Pertama kali.
19.20
Di sisi sebuah lapangan yang luas terdapat tiga orang pemuda yang sedang duduk di bawah pohon yang rindang. Di terangi dengan sinar bulan juga beberapa bintang serta angin khas malam hari turut menemani mereka bertiga.
Suasana hening hanya ada suara jangkrik yang menjadi latar mereka. Entah apa yang sedang mereka pikirkan hingga menjadi hening seperti itu.
“Jun, jangan diem aja dong. Udah sepuluh menit kita diem-diem an gini” Haidar mulai memecahkan keheningan diantara mereka.
“Iya, Jun. Ayo ceritain” Nandra menimpali.
Juna menghela nafasnya pelan, matanya menatap bulan dan hal itu membuat kedua sahabatnya sedikit khawatir.
Juna tidak mungkin kerasukan hantu pohon besar ini kan?
“Bulan nya bagus” ujar Juna tiba-tiba membuat Nandra juga Haidar sontak ikut menatap bulan itu.
“Iya, cantik” Nandra berucap tanpa mengalihkan pandangannya ke arah Bulan.
“Tapi menurut gue lebih cantik bintang sih” Haidar menatap salah satu bintang yang ada di dekat bulan itu.
“Hm, tanpa bintang langit malam juga ga akan sempurna” Juna menanggapi ucapan Haidar.
Hening kembali.
Hingga suara batuk Juna mengalihkan atensi mereka, “Lo gapapa, Jun?” Ujar Nandra sembari menatap Juna yang kini tengah menarik nafas dalam sehabis batuk tadi.
“Gu— hahhhh Gue gapapa” Suara Juna sedikit tersendat karena menarik nafasnya dengan berat.
“Beneran?” Pertanyaan Haidar dibalas senyuman kecil juga anggukan oleh Juna.
“Gue... boleh mulai bahas dia?” Kedua sahabatnya mengangguk dan Juna langsung tersenyum tipis.
“Tau ga sih, dar? Na? Kalo gue ada niatan buat berubah”
Nandra dan Haidar diam.
“Berubah kaya gimana? Berubah buat jadi lebih baik daripada Juna yang dulu”
“Apa alasan lo buat berubah?” Tanya Haidar dan Juna langsung menatap mata yang bertanya kemudian beralih untuk menatap hamparan rumput luas di depannya.
“Apa ya..? Hmm, Karena gue mau mulai semuanya dari awal? Gue pengen lupain perasaan gue ke dia dan jalanin hari gue dengan lebih baik” Ucapan Juna membuat sebuah tanda tanya besar di otak Nandra juga Haidar.
“Lo bener-bener mau move on?” Partanyaan Nandra dibalas anggukan oleh Juna.
“Iya, setelah gue lupain perasaan gue ke dia, gue bakal merubah semuanya”
“Tunggu, maksud lo merubah semuanya?” Juna tersenyum tanpa menatap Haidar yang bertanya padanya.
“Gue bakal rubah sikap lemah gue, gaya bicara juga hidup gue dan... orientasi seksual gue yang sekarang. Gue mau hidup normal kaya orang-orang” jawaban Juna membuat Nandra dan Haidar mematung.
Pemuda bertubuh mungil itu tampak santai atas apa yang baru saja ia katakan, matanya menatap bulan dengan binarnya juga bibir berwarna merah jambu itu sedang menyunggingkan sebuah senyuman manis.
“Jadi, tolong ajarin gue caranya move on ya?” Jun beralih menatap kedua sahabatnya yang kini tengah menatap dirinya dengan pandangan yang... seperti tidak menyangka? Entahlah, apa arti tatapan itu.
“Juna... gue sama haidar bakal ngasih tau caranya buat lupain perasaan itu dan lo ga perlu buat berubah total kaya gitu” Juna menatap bingung Nandra.
“Iya, Jun. Lo bisa kok ngilangin rasa lo ke Rajen tanpa merubah diri lo yang asli” ujar Haidar.
“Lo berdua gamau gue jadi normal?” Tanya Juna dengan kernyitan di dahi.
“Engga, Juna. Maksud kita ga gitu” Juna bertambah bingung dengan ucapan Nandra.
“Terus? Kok ucapan kalian seakan nyu—”
“Juna! Lo yang sekarang pun normal!” Haidar berujar dengan nada yang sedikit di tinggikan.
Juna diam, kepalanya langsung menunduk saat mendengar suara Haidar. Helaan nafas kasar ia dengar hingga beberapa detik kemudian usapan lembut terasa di kepalanya.
“Jun, dokter brian bilang kalo lo cuman harus lebih terbuka sama perasaan lo. Mendem semuanya tuh ga baik, Jun. Itu maksud dokter Brian, dia ga nyuruh lo langsung merubah total diri lo yang sekarang” nada bicara Nandra yang lembut membuat Juna diam-diam meremat tangannya yang ada diatas pahanya.
“Gue tau...” ucap Juna dengan nada pelan kemudian dengan perlahan tubuhnya bergetar.
“Gue tau apa yang di maksud dokter brian” ucapnya lagi, suara nya yang pelan juga tubuh yang sedikit bergetar membuat Nandra dan Haidar sontak khawatir.
“Gue juga gamau, gue gamau ini semua terjadi” tangan Juna kini terangkat untuk meremat rambutnya. Haidar dengan cepat pun mencoba melepaskan rematan tangan itu.
“Juna, lepas. Nanti rambut lo rontok” ucap Haidar dengan nada yang sedikit panik, pasalnya Juna semakin meremat rambutnya.
“Gue cuma mau hidup gue normal, gue mau itu” ujar Juna lagi.
“Juna jang—”
“JUNA CUMAN MAU ORANG-ORANG SEKITAR JUNA NERIMA JUNA APA ADANYA” Teriakkan itu membuat Haidar berhenti.
“hiks JUNA CUMAN PENGEN HIDUP JUNA TENANG, TANPA ADA TUNTUTAN LAIN TANPA ADA KATA “JUNA LO HARUS NORMAL DAN BERUBAH” “JUNA JANGAN GINI, JUNA JANGAN GITU” JUNA JUGA MANUSIA” Juna mengangkat kepalanya tepat kearah bulan, matanya terpejam dengan air mata yang selalu mengalir.
Nandra dan Haidar diam-diam merasakan sakit saat melihat sahabat kesayangan nya yang kini dengan kondisi mengenaskan. Hati mereka teriris.
“JUNA MANUSIA SAMA KAYA KALIAN SEMUA, JUNA BISA NGERASAIN SAKIT. JUNA MAU NURUTIN SEMUA KEINGINAN MAMA, PAPA, RAJEN, ELLA, NANDRA, HAIDAR, DOKTER BRIAN, JUNA MAU NGELAKUIN SEMUA APA YANG KALIAN BILANG KE JUNA. JUNA MAU!”
“JUNA—hiks Juna juga manusia... juna juga berhak buat bahagia... juna mau orang di sekitar juna bahagia... juna mau berubah kaya yang ella mau... juna mau ikutin apa mau rajen... jun—”
“Juna, kita berdua bahagia karena lo muncul di hidup kita” Juna menatap Haidar dengan mata yang terus mengeluarkan air matanya.
Haidar pun turut menatap Juna dengan tatapan dalam, “Gue beruntung bisa ketemu lo dan jadi sahabat lo sampai saat ini, Jun” Haidar tersenyum kecil.
“Jun, lo tau? Entah lo sadar atau engga, lo itu membawa kebahagiaan dalam hidup gue” Juna beralih menatap Nandra dan sang empu yang ditatap kini tersenyum sembari mengusap air mata Juna.
“Iya, Juna cuman manusia biasa. Kaya gue dan Haidar, lo juga berhak mendapat kebahagiaan”
“Jun, lo berhak kok buat memilih apa yang hati lo mau. Lo berhak untuk ga ngelakuin semua tuntutan orang-orang sekitar lo itu” Haidar berucap sambil mengusap bahu Juna.
“Maafin kita yang tanpa sadar suka nuntut sesuatu ke lo ya, Jun?”
Tangis Juna semakin pecah, ia tidak menyangka. Benar-benar tidak menyangka bahwa dirinya berhasil memberikan sedikit rasa bahagia pada kedua sahabatnya dan untuk pertama kalinya ia mendengar kalimat maaf yang seperti itu.
Dalam hidupnya selama 17 tahun ini, baru pertama kali ada yang mengatakan itu semua. Ini, ini yang mau Juna dengar sedari dulu.
Nandra mengusap punggung sedangkan Haidar merangkul bahu Juna, mereka berdua hanya diam. Membiarkan Juna menangis sepuasnya.
“Makasih—makasih banyak” ujar Juna disela tangisnya.
“Engga, Juna. Harusnya kita yang makasih ke lo, makasih udah percaya sama kita”
“Jun, tenang aja ya? Kita bakal bantu lo buat ngelupain perasaan lo ke Rajen tapi kita ga janji kalo itu semua bakal terjadi secara cepat. Selama proses itu lo bisa nikmatin semuanya Juna, gausah buru-buru ya?”
“hiks gue sayang banget sama kalian, sekali lagi makasih”
“Sama-sama, Juna. Semangat ya? Gue selalu bilang kan? Lo ga sendiri, ada gue sama Haidar di sisi lo”
“Iya, Juna. Lo tau? Akhir-akhir ini lo udah berubah jadi sosok yang lebih kuat dan hebat dan gue yakin kedepannya lo bakal lebih dari yang sekarang. Tenang ya, Juna? Selain ada kita yang ada di sisi lo ada Tuhan juga yang selalu membantu”
Tuhan, maaf... maafkan Juna yang tanpa sadar tidak bersyukur karena di beri kehidupan juga terimakasih telah menyadarkan Juna lewat dua sahabat kesayangan Juna. Juna akan benar-benar berusaha untuk lebih baik kedepannya, terimakasih telah memberikan titik terang atas pertanyaan Juna.
Tenang aja ya? Gausah buru-buru, nikmati prosesnya. Tuhan akan selalu memberikan jalan hidup yang terbaik.