Pengakuan.
Jero tersenyum tipis kala melihat seseorang yang mengadakan pertemuan dadakan pada malam ini.
“Nih” Ucap orang tersebut sembari memberikan sekaleng minuman soda.
“Makasih” ujarnya kemudian Jero langsung meneguk minuman itu dan orang tersebut duduk di bangku yang ada di sebelahnya.
“Lo pasti penasaran kan, kenapa gue ngajak lo ketemu malem-malem gini?” Jero pun mengangguk sembari meletakkan kaleng minuman itu diatas meja.
“Sebenernya gue mau jujur....”
Deg!
Jero sontak mengulum bibirnya dan memusatkan perhatiannya pada orang itu. Walaupun pikirannya sedang kacau karena banyaknya pertanyaan yang muncul, tapi ia mencoba untuk tetap santai.
“Lo dulu penasaran kan? Kenapa dulu di pertemuan pertama kita, gue cendrung cuek dan judes ke lo. Padahal kalo ke Jendral, gue malah biasa aja” Raka menundukkan kepalanya dan Jero masih memilih diam.
“Sebenernya itu bukan karena gue benci lo atau gue lebih suka sama kembaran lo.... gue cuman—” Raka mengambil nafasnya kemudian menatap mata Jero.
“—Gue gabisa lupain tentang kejadian waktu smp dulu” saat melihat Jero ingin mengeluarkan suara nya, Raka lebih dahulu menyela.
“Iya, kita satu smp. Lo mungkin lupa sama gue, karena ya wajar aja sih lo lupa sama gue. Dulu penampilan gue ga kaya gini” Alis sebelah Jero seketika terangkat, tanda ia makin bingung dengan ucapan Raka.
Raka tersenyum tipis saat melihat Jero, “Gue—” lagi-lagi kalimatnya tercekat.
Setelah mencoba menanangkan dirinya, Raka kembali mencoba bersuara. “Gue pernah ketemu sama lo, beberapa kali di smp. Di berbagai situasi, entah itu takdir atau kebetulan”
Jero makin membisu, ia terus berpikir apakah memang ia pernah bertemu dengan Raka. Terus di coba, hingga munculah satu ingatan yang tidak terduga.
“Jer, gue gatau lo udah inget atau belum tapi kayanya harus gue perjelas biar lo inget itu semua” Kembali, mata sejernih air itu ia bawa untuk menatap mata Jero.
“Gue pernah suka sama lo, Jer”
Jero langsung menegang. Matanya menatap Raka dengan terkejut.
“Bisa di bilang, lo cinta pertama gue” Raka berujar dengan kekehan pelan.
Namun suara kekehan itu membuat Jero merasakan perasaan yang tidak nyaman.
Seperti perasaan bersalah.
“Dan lo patah hati pertama gue” menutup ucapan itu dengan senyuman tipis juga mata yang sendu.
Panah tak kasat mata rasanya menembus ulu hati Jero.
Astaga, bisa-biasanya ia melupakan ingatan itu?!
“Rak”
“Gausah minta maaf, wajar aja lo nolak gue dulu. Tapi berkat tolakan lo waktu itu, gue jadi bisa berubah menjadi lebih baik. Lo bisa liat gue sekarang, kan?”
Cukup, Jero rasanya tidak sanggup berada di hadapan Raka.
Ia merasa malu, marah, dan syok.
“Maaf” hanya kata itu yang dapat Jero katakan dan Raka hanya bisa tersenyum kala mendengar hal itu.
Puk!
Tepukan lembut di puncak surainya Jero rasakan dan tentu saja ia tahu siapa yang melakukan itu.
“Gapapa, kan gue udah bilang gausah minta maaf” beberapa tepukan ia berikan pada Jero hingga di tutup dengan sebuah elusan lembut.
“Harusnya gue yang minta maaf, karena gue malah bersikap kaya anak sd gitu. Maaf ya, Jer? Pasti lo kepikiran karena sikap gue yang jutek itu dulu” Jero dengan perlahan mengangkat wajahnya kemudian menggeleng pelan.
“Wajar lo kaya gitu, Raka. Lo juga ga perlu minta maaf ke gue” Raka tersenyum lebar saat melihat wajah murung Jero.
“Oh, gitu?”
Anggukan Jero kala merespon pertanyaannya entah mengapa terlihat lucu hingga membuat Raka tertawa.
Jero yang mendengar tawa itu pun sontak memunculkan senyumannya. Seakan keramaian menjadi bisu, di telinga nya hanya dapat terdengar suara tawa Raka.
Jero sudah terlalu jatuh pada pemuda manis yang ada di sebelahnya.
“Lo kenapa bisa berubah kaya gini, Jer? Padahal dulu waktu smp, lo mirip banget kaya je—Oh...” Ucapan Raka terhenti kala sadar akan sesuatu.
“Pantesan” gumam Raka.
“Iya, Rak. Jero waktu smp itu jero yang lagi mencoba mirip kaya Jendral, mencoba buat menjadi sempurna. Mungkin hal itu yang bikin lo jatuh cinta ke gue deh” Tatapan Jero kini beralih kearah jalanan yang masih ramai dengan para pengendara.
“Karena gue mirip Jendral” gumaman Jero membuat Raka mengernyit tidak suka.
“Gue gaada bilang kaya gitu deh? Kan waktu itu gue gatau siapa Jendral” Jero seketika menoleh dengan raut bingung.
“Tapi kan gue dulu mirip kaya Jendral”
“Terus apa? Waktu itu gue kan kenal nya lo itu Jero bukan Jendral. Mau semirip apapun lo waktu itu sama Jendral, gue liat lo sebagai Jero. Lo harus inget itu!” Jero terdiam sejenak kemudian tebitlah sebuah senyuman.
“Gue dulu kenapa nolak lo ya, Rak?” Sambil menumpukan wajahnya di meja dan menatap Raka dengan intens.
Raka berdehem singkat kemudian tanpa menatap Jero, ia mengangkat bahunya untuk merespon pertanyaan Jero.
“Lo dulu liat fisik gue yang jelek kali, jadinya nolak gue” Ucap Raka sebelum meneguk minumannya.
Jero diam sejenak kemudian berujar, “Kayanya bukan, gue emang lupa tapi gue yakin alasannya bukan itu. Bisa aja.... gue pas itu bingung harus jawab apa karena lo orang pertama yang nembak gue?”
Byur!
Itu suara Raka yang menyemburkan minuman yang ada di mulutnya karena terkejut. Jero sontak menegakkan duduknya kemudian menyerahkan sapu tangan yang ia bawa pada Raka.
Si manis menerima sapu tangan itu, mengusap area bibirnya yang basah, sembari mengalihkan pandangannya kearah lain untuk menyembunyikan gurat merah pada pipinya karena merasa sangat malu.
“Lo kenapa tiba-tiba gitu, Rak?”
“Ya, abisnya ucapan lo ga masuk akal! Mana ada, gue orang pertama yang nembak lo padahal waktu smp lo terkenal banget” Jero tersenyum kecil kemudian menatap sisi wajah Raka yang terlihat sangat lucu.
Kemudian hening melanda, mereka sibuk untuk menenangkan diri dari banyaknya pernyataan yang muncul malam ini.
Hingga Jero pun bersuara, “Kejadian itu, bikin lo trauma sama gue ga, Rak?” Raka yang mendengar hal itu langsung terdiam.
“Penolakan gue waktu itu... bikin lo takut buat naruh perasaan lo ke gue lagi ga, Rak?”
Raka masih saja diam dan Jero langsung berpikir bahwa jawaban dari semua pertanyaannya adalah, Ya.
Pupus sudah harapannya untuk menjadikan Raka sebagai kekasih hati, sepertinya ia akan tahu keputusan Raka lusa nanti.
Wah, sakit juga ternyata.
Jero tersenyum tipis kemudian menghela nafasnya, “Yaudah, kalo gitu—”
“Engga”
Suara Raka membuat Jero menatap pemuda itu dan tak lama kemudian Raka menatap dirinya dengan keadaan pipi yang memerah juga mata yang terlihat menyiratkan sedikit amarahnya.
“Sayangnya, engga Jer. Gue ternyata masih bisa naruh perasaan gue ke lo”
Anjir?!