Mama dan Papa.

Juna menangis di dalam kamarnya. Setelah membalas semua pesan dari sahabat juga sepupunya, ia langsung melempar handphone itu ke arah kasur nya lalu menyembunyikan wajahnya di lipatan tangan yang bertumpu pada meja belajarnya.

Ia mengabaikan semua panggilan yang masuk, memilih untuk menangis dengan kencang. Orang tua nya belum pulang, di rumah itu hanya ada dirinya seorang diri.

Di sela tangisnya Juna selalu bergumam kata maaf dan Bodoh berulang kali.

Sebenarnya apalagi ini? batinnya dengan nelangsa.

Juna benar-benar bingung dengan jalan takdir-nya, baru saja ia merasakan perasaan bahagia namun beberapa saat kemudian hal yang tidak menyenangkan menimpa dirinya.

Memang benar ya, kehidupan berjalan seperti roda.

Hingga suara pagar yang di buka lalu bunyi mesin mobil membuat Juna buru-buru menghapus tangisnya, mencuci mukanya lalu berganti pakaian dengan pakaian yang santai.

Sebelum membuka pintu utama, ia menyempatkan untuk berkaca dan melihat kondisi wajahnya. Dirasa sudah baik-baik saja, ia langsung membuka pintu itu.

Senyum nya ia kembangkan untuk menyambut kedua orang tuanya namun respon yang ia dapatkan tetap sama, pandangan datar dan ke-acuhan.

“Tumben pulang cepat?” Ujar sang Mama sembari menaruh barang bawaannya diatas meja makan.

“Juna tadi cuman ngambil rapot, ma” ujar nya dengan pelan sembari tersenyum tipis.

“Buatkan saya kopi” sang papa turut duduk disebuah kursi yang tersedia di samping meja makan.

Juna dengan gesit langsung melakukan perintah dari papa nya.

“Ini, pa” Juna menyerahkan kopi panas yang baru saja dibuat itu kepada sang papa.

“Ambil rapot kamu” ucap si kepala keluarga dan Juna dengan cepat mengambil rapot yang ada di kamarnya.

Saat ia kembali ke meja makan, disana sudah ada mama nya yang sedang mengupas sebuah apel dan papa nya yang sedang menyesap kopi yang baru saja ia buat. Entah mengapa, hati Juna yang tadi risau sedikit tenang saat melihat mereka berdua.

“Pa” Juna berjalan mendekat kearah Papa nya lalu menyerahkan buku rapotnya.

Di terimanya buku rapot itu. Juna tetap berdiri di posisi nya saat pria paruh baya itu memeriksa nilai-nilai nya. Hingga beberapa saat kemudian sang papa menyerahkan buku rapot itu pada mama nya.

Juna dengan susah payah meneguk ludahnya, ia tidak tahu apakah orang tuanya merasa senang atau marah, karena mereka sama-sama membaca buku rapot-nya dengan wajah yang datar.

“Bagus, tidak ada yang turun” ujar sang mama dan Juna langsung merasa lega. Sebuah senyuman tipis terbit di bibirnya.

“Tapi tetap saja, nilai kamu harus lebih tinggi dari ini semua” mendengar hal itu Juna langsung mengangguk patuh.

“Duduk” suara berat nan rendah itu membuat Juna langsung bergerak cepat, mengikuti kata yang terucap itu.

“Apa rencana kamu setelah lulus?” Juna tersentak, ia menatap kedua orang tuanya yang sibuk melakukan hal lain.

Ia diam sejenak, kemudian dirinya menjawab dengan lugas “Juna mau langsung cari kerja, Pa”

Pasangan itu masih fokus dengan kegiatannya, seakan tidak ingin menatap Juna. “Kenapa?” Pertanyaan itu cukup membuat suasana menjadi hening sebentar.

Juna menarik nafas nya pelan, “Juna mau cepat-cepat menghasilkan uang dari usaha juna sendiri lalu membalas semua jasa dan pengorbanan kalian pada Juna selama ini”

Juna menundukkan kepalanya setelah menjawab, tanpa ia sadari kedua orang tua nya kini diam mematung. Mata mereka menatap sang anak dengan pandangan terkejut.

“Gausah sok kamu, pasti kamu hanya ingin mendapatkan hati kami dengan jawaban itu kan?” Sang Mama angkat bicara.

Juna dengan cepat mengangkat kepalanya lalu menggeleng kuat di depan kedua orangtua nya, “Juna ga pernah ada pikiran kaya gitu, sedari dulu Juna memang mau melakukan itu semua”

“Juna ga berani untuk bohong di depan kalian” ujarnya dengan pelan.

“Saya masih ga percaya sama ucapan kamu tadi. Jika saya tawarkan untuk membiayai kamu kuliah bagaimana?” Juna tersentak, ia menatap sang papa.

“Maaf, Pa. Juna memang mau menerima tawaran-nya namun Juna merasa tidak pantas untuk mendapatkan hal itu, Juna masih tetap di pendirian awal”

“Kesempatan tidak datang dua kali, Juna” Mama nya turut menimpali.

Juna tersenyum di depan kedua orangtua nya lalu menggeleng, “Juna gamau ngerepotin kalian lagi dengan menerima tawaran itu. Selama ini, kalian sudah terlalu banyak berkorban untuk Juna. Cukup sampai Juna lulus sma saja kalian berkorban, setelah itu biarkan Juna berusaha untuk membalas semuanya”

Juna menunduk, menatap meja makan itu dengan sebuah senyuman.

“Walau Juna ga janji bisa membalas semuanya dengan sama persis” lirih nya.

“Kamu benar-benar menolak ya? Yasudah, saya tidak akan menawarkan ini kembali. Jangan menyesal” ucapan dari papa nya langsung dibalas dengan sebuah anggukan juga senyuman dari Juna.

“Pa, Ma”

“Juna ga akan pernah menyesal untuk lebih memprioritaskan kalian lebih dulu di bandingkan diri Juna sendiri”

Deg!

“Apa alasan kamu?” Juna menatap Mama nya dengan bingung lalu tersenyum tipis dikala ia tahu maksud pertanyaan dari sang mama.

“Juna mau ngelakuin itu semua karena Juna sayang banget sama Mama dan Papa”

Setelah berucap seperti itu Juna langsung berdiri dari duduknya, ia masih tersenyum di depan kedua orang tua nya yang terdiam.

“Makasih atas semua pengorbanan kalian selama ini karena mengurus Juna, Terimakasih banyak karena telah merawat Juna hingga sebesar ini” Juna membungkukkan sedikit tubuhnya di depan kedua orangtua nya.

“Juga maaf karena Juna belum bisa memenuhi keinginan kalian. Maafkan Juna yang telah datang ke hidup kalian, Maaf” Juna masih setia membungkukkan tubuhnya, diam-diam dirinya menangis saat mengucapkan itu semua.

“Maaf Ma, Pa. Juna sayang banget sama kalian berdua” setelah itu Juna langsung kembali berdiri, ia tersenyum di kala orangtua nya memilih untuk tidak melihat kearahnya.

Tak apa, Juna. Setidaknya mereka mendengarkan ucapan kamu tadi.

“Kalau begitu, Juna pamit keluar sebentar ya” ujarnya dengan lembut.

“Juna janji cuman sebentar kok, Ma” Sang Mama hanya membalas sambil mengangguk tanpa melihat ke arah anaknya.

“Pa, Juna pamit”

Setelah itu, Juna langsung berjalan menuju pintu utama rumah itu.

Sejenak ia menggenggam knop pintu dengan erat, memejamkan kedua matanya kemudian membuka pintu itu.

Pantulan cahaya matahari yang sangat terang pun menelan tubuh Juna, seakan menjemputnya lalu membawa Juna pergi.

Semua nya sudah terpenuhi, Juna.

Mama Papa, Thankyou, sorry and I love you