Pernyataan.
Raka sekarang sedang memakan makan malamnya dengan lahap, tanpa mempedulikan dua pemuda yang tengah menatapnya dengan penuh cinta.
Yah, jujur ia sadar lagi di tatap. Tapi daripada nanti acara makannya tertunda, lebih baik dia berpura-pura tidak peduli. Biarkan Raka menikmati nikmatnya makan malam kali ini.
Waktu terus berjalan, hingga tak terasa Raka pun selesai dengan acara makannya. Sebelum menetap si kembar, ia memilih untuk mengusap bibirnya dengan tisu terlebih dahulu kemudian menghabiskan minumannya.
Selesai, kini matanya menatap dua pemuda yang sudah menemaninya seharian penuh. Ia melirik keadaan piring milik mereka dan ternyata mereka juga sudah selesai makan.
“Ini aneh, tapi makasih udah bikin gue seneng hari ini” ujar Raka dengan tulus dibarengi sebuah senyuman tipis.
Jero dan Jendral tersentak kemudian langsung mengalihkan pandangan mereka kearah lain dengan pipi yang semakin memanas. Raka mengangkat satu alisnya, tanda ia bingung dengan kelakuan mereka.
“Kenapa?” Tanyanya dan Jero langsung berdehem.
“Emang senyum lo itu kayanya semakin hari semakin manis ya, Rak?” Ucapan Jero mendapatkan respon yang berbeda-beda.
Dari Jendral yang menatap kearah lain sambil menahan tawa dan Raka yang menunduk karena menyembunyikan wajah malunya. Pipi mereka semua terasa panas di waktu bersamaan.
Keheningan diantara mereka membuat Jendral memberanikan diri untuk menatap Raka. “Rak, lo masih inget sama kejadian pelukan kita waktu itu?” Pembahasan yang Jendral mulai membuat pandangan Jero dan Raka fokus kepadanya.
“Hah? Beneran lo pernah pelukan ama dia?” Jendral memutar bola matanya, kemudian mengacuhkan pertanyaan Jero.
“Hm, gue inget. Emang kenapa?” Jawab Raka dengan pandangan bingung.
Jendral tersenyum tipis, “Gue udah ga perlu jadi sempurna lagi” ucapnya dengan nada yang ringan.
Baik Jero maupun Raka langsung terkejut, namun beberapa saat kemudian senyum lebar Raka terbit. Hingga tak lama Jero pun ikut bersuara.
“Gue juga, Rak. Gue udah ga di tuntut lagi, mereka udah tau kalo gue sama kembaran gue ini beda” Mata Raka membulat kemudian menutup mulutnya dengan tangan saking tidak percaya nya.
“Kalian serius?”
Keduanya mengangguk. Raka masih tidak percaya, namun di sisi lain ia bahagia. Ah, ia baru sadar jika seharian ini mereka terlihat sangat akrab. Bahkan candaan yang mereka lontarkan antar satu sama lain terdengar sangat ringan, pantas saja Raka sedikit merasa damai.
Astaga, kenapa rasanya ia ingin menangis karena kemajuan yang mereka alami?
Bukan lagi rasanya, karena air matanya benar-benar menetes saat ini. Tentu saja hal itu membuat si kembar panik kemudian mereka menyerahkan selembar tisu pada Raka.
Namun bukannya di terima, yang mereka dapatkan adalah Raka yang tengah tersenyum cerah di sela tangisnya. Sembari mengusap air mata yang jatuh dan semua itu membuat dada Jero maupun Jendral terasa sangat hangat.
“Bagus, berita yang bagus. Gimana nih? Saking bagusnya, gue ampe nangis”
Entahlah, Raka juga tidak mengerti dengan dirinya. Harusnya ia tidak sampai seperti ini, tapi kenapa ya? Kenapa berita yang si kembar ucapkan tadi membuat dirinya sampai menangis bahagia begini?
Apa mungkin rasa pedulinya pada mereka sangat besar? Ah, tentu saja. Iya, sangat logis karena selama ini mereka selalu datang padanya. Menceritakan tentang keresahan mereka padanya, memberikan yang terbaik untuk membuat dirinya senang, dan yang terpenting ia tahu bagaimana perasaan mereka padanya.
Bagaimana ini? Jangan-jangan dirinya juga merasakan apa yang mereka rasakan?
Jero tersenyum kemudian tangannya terulur untuk mengusap puncak surai Raka, “Makasih karena selalu dengerin cerita gue dan adek gue, makasih Raka” ujarnya dengan suara lembut.
Jangan begitu, nanti gue jadi suka sama lo.
Jendral pun kini memegang tangan kiri Raka yang ada di atas meja, ia mengelus punggung tangan itu dengan lembut dan menggenggam nya.
“Rak, makasih karena lo udah bikin gue ama jero berubah. Makasih banyak, ini semua berkat lo. Kita jadi lebih bahagia sekarang”
Jen, gue jadi nambah bahagia. Jangan bilang gitu.
“Kalian jadi lebih bahagia?” Pertanyaan Raka mendapatkan anggukan yakin dari si kembar dan kekehannya pun sontak keluar.
“Kalian emang lucu kalo udah akur gini, di masa depan nanti jadi lebih akur ya? Enak di pandang tau kalo kaya gini”
Jero dan Jendral saling menatap kemudian tersenyum, “Di ajak buat akur kita, Jen”
“Ya, lo tuh jangan ngejek gue mulu makanya”
“Siap, Adikku~”
“Anjing”
Alunan tawa dari Raka membuat keduanya menoleh kemudian tersenyum tipis.
Cantik, dia selalu cantik dan manis.
“Jangan berantem, kan gue suruh akur tadi” Tangisan nya sudah berhenti dan berganti dengan tatapan yang dibuat garang.
“Ampun, harimau kecil marah nih” Sontak tangan Jero pun di pukul menggunakan sendok oleh Raka.
“Jangan ledekin gue!”
“Iya, iya. Bercanda doang sayang~ abisnya lo lucu kalo lagi mara—Aww! Iya, maaf!”
Jendral tertawa kecil kemudian tangannya bergerak untuk mengusap pipi Raka yang masih ada jejak air mata menggunakan tisu.
“Jangan pergi dari kita ya, Rak? Lo itu bahagia nya kita berdua dan lo pasti tau itu kan?” Ucap Jendral sambil menyudahi usapan pada pipi Raka.
Raka terdiam sejenak kemudian kepalanya menunduk sambil mengatakan sesuatu dengan pelan.
“Kalian sayang sama gue ya?”
Si kembar tersontak, bahkan Jero yang tengah minum pun langsung tercekat namun dengan cepat ia menelan minuman itu kemudian menjawab ucapan Raka dengan tegas.
“Sangat! Bahkan kalo lo suruh gue buat berhenti tawuran pun gue sanggup, asal itu bikin lo seneng” Jendral menatap Jero dengan malas dan mendengus pelan.
Sedangkan Raka? Wah, pipi dia sudah bersemu sangat merah saking malunya.
“Blak-blakan banget” gumam Raka sambil mengeratkan genggaman tangan di ujung bajunya.
“Yah, Raka. Lo juga pasti tau kan, gimana perasaan kita ke lo. Tinggal kita yang mau tau perasaan lo gimana. Lo sayang ama kita berdua atau salah satu dari kita doang?”
Pertanyaan Jendral membuat Jero menatap kembarannya sebentar kemudian menatap Raka.
“Gue gatau...”
Puk!
“Gapapa, santai aja. Jangan dibawa pikiran, tapi kalo bisa lo jawab pertanyaan itu secepatnya sih” ucapan Jero sambil menepuk pucuk kepala nya, membuat Raka mengangkat wajahnya.
Wajah yang memerah karena menahan tangis juga malu dan jangan lupakan bibir yang melengkung karena bingung, astaga! Pemandangan yang terlalu menggemaskan untuk si kembar!
Gue ga kuat anjing.
Lo pikir lo doang? Gue juga ga kuat, sat.
“Harus banget gue jawab?”
Jendral berdehem lalu mengangguk, “Lo harus, biar ga bikin kita bingung terus” dan Raka langsung menghela nafas.
“Kita kasih waktu sampai bagi rapot selesai gimana? Sehari setelah bagi rapot, kita ketemu lagi dan lo bisa ngasih jawaban lo ke kita” ucap Jero.
“Yaudah... nanti gue jawab”
Senyum si kembar muncul, “Oke, sekarang ayo pulang!” Ucap Jero.
Si kembar mulai beranjak dari duduknya namun Raka masih diam, hingga kalimat yang Raka lontarkan membuat pergerakan mereka terhenti.
“Apapun jawaban gue, kalian bisa nerima itu kan?”
Mampus.
Partanyaan atau pernyataan itu?!
They feel happy.