Mengganggu.
Denan melirik sang adik yang tengah duduk di salah satu bangku coffee shop yang ada di bandara ini. Dia terus menatap adiknya itu hingga tak sadar sudah bagiannya untuk mengambil pesanannya.
“Atas nama Denan, betul?”
“Ah, iya. Betul”
“Baik, ini pesenannya. Silahkan menikmati” Denan membalas senyuman dari sang kasir. Kedua tangannya kini penuh oleh dua minuman hangat yang ia pesan. Lalu kakinya dengan santai berjalan menuju Carla.
“Nih” Ujar Denan sembari memberikan segelas susu coklat hangat pada Carla.
Carla yang bingung hanya bisa menerima gelas itu lalu meneguknya dengan canggung.
Denan pun hanya diam, matanya menatap orang-orang yang berlalu lalang sembari meneguk kopi panasnya.
“Lo mau bilang sesuatu ke gue?” Pertanyaan Denan membuat Carla semakin terdiam.
“Bilang sekarang, gue liburan nya lama”
Carla menghela nafasnya lalu menatap Denan dengan pandangan yang sulit di artikan, “Kenapa lo buat keputusan ini semua?”
Denan melirik Carla lalu mengalihkan pandangan nya kembali sembari tersenyum tipis, “Bukannya lo malah ngerasa seneng? Gaada yang ganggu kebahagiaan lo lagi”
Denan dengan santainya berujar seperti itu.
“Ini yang lo tunggu-tunggu dari awal kan? Kebahagiaan dengan keluarga lengkap, tanpa penganggu kaya gue, kasih sayang orangtua semuanya dikasih ke lo”
“Lo bener, kak. Ini yang gue tunggu-tunggu”
Denan menatap Carla lalu tertawa kecil, “Bagus, anak jujur di sayang mama” ledekan itu tidak membuat Carla marah, malah perempuan itu menundukkan kepalanya.
“Maaf”
Secara tiba-tiba, Carla berujar kata yang Denan tidak sangka akan mendengar dari mulut perempuan itu.
“Maaf, kak. Gue salah, gue salah besar sama lo. Gue sadar, bukan lo yang menganggu kehidupan lo tapi gue yang menganggu kehidupan lo” suaranya gemetar, hingga tak lama isakan tangis terdengar.
Denan memilih untuk diam.
“Kayanya maaf aja ga cukup karena semua sikap gue kemaren, tapi setidaknya gue harus bilang ini ke lo kan, kak? Maaf karena gue menjadi pendatang yang mengacaukan hidup bahagia lo”
Mata keduanya saling menatap, Denan dapat melihat semua dari mata yang mengeluarkan tangisan itu, dan Carla dapat melihat tatapan kosong milik Denan.
Kini semuanya terlihat jelas.
“Maaf, Kak. Gue cuman ngerasa takut, gue takut sama semuanya, gue takut kehidupan lama gue terulang, dan seharusnya rasa takut itu gue hadapin sendiri bukannya malah lampiasin itu semua ke lo”
Denan yang tadi terdiam pun langsung tersenyum tipis, tanpa ia sadari setetes air matanya turun.
“Bagus. Lo udah mulai membaik karena bisa minta maaf ke gue” Suara lembut Denan membuat Carla menatap sang kakak.
“Gue ga akan munafik dengan maafin lo saat ini juga, gue butuh waktu buat menerima yang kemarin. Tapi dengan lo minta maaf gini, setidaknya gue bisa liburan dengan tenang”
Senyuman yang Denan berikan pada Carla itu terasa abu, tapi Carla tau bahwa kakak tirinya itu benar-benar jujur dengan ucapannya. Juga Carla tau jika Denan tidak pernah berniat untuk menganggu hidupnya. Sejak awal, dirinya lah yang merasa ketakutan hingga menjadi seperti ini.
Denan itu sosok anak tunggal yang berusaha menjadi kakak yang baik karena dirinya hadir dalam keluarga kecil Denan. Sedangkan dirinya? Carla hanya sosok anak tunggal yang menjadi anak kecil dan tidak pernah mau berusaha menjadi adik yang baik untuk Denan.
Benar apa kata orang-orang, dirinya memang tidak pantas untuk menyakiti pemuda itu. Siapa dirinya yang lancang untuk melakukan hal itu?
Hidupnya bukan hancur karena Denan tapi karena ulah dirinya sendiri.
Kenapa ia baru sadar sekarang? Kenapa?
“Nangis nya di lanjut di rumah, gue bentar lagi harus flight“ Selembar tisu Denan berikan pada Carla dan perempuan itu semakin di landa rasa bersalah.
Sontak Carla langsung berdiri dari duduknya, masih sambil menangis, ia menatap kakaknya dengan sebal sembari berujar, “Lo jangan baik sama gue, kak”
Denan yang melihat dan mendengar hal itu langsung turut beranjak dari duduknya lalu mendekat kearah Carla.
Grep!
Pelukan hangat menyapa tubuhnya. Denan memeluk dirinya, menyembunyikan wajahnya di bahu tegap pemuda itu, juga mengelus kepalanya dengan lembut.
“Gue harap dengan semua ini, lo bisa menjadi Carla yang lebih baik. Good luck buat kehidupan baru ini, gue tau lo pasti bisa ngadepin semuanya” Bisikan itu terdengar lembut di telinganya.
Jika sekarang dia ada di posisi Carla yang kemarin mungkin saat ini ia akan langsung mencaci maki Denan, tapi Carla hari ini telah berubah. Ucapan Denan itu malah semakin membuatnya menangis.
“Mulai saat ini, tolong rubah sikap jelek lo kemaren. Jangan buat Carla kemaren yang selalu takut akan semuanya, kembali. Oke? Lo bisa buat berubah. Mama Ayu, Papa dan Gue selalu ada buat lo karena kita keluarga. Perbaiki semua kesalahan lo dan jangan pernah ngulangin itu semua. Paham, kan?”
Carla yang masih menangis pun mengangguk dengan patuh. Hal itu semakin membuat Denan menerbitkan senyumnya.
“Setelah gue pulang liburan nanti, ayo kita ngobrol dengan versi diri kita yang lebih baik. Versi yang dimana Denan dan Carla sudah menerima semuanya dengan lapang, tanpa banyak ketakutan kaya sekarang. Oke?”
“Iya, kak”
Pelukan mereka terlepas, Denan mengusap air mata Carla dengan lembut, lalu ia berikan senyuman tulusnya pada Carla.
“Sekarang ayo kita keluar dari sini, orang-orang mulai mikir hal aneh tentang kita” Carla tertawa kecil sembari mengusap air matanya lalu mengangguk.
Denan menggenggam tangan Carla dengan erat sebelum mereka berjalan bersama meninggalkan coffee shop tersebut.
“Hati-hati ya, kak. Semoga bisa sampai tujuan dengan selamat”
“Iya, ma—”
“DENAN!!”
Dengan refleknya kepala Denan langsung menoleh ke asal suara dan saat ia belum sempat mengetahui orang yang berlari kearahnya, orang itu sudah memeluk dirinya dengan erat saja.
“Hazlen?”
Ya, orang yang sedang memeluknya dengan erat adalah Hazlen. Dengan begitu, Denan langsung membalas pelukan sahabatnya.
“Udah gue bilang gausah datang”
“Gue cuman mau kasih lo pelukan”
Denan terkekeh pelan, “Lo udah kaya pacar gue yang gamau di tinggal pergi tau”
Hazlen terdiam dan sontak hal itu membuat Denan tertawa canggung.
“Aduh, maaf. Ga lucu ya?”
Deheman Denan membuat Hazlen terkekeh pelan, ia melepaskan pelukan itu lalu menatap Denan dengan lembut.
“Lucu kok”
Denan mengerjapkan kedua matanya saat melihat tatapan Hazlen yang sedikit berbeda dan lama kelamaan rasa panas menjalar di pipinya.
“Lo— Gausah ikut liburan gue sama marcell!”
Hazlen langsung tertawa saat melihat wajah Denan yang memerah entah karena kesal atau karena gombalan nya tadi.
Tapi yang pasti, Denan terlihat lucu saat ini.
“Kenapa gitu, sayang~ Masa pacarnya mau ikut liburan malah ga di bolehin?”
Denan langsung melotot tak percaya, “Gue steples juga mulut lo itu!”
Carla yang melihat keduanya hanya dapat diam dan menikmati pemandangan itu.
Walau Denan terlihat kesal dan marah pada Hazlen, tapi Carla dapat melihat binar kebahagiaan di mata Denan.
Setidaknya itu awalan bagus untuk datangnya kebahagiaan pada Denan, kan? Yah, semoga Denan mulai saat ini bisa benar-benar bahagia.
Kak Den, maaf karena sikap kurang ajar gue ke lo selama ini. Gue bener-bener berharap, setelah ini ada banyak kebahagiaan yang lo dapat. Gue juga janji, setelah lo pulang liburan, Carla sudah berubah jadi versi yang lebih baik. Selamat menikmati liburannya, kak Denan.
Hari itu, benar-benar menjadi awalan untuk perubahan atas segalanya. Semoga dengan kejadian kemarin, mereka semua dapat berubah menjadi manusia yang lebih baik.