Mereka bertemu.

06.56 PM

Denan kini tengah berjalan menuju ke rumahnya dengan perasaan yang semakin tak dapat di jelaskan. Sedari tadi, pikirannya terus melayang memikirkan banyak hal. Namun, hatinya mencoba menepis semua pikiran tersebut.

Hingga saat beberapa langkah lagi ia sampai di rumahnya, kedua mata rubahnya pun dapat melihat sosok yang ia nantikan kehadirannya. Seulas senyum tipis terbit dan kakinya mulai melangkah dengan cepat.

“Arvi!!” Seru nya pada seseorang yang tengah sibuk dengan ponselnya. Sang pemilik nama menoleh, lalu ia pun membalas senyuman yang Denan berikan.

Kedua tangannya ia rentangkan dan beberapa saat kemudian Denan pun masuk dalam dekapan itu. Pelukan erat yang menimbulkan rasa hangat di tengah udara malam yang dingin langsung Denan rasakan.

Keresahan yang tak menentu tadi seketika sirna dengan ajaibnya.

“Kamu baru sampe?” Ujar Denan sembari melepaskan pelukannya.

Arvian mengangguk kecil, “Iya, baru juga aku mau ngabarin kamu. Kamu ga capek jalan dari minimarket nya?”

Denan terkekeh saat melihat raut wajah khawatir Arvian, “Aku gapapa” Jawabnya dengan pelan.

Hingga untuk beberapa saat, mata rubah Denan dibuat terpaku karena penampilan luar biasa sang kekasih. Wajahnya yang tegas, tubuhnya yang nampak sempurna dengan balutan pakaian yang sangat cocok dengan dirinya, juga surai hitam yang di tata dengan rapih.

Arvian malam ini nampak sangat bersinar.

“Udah kagum nya?” Denan langsung sadar saat mendengar pertanyaan itu. Dirinya sontak tertawa pelan sambil mengangguk.

“Iya, udah. Kamu keliatan keren” Senyum bahagia pun tak dapat Arvian tahan tat kala mendengar pujian jujur dari sang kekasih.

Tidak sia-sia dirinya meminta sang mamah untuk mendandani dirinya. Pikir Arvian.

“Kalo gitu, ayo masuk?” Ajakan Denan seketika membuat dirinya kembali gugup.

“Kamu... beneran cuman berdua sama adik kamu sekarang?” Denan mengangguk.

“Kamu takut ketemu mama papa aku?”

“Ngga, bukan gitu. Aku cuman memastikan”

Denan terkekeh pelan saat melihat Arvian yang mencoba mengelak. Sedetik kemudian, tangannya yang bebas pun langsung mencoba menggenggam tangan Arvian.

Sang dominan di buat terkejut akan hal itu, tapi tak menampik bahwa rasa gugup nya pun sedikit hilang. Ia bawa genggaman mereka ke depan bibirnya, lalu ia kecup sekilas.

“Makasih”

Wah, jangan ditanya bagaimana kondisi Denan saat ini. Salting brutal.

Tanpa banyak bicara lagi, mereka pun melangkah masuk ke rumah Denan. Melewati pekarangan rumah itu lalu sampailah di depan pintu utama.

Deg deg deg

Degup jantung sepasang kekasih itu tiba-tiba berdegup kencang. Seakan merasa tidak siap jika pintu itu terbuka.

Ceklek

Pintu utama Denan buka dan langsung terdengar seruan sang adik yang kini berlari kearah mereka.

“Kak denan—”

Seruannya terputus ketika Carla sampai di depan keduanya, mata mereka saling bertemu dan seketika raut wajahnya berubah. Genggaman tangan Arvian pun dapat Denan rasakan semakin melemah.

“Carl, kenapa?” Tanya Denan saat melihat sang adik nampak sangat terkejut.

Mata Denan pun langsung melirik Arvian yang juga menatap adiknya dengan terkejut.

Ada apa? Kenapa mereka syok gitu?

“Carla”

Panggilan dari Denan membuat Arvian juga Carla tersadar, mereka langsung mengubah pandangan mereka secara bersamaan.

“Eh? Iya, kak? Aduh, maaf abisnya gue kaget banget liat lo yang udah dateng sama...”

Denan tersenyum tipis, “Arvian, dia pacar gue” jelas Denan dan Carla langsung tertawa canggung sembari mengangguk.

Okay, i see. Gue boleh kenalan?” Denan seketika bingung saat mendengar suara Carla yang berubah.

Tidak seperti biasanya. Namun, Denan mencoba untuk tidak memikirkan hal itu. Ia pun mengangguk pada Carla.

Perempuan itu langsung tersenyum manis pada Arvian, tangan kanannya ia arahkan pada pemuda itu untuk mencoba berjabat tangan.

“Hai, Kak. Kenalin, Gue Carla, adiknya kak Denan”

Deg!

Dengan perlahan, Arvian mengangkat tangannya untuk merespon jabatan tangan Carla.

“Arvian”

Mendengar suara Arvian yang berubah pun makin membuat Denan di landa kebingungan.

“Yaudah kalo gitu, langsung masuk aja yuk? Arvi, kamu gapapa kalo langsung makan?” Arvian mengangguk pelan untuk merespon pertanyaan Denan.

Namun saat si manis mau pergi ke arah dapur, Arvian menahan tangan Denan dan langsung membuat langkah kakak beradik itu terhenti.

“Kenapa?”

“Ini...—”

“Wah! Itu buat kita ya, kak? Makasih banyak, Kak Arvi!!”

Bingkisan yang sedari tadi Arvian bawa langsung di ambil dengan santai oleh Carla.

Arvian pun hanya bisa tersenyum sambil mengangguk kaku, “Iya, sama-sama”

Denan melihat semua kelakuan keduanya. Mereka cukup aneh.

Kenapa Carla bertingkah sangat akrab dengan Arvian padahal saat ada sahabatnya, perempuan itu bersikap biasa saja dan apa-apaan dengan panggilan Kak Arvi itu? Bagaimana bisa dengan seenaknya dia memanggil kekasihnya dengan sebutan itu?!

Juga, kenapa Arvian yang tadinya keliatan gugup dan syok langsung mulai membaur dengan Carla? Biasanya dia tidak suka dengan orang yang memanggil namanya dengan tidak lengkap, selain pada dirinya.

Matanya kembali menatap Carla yang mencoba membangun percakapan dengan Arvian dan di respon baik oleh kekasihnya.

Apa...— situasi macam apa ini?!

why do they look so close? like... they've known each other for a long time?