ku”
“Aiden”
“Sudahlah, Sakiel. Makan malam ini selesai lebih cepat ya? Ayo antarkan aku pulang!”
“Astaga, Aiden”
Fyuh, I'm so lucky~
Dasar.