Sebuah janji.
Tok tok tok
“Ella, jadi ga?”
Ceklek
“Ayo!”
Juna tersenyum tipis dikala melihat Ella yang nampak sangat antusias.
“Mau kemana sih?” Ujar Juna dan Ella memilih untuk melihat jam tangannya kemudian menarik tangan Juna menuju pintu utama.
Namun saat melewati dapur, Ella berhenti sejenak “Ma, aku sama Juna main dulu ya!” Seruan itu di respon dengan sebuah anggukan juga senyuman.
“Iya. Juna, jagain Ella nya” Juna mengangguk kemudian Ella kembali menariknya menuju keluar rumah.
“Masih jam setengah tujuh, enaknya ngapain dulu ya?” Ucap Ella dikala menunggu Juna yang sedang menutup pagar rumahnya.
“Laper ga?” Tanya Juna dan Ella merespon dengan sebuah gelengan kepala.
“Mau nyoba ke alun-alun?” Ella menatap Juna dengan antusias kemudian mengangguk.
“Tapi naik bus umum, gapapa?”
“Gapapa! Ayo, kita ke halte!”
Juna tersenyum kecil lalu berjalan di samping Ella. Mereka berdua berjalan menuju halte dengan suasana yang menyenangkan dan Juna harap suasana ini akan bertahan lama.
“Jun, tadi soal terakhir menurut lo susah ga?”
“Inggris ya? Gampang lah, kenapa emangnya? Lo gabisa ngerjain soal nya ya?”
“Enak aja! Gue bisa ya!”
Juna dan Ella kini tengah duduk di kursi bus umum yang berada di dekat pintu. Untung saja penumpang bus di jam ini tidak terlalu banyak, jadi Juna merasa lega karena Ella tidak akan kepanasan.
Oh, ya. Ella duduk di samping kaca, jadi anak itu kini tengah sibuk menatap jalanan juga sesekali memotret dengan handphone nya.
“Seneng banget?” Tanya Juna dan Ella langsung mengalihkan pandangannya kearah Juna.
“Iya, udah lama ga naik angkutan umum gini” Juna tersenyum tipis lalu menepuk kepala Ella dengan pelan.
“Kaya anak paud”
“Coba bilang sekali lagi”
Juna tertawa kecil dikala Ella sudah ancang-ancang untuk memberikan sebuah pukulan pada lengannya.
Keduanya sibuk mengobrol hingga bus itu akhirnya sampai ke tujuan mereka.
“Yuk, turun. Dah sampe”
Juna dan Ella pun turun kemudian kembali berjalan menuju alun-alun kota tersebut. Mata Ella langsung berbinar dikala melihat suasana alun-alun yang ramai juga penuh dengan cahaya, Juna pun memberikan reaksi yang sama seperti Ella.
Sudah lama mereka tidak mengunjungi pusat kota ini.
“Mau beli minum dulu?”
“Ayo!”
Ella dan Juna beriringan berjalan menuju sebuah kios kecil yang menjual beberapa minuman. Mata mereka terfokus membaca menu minuman yang terdapat di spanduk dekat kios tersebut. Sang penjual yang melihat kelakuan Juna dan Ella yang layaknya seperti anak kembar sontak langsung tersenyum.
“Bu, pesen es leci nya ya” ujar Ella saat telah memutuskan untuk membeli apa dan di lanjut Juna yang ikut menatap sang penjual.
“Es leci nya dua ya, bu” ucap Juna dan sang penjual langsung terkekeh sambil mengangguk.
Astaga, Mereka berdua sangat lucu seperti anak kembar.
“Siap” ujar sang ibu penjual sembari membuat minuman yang mereka berdua pesan.
Sambil menunggu Ella dan Juna memilih untuk melihat sekitar, seperti sedang mencari kios mana yang akan mereka kunjungi setelah ini. Hingga keduanya tak sadar bahwa minuman sudah selesai dibuat.
“Misi, cantik dan ganteng. Ini minumannya udah jadi” Ella dan Juna secara bersamaan menatap si ibu penjual dan menerima uluran gelas berisi minuman yang mereka pesan.
“Jadi berapa, bu?” Tanya Juna sambil mengambil dompetnya yang ada di saku celana dan Ella juga kini sedang mengambil dompetnya yang ada di tas selempangnya.
“Delapan belas ribu” ujar sang penjual dengan ramah.
Kemudian dengan cepat Ella mengulurkan selembar uang dua puluh ribu dan hal itu membuat Juna menatap Ella dengan bingung.
“Biar gue yang bayar, la” ucap nya dan Ella langsung menggelengkan kepalanya.
“Gue duluan yang ngeluarin uangnya, wlee” Ella memeletkan lidahnya pada Juna dan hal itu membuat Juna memutar bola matanya.
“Ini, ibu” ucap Ella sembari memberi uang selembaran itu dan sang penjual menerima uang itu sembari tertawa kecil.
“Kalian ini kembar tak seiras ya?” Tanya si ibu penjual sambil memberikan uang kembalian pada Ella.
“Keliatan kaya anak kembar ya, bu?” Si ibu penjual mengangguk dan Ella langsung tertawa.
“Hush, ketawa-nya jangan gede-gede! Uhm, kita bukan anak kembar, bu. Sepupu-an doang hehe” jawab Juna sembari menepuk pelan bahu Ella.
“Oh, gitu. Saya kira kembar”
“Kami duluan, bu. Makasih ya bu, es yang ibu jual enak!” Seru Juna sambil berjalan dengan cepat karena Ella sudah berjalan lebih dulu.
Sang penjual menggeleng pelan sambil terkekeh.
“Aduh, Ella! Pelan-pelan!” Seru Juna karena Ella yang tengah berjalan dengan cepat.
“Ayo cepetan, jun! Keburu kios takoyaki nya rame!” Juna menghela nafas pelan lalu ia memilih untuk sedikit berlari, menghampiri Ella yang kini sedang memesan se-porsi takoyaki.
“Hehehe, halo juna~” ujar Ella dikala Juna sudah berhasil mengejarnya. Juna menarik nafasnya lalu menghembuskan nafasnya dengan pelan.
“Berisik. Mang, beli yang isi telur se-porsi ya” Juna beralih untuk memesan.
“Siap, kang” ujar sang penjual.
“Abis ini jangan jalan duluan lagi, kalo ilang bisa ribet” ucap Juna dan Ella hanya mengangguk tanpa melihat kearah Juna, ia lebih memilih menatap takoyaki nya yang sedang dimasak.
“Engga ribet, kan ada hp” Juna memejamkan matanya sejenak dikala mendengar jawaban dari Ella.
“Gue tinggal beneran, nangis nanti” cibir Juna dan Ella masih enggan untuk menatap sepupunya.
“Kaya berani ninggalin gue aja”
“Gausah nongkrong, habis ini kita pulang”
Ella tertawa dikala mendengar suara Juna yang sudah menggunakan nada bicara kesal, ia menatap sepupunya sambil tertawa.
“Bercanda, jangan ngambek dong” Ella mencubit pipi sebelah kanan Juna dan langsung di tepis oleh sang pemilik pipi.
“Diem”
“AHAHAHA, BAYI”
“Gue bukan bayi!”
“Iya, anak kecil kan?”
“Ella!”
“Bercanda jun, bercanda~”
Ella dan Juna kini tengah duduk di sebuah kursi yang disediakan di sekitar alun-alun tersebut. Minuman dan makanan mereka sudah tandas dan kini saatnya mereka menikmati langit malam dengan tenang.
“Jun, gue selalu bertanya-tanya. Kenapa lo seneng banget ngeliatin langit?” Tanya Ella tanpa menatap Juna, ia sedang sibuk melihat bulan yang sedikit tertutup awan.
“Karena langit bikin hati gue ngerasa tenang” jawab Juna dengan mata yang turut menatap sang bulan.
“Itu doang?” Ujar Ella dan Juna langsung bibirnya menyunggingkan sebuah senyum tipis.
“Lo liat, langit rasanya tuh luas banget kan ya? Apalagi sekarang cuman ada bulan, tanpa bintang” Ella mengangguk pelan.
“Mungkin dalam pikiran lo sekarang, apa emangnya yang spesial dari luas nya langit dan sebuah bulan?” Ella hanya diam, ia memilih untuk mendengarkan Juna dengan baik.
“La, luasnya langit dan sebuah bulan itu bagaikan ruang hati juga pikiran. Buat contoh, kalo ruang hati juga pikiran lo lagi sempit banget fokus lo cuman akan tertuju kearah bulan. Oh, bulan nya bagus banget ya. udah, pasti gitu doang” Juna tersenyum dikala matanya menangkap sedikit cahaya dari sebuah bintang.
“Tapi la, coba deh setelah lo mikir kaya gitu, mata lo jangan dilepas dari bulan. Terus aja lo natap bulan itu tanpa sadar mata lo akan ngeliat sekitarnya. Dengan ajaib nafas lo yang ga teratur secara perlahan akan kembali normal, isi pikiran lo juga hati lo dengan pelan membuat sebuah ruangan yang lebih luas”
Benar, ucapan Juna itu ternyata terjadi pada Ella. Nafasnya kini benar-benar tenang, pikirannya yang negatif sedikit demi sedikit mulai meluap.
“Setelah liat sekitar bulan yang ternyata terdapat setitik bintang juga sebuah bentang langit yang luas, lo akan ngerasa waktu berjalan dengan lambat. Sama seperti saat menikmati sebuah hujan atau mendengar sebuah deburan ombak, Langit juga bisa bikin sang penikmat merasa tenang” Angin khas malam hari mulai berhembus dan membuat suasana keduanya menjadi sangat damai.
“Lo tau, dengan liat langit aja lo bisa ketemu jawaban dari beberapa pertanyaan yang ada di hati lo” ujar Juna dengan pelan.
“Maksudnya?” Tanya Ella.
“Lo bakal tau maksud gue, suatu saat nanti” Jawaban Juna membuat Ella bungkam.
Keduanya sama-sama diam. Hingga juna dengan tiba-tiba berucap,
“Langit itu udah kaya healing buat gue” Ella menatap sepupunya yang kini masih asik menatap langit, senyum tipis Ella tanpa sadar muncul.
Sudah lama ia tidak melihat sosok Juna yang seperti ini dan Ella bersyukur ia dapat melihat sisi Juna ini kembali juga mendapat waktu bersama sepupu kesayangannya.
“Lo pernah berandai-andai akan sesuatu, Jun?” Tanya Ella tiba-tiba, masih sambil menatap Juna.
“Pernah” Jawab Juna.
“Kira-kira akan terwujud?”
“Mungkin”
Ella diam sejenak, “Emangnya apa yang paling lo andai-andai kan selama ini?”
Juna terdiam, seulas senyum tipis muncul. Sepasang mata indah itu menatap bulan dengan pandangan yang sendu hingga ia menghela nafas pelan kemudian mendongakkan kepala nya dengan tumpuan sandaran kursi tersebut. Kini fokusnya terarah kearah langit malam yang bersih tanpa awan, tangannya bergerak seperti menerawang sesuatu.
“Terbang ke langit dengan bebas” gumam Juna dengan suara yang amat pelan.
Ella menatap Juna dengan bingung, ia tidak mengerti maksud ucapan Juna yang sedikit tidak jelas. Ia memilih untuk mengabaikan itu semua dengan melakukan hal yang sama seperti yang Juna lakukan saat ini. Tangannya bergerak untuk menautkan jari kelingking-nya dengan Juna.
“Jun, janji ya? Kalo lo sedih, lo bisa cerita ke gue. Jangan di pendem sendiri” Juna tersentak kemudian menatap tautan kelingking mereka berdua. Senyum nya muncul kembali dengan ringan.
“Lo juga, ya?”
“Um!”
“Udah puas kan? Yuk pulang”
“Let's go~“
Keduanya pulang dengan langkah yang ringan karena hati mereka yang terisi dengan banyak perasaan bahagia.
Salah satu list-nya kini sudah terpenuhi dengan baik.
“In the sky there are always answers and explanations for everything: every pain, every suffering, joy and confusion.” — Ishmael Beah