Spesial.

Reggie melihat jalanan sekitar dengan tenang, tangannya berpegangan dengan erat pada jaket Galendra. Pagi yang sangat cerah dan sejuk, suasana yang cocok untuk mengenakan pakaian yang sedikit berwarna cerah, pikir Reggie. Namun, entah mengapa ia merasa tidak menyesal karena memilih untuk memakai baju berwarna gelap seperti sekarang.

Saat sedang menikmati sejuknya angin, tiba-tiba ia merasakan motor Galendra membelok lalu berhenti di sebuah toko.

Toko bunga.

Reggie turun dari motor itu dan disusul oleh Galendra, si manis melepaskan helm nya tanpa melepaskan pandangan terhadap toko yang ada didepan matanya.

Yuk, re” Reggie menoleh kearah Galendra lalu mengangguk kecil.

Tring~

Selamat datang

Bunyi gemerincing bell lalu disambut dengan kalimat sambutan terdengar dengan jelas di telinga Reggie. Ia menoleh kearah sang florist lalu tersenyum manis dan tentu saja senyuman itu dibalas.

Hai, Galen. Seperti biasa?” Galendra mengangguk singkat sebagai balasan, tanpa bertanya lagi sang florist pun membuat dua bucket bunga berbeda jenis.

Selagi menunggu, Reggie memilih untuk memutari toko itu, melihat-lihat bunga yang indah dan berwarna-warni. Hingga mata indahnya berhenti di satu pot bunga yang dimana kelopak bunga tersebut berwarna putih. Galendra yang sedari tadi diam, memperhatikan Reggie pun berjalan mendekat.

Cantik ya?” Ujar Galendra sambil berdiri di samping Reggie. Si manis pun mengangguk setuju.

Lo tau apa nama bunga ini?” Reggie menoleh kearah Galen lalu menggeleng pelan. Sang dominan tersenyum tipis saat melihat binar mata yang penasaran dari sepasang mata Reggie.

Itu namanya bunga anyelir

Melambangkan apa?

Galendra kembali menatap bunga itu, “Ketulusan dan kesucian” ujarnya dengan pelan. Reggie mengangguk pelan lalu turut menatap bunga tersebut.

Galen, bungamu sudah siap!” Seruan itu membuat Galen dan Reggie menoleh lalu berjalan kembali menuju kasir.

Dimana Aji dan Chandra?” tanya sang florist sembari mengikatkan satu pita berwarna putih.

Ga ikut” Balas Galen dengan nada yang sedikit datar dan itu membuat Reggie bingung. Ia kira, sang florist dan Galen sudah akrab.

Lalu, siapa dia?” ucap si florist sembari menyerahkan dua bucket bunga pada Galen.

Galendra diam dan hal itu membuat Reggie sedikit merasa kecewa, apa Galendra tidak akan mengakui bahwa dirinya berteman dengan Reggie?

Tanpa Reggie sadari, Galendra tadi melirik sedikit kearah Reggie. “Orang paling spesial dalam hidup gue” ucapnya dengan tegas sambil menyerahkan beberapa lembar uang kemudian menarik Reggie keluar dari toko bunga tersebut.

Tentu saja, ucapan itu membuat Reggie dan sang florist terkejut. “Pegang” Reggie menerima dua bucket bunga tersebut tanpa sepatah kata, ia masih terkejut.

Galendra memakaikan Reggie helm lalu menyalakan mesin motornya, “Lo bisa pegangin bunga itu kan?” Reggie dengan gugup pun hanya mengangguk. Galendra tersenyum tipis lalu menyuruh reggie untuk naik ke motor.

Hingga motornya pun melaju, menuju tempat yang entah dimana.


Pemakaman.

Itu tulisan yang tertulis dengan jelas saat ia turun dari motor Galendra. Salah satu bucket bunga yang ia pegang tiba-tiba diambil oleh Galendra. Matanya melihat Reggie yang nampak masih bingung itu tanpa banyak kata Galendra langsung menggenggam tangan kiri Reggie lalu menariknya dengan pelan untuk berjalan masuk ke dalam pemakaman itu.

Alen, takut” ujar Reggie.

Gausah takut, gue gabakal ngubur lo hidup-hidup disini

Kita mau kemana sih?

Ketemu mereka” lalu langkah Galen terhenti dan otomatis langkah Reggie pun ikut terhenti. Reggie mengikuti arah mata Galen dan nampaklah dua batu nisan yang saling berdampingan.

Mereka—

Mama dan Papa gue, Re

Bibir Reggie seketika terkatup rapat, ia melirik Galendra sebentar lalu menatap kedua batu nisan itu lagi. Cukup lama mereka berdiri di posisi itu, Galendra pun belum melepaskan tautan tangan antara dirinya dengan Reggie.

Lalu tiba-tiba Reggie merasakan tautan tersebut semakin mengerat, matanya menatap Galendra dengan khawatir. “Alen....” suara lembut itu menyadarkan Galendra, ia menoleh kearah Reggie yang ternyata sudah menatapnya dengan pandangan yang lembut.

Bunga ini gamau dikasih ke mama dan papa kamu?

Ah, iya” Galendra pun dengan pelan melepaskan tautan tangannya dengan Reggie lalu meletakkan bucket bunga yang ia bawa di atas batu nisan sang Papa.

Reggie menyerahkan yang satunya namun yang didapat hanya gelengan dari Galen, “Kamu aja yang naro, sekalian kenalan sama mama aku

Reggie terkejut, sungguh amat terkejut. Namun melihat situasi, ia memilih untuk langsung melaksanakan ucapan Galen.

Maaf, mama nya Galen...” ucap Reggie dengan pelan sambil meletakkan bunga itu dengan hati-hati. Galendra tersenyum tipis lalu tangannya bergerak melambai kearah Reggie, mengisyaratkan pada pemuda manis itu untuk berjongkok disebelahnya.

Kini mereka berdua berada di depan nisan itu sambil berjongkok, menatap nama yang terukir di kedua batu itu sambil merapalkan doa di dalam hati. Reggie menutup kedua matanya, bibirnya sesekali bergerak pelan karena mengikuti doa yang ia rapalkan di dalam hatinya dan begitu pula dengan Galen.

Lalu beberapa saat kemudian, mereka pun menyelesaikan doa itu. Galendra dan Reggie saling bertatapan sebentar lalu kembali menatap tempat peristirahatan kedua orangtua Galen.

Ma... Pa... Galen datang. Apa kabar?” Reggie hanya diam, mendengarkan Galen dengan baik.

Kali ini Galen datang tanpa Aji dan Chandra, kebetulan hari ini mereka lagi sibuk. Jadi, aku ajak Reggie. Orang yang paling spesial dalam hidup Galen setelah kalian berdua, Aji dan Chandra” Air mata Galen dengan perlahan mulai menetes. Membuat Reggie dengan spontan menggenggam tangan kiri Galen dengan lembut.

Mama dan Papa pasti liat kan? Gimana pertemuan kami berdua sampai akhirnya aku ajak dia kesini

Ma, Pa. Kalian jangan khawatir ya? Sekarang Galen punya Reggie. Kalo kalian berkenan, tolong jaga dia juga ya seperti kalian yang jaga Galen sampai saat ini

Reggie mengeratkan genggamannya dan langsung dibalas oleh Galen, ia menatap Reggie seakan menyuruh si manis untuk mengucapkan sesuatu.

Halo—emm, mama papa?” Reggie menatap Galen dan yang ia dapati sebuah anggukan kecil.

Aku Reggie hehe, salam kenal. Err, mama sama papa jangan khawatir. Aku bakal jagain Alen kok, nanti aku juga bakal buat Alen berhenti ngerokok sama balapan! Jadi, mama sama papa jangan khawatir

Yakin bisa?

Iyalah!

Gimana caranya?

Kepo~

Galendra terkekeh pelan dan tentu saja membuat Reggie langsung tersenyum lebar.

Setelah berbincang sedikit, Keduanya berdiri lalu membungkuk ke arah batu nisan itu, seperti mengucapkan salam perpisahan.

Ma, Pa. Kami pergi dulu ya, Galen usahain bakal sering kesini deh

Dadah mama papa!” Galendra tersenyum lalu menggenggam tangan Reggie dan berjalan meninggalkan tempat tersebut.


Nih, minum dulu

Reggie menerima sekaleng jus apel yang Galen beli tadi, kini keduanya sedang berada di depan minimarket yang tak jauh dari pemakaman.

Gimana perasaan kamu, Alen?” Galendra terdiam lalu menghela nafas.

Berat, sangat berat. Gu— aku ngerasa sangat jauh dari mereka pas sampai di pemakaman itu. Ingatan masa lalu terus keputar di otak dan itu bikin kepala aku sakit” Reggie menatap sendu Galen lalu tangannya terangkat untuk mengusap rambut sang dominan dengan lembut.

Kamu hebat, karena berhasil bertahan sampai saat ini Alen. Aku kagum sama kamu” Galen hanya tersenyum untuk menanggapi ucapan Reggie.

Kalo kamu gimana?

Tangan Reggie berhenti mengusap rambut Galen, “Aku gugup banget, takut salah ngomong di depan mereka” ujarnya dan Galen sontak tertawa.

Kok ketawa?

Abisnya, kamu lucu” ujarnya disela tawa itu. Pipi Reggie seketika memerah, entah karena malu atau marah.

Diem ih!

Oke, oke. Aku diem

Eh, Alen

Hm?

Kenapa kamu bisa nyebut aku orang yang spesial di dalam hidup kamu?

Galen terdiam, ia menyesap kopi kalengnya sebentar. “Karena kamu emang spesial?

Spesial dalam hal apa?

Entah, aku juga gabisa jelasin dengan rinci maksud spesial itu

Reggie mengambil nafas dalam lalu melirik kearah Galen yang kini tengah sibuk menatap jalanan sambil menyesap kopi kaleng itu.

Kalo gitu... aku berhasil buat kamu suka balik ke aku?

Uhuk!

Re, bisa jangan tiba-tiba nanya gitu ga?” Reggie cemberut, “Aku penasaran tau!

Galendra menghela nafas pelan, “Re, aku gamau ngasih kamu harapan yang terlalu tinggi. Tapi, bisa dibilang kamu berhasil. Berhasil buat pikiran aku hampir selalu isinya cuman kamu

Mata keduanya kini saling bertatapan, “Itu tandanya aku berhasil sebanyak delapan puluh persen” ujar Reggie.

Kenapa bisa begitu?

Entah, cuman feeling aja

Dasar” Galendra mengusak rambut Reggie dan sang pemilik rambut memilih tertawa.

Alen

Hm?

Berubah jadi lembutnya jangan sehari ini aja ya, besok dan besoknya lagi sampai seterusnya tolong untuk terus kaya gini

Kalo aku gamau?

Aku acak-acak apart kamu

Yaudah, gap—

Dan pergi dari apart kamu

Oke, aku bakal terus kaya gini

Hehe, makasih Alen~

Iya

Galendra akan menuruti semua keinginan Reggie, asal pemuda manis itu tidak meninggalkannya. Sungguh, jika Reggie pergi dalam hidupnya entah bagaimana ia harus menjalani hari berikutnya.

slowly, your world will be full of him.