Pagi ini.

Raka menatap jam dinding rumahnya dengan jengkel, dahinya terus mengerut dan bibirnya tanpa sadar di manyunkan. “Ck, lama!” Ujarnya padahal jam masih menunjukkan pukul 6.20 dan jam masuk sekolahnya adalah 7.30. Memang dasarnya Raka saja yang bete dengan orang yang akan menjemputnya.

“Adek, kamu ga bareng si gema?” Suara dari sang ibu membuat Raka menoleh dan merubah raut wajah nya menjadi lebih cerah.

“Engga, aku bareng sama temen lain”

“Temen apa pacar?” Pertanyaan dari sang ibu membuat Raka langsung membulatkan matanya lalu menggeleng kencang.

“Aku gamau pacaran sama dia!” Serunya kemudian suara klakson motor pun terdengar.

Sang Ibu hanya tertawa, “Noh, calon pacarnya dah—”

“RAKA BERANGKAT, DADAH IBU!” Raka berteriak lebih dulu sebelum sang Ibu menyelesaikan ucapannya.

“Dasar anak muda”


Raka kini sedang menatap datar pengendara motor yang ada di depannya, “Lo mau sekolah atau balapan?” Ucapnya.

“Hah? Ya sekolah anjir, ini gue pake seragam” Raka yang mendengar hal itu langsung memutar bola matanya dengan malas.

“Sekolah pake jaket denim, rambut ala artis korea, motor ninja, MAKSUD LO GIMANA? LO MAU GUE NUNGGING SELAMA NAIK MOTOR, JER?!” Jero seketika memejamkan kedua matanya saat Raka berteriak. Kemudian saat keadaan mulai kembali kondusif, ia pun membuka kedua matanya.

“Ya... sorry, gue kira lo suka naik motor ginian. Yaudah, nanti-nanti gue—”

“Gaada nanti-nanti, ayo berangkat” Raka berujar sambil mencoba menaiki motor tersebut.

“Udah?” Tanya Jero dan Raka menjawabnya dengan deheman singkat.

“Oke, pegangan” Motor Jero pun mulai melaju kearah sekolah.

“Rak”

“Apaan”

“Lo temen gue smp beneran?”

“Iya”

“Gue ngelakuin kesalahan ya sampe lo cuek gini ke gue?” Motor Jero mulai memasuki area sekolah, banyak mata yang melihat mereka berdua.

“Lo pikir aja gimana” jawab Raka sambil menatap datar orang-orang yang tengah berbisik saat melihat kearah dirinya dengan Jero.

“Serius dong, gue beneran gatau nih” ucap Jero sambil mematikan mesin motornya dan Raka hanya diam. Ia sibuk turun dari motor itu.

“Rak, kalo gue salah tolong maafin” ucap Jero sambil berjalan menyeimbangi langkah Raka.

“Emang lo salah apaan?” Tanya Raka tanpa menatap Jero, pandangannya hanya lurus kedepan.

“Ya... gatau, makanya gue nanya. Tapi ga lo jawab” Raka yang mendengar hal itu sontak memutar bola matanya dengan malas.

“Lupain aja sih, jer”

“Gabisa semudah itu, kalo lo mau gue lupain ini berarti lo harus berhenti cuek sama gue” Langkah Raka berhenti, membuat Jero seketika kebingungan.

“Pertama, lepas jaket denim lo itu” Jero mengernyit kemudian melaksanakan perintah Raka.

“Oke. Yang kedua, lo pake dasi yang bener” Jero semakin mengernyit.

“Gimana?”

“Hah? Lo gabisa make dasi?” Jero mengangguk dengan polos seperti orang bodoh. Raka menghela nafasnya sebentar lalu melangkah sedikit kearah Jero.

Kondisi sepi lorong kelas yang membuat Raka berani bertindak seperti ini, bukan karena apa tapi jika di suasana ramai akan banyak yang membicarakan mereka dan Raka tidak suka hal itu.

Kembali ke mereka, kini tangan Raka dengan cekatan sedang memakaikan dasi pada Jero dan sang pemilik dasi tengah terdiam.

“Selesai. Ck, lo tuh kalo ke sekolah walaupun ga niat jangan kaya gini. Perhatiin kondisi seragam lo” Jero mengerjapkan kedua matanya lalu menatap hasil ikatan dasi yang Raka buat.

“Makasih..” lirih Jero.

“Apasih, lebay. Gausah makasih segala” ujar Raka dengan sedikit rasa salah tingkah.

“Emang gue yang agak lebay ya...” gumaman Jero tak di dengar oleh Raka karena suaranya terlalu kecil.

“Dan terakhir, lo sebenernya ga ngelakuin kesalahan yang fatal sama gue. Cuman gimana ya... Ah, gitu deh! Ayo buruan ke kelas” Jero menatap punggung sempit Raka yang mulai menjauh hingga sebuah senyum tipis terbit di bibirnya.

“Tungguin gue, rak!”

Pertama kalinya gue ketemu orang yang segitu teliti nya sama penampilan gue. Itu salah satu bentuk perhatian kan?