Main.
Rendra berjalan menuju rumah sahabatnya yang hanya dipisahkan dengan jalan depan rumahnya, padahal rumah mereka bersebrangan namun sahabatnya itu malah menyuruhnya untuk menghampirinya dahulu.
Rendra ada di depan pagar rumah haekal lalu mulai berseru untuk memanggil sang sahabat. “EKAL, RENDRA DAH DI DEPAN NIH!” Tak lama Haekal pun membuka pintu rumahnya lalu berlari menuju pagar.
“Ayo, ren!” Belum sempat Rendra mengucap sepatah kata, haekal sudah menarik tangan Rendra untuk mulai berjalan.
“Tiba-tiba ngajak ke cafè mba wen?” Tanya Rendra.
“Emang gaboleh?”
“Ya... boleh” Jawab Rendra dengan pelan.
“Tapi agak aneh, biasanya juga lo males kan kalo diajak ke sana? Lebih milih mangkal di deket lampu merah kan?” Rendra berucap sambil menampilkan wajah tak bersalahnya.
“Sialan, sahabat gue bukan sih?!”
“Bukan, lo babu gue kan?”
“Sini ren, gue gaplok mau?”
“Gamau wlee” setelah menggoda Haekal, Rendra langsung berlari mendahului.
“REN TUNGGUIN GUE!” Teriakan haekal membuat Rendra tertawa lalu menambah kecepatan larinya.
“YANG KALAH HARUS TRAKTIR YANG MENANG!” Seruan Rendra membuat Haekal ikut menambah kecepatannya, ia tidak mau harus mentraktir sahabatnya itu.
•••
“Gue sesek nafas karna lari” kedua sahabat itu tengah duduk di salah satu meja cafè yang sering mereka datangi, saling mengatur nafas juga mengibaskan kerah baju mereka karena keringat yang mengalir.
“Edan, gue kaya pelari marathon. Ekal, lo harus traktir gue~” Iya, yang menang Rendra. Haekal mendengus kecil sambil mengangguk.
“Pesen aja terserah lo, buat diri lo bahagia hari ini. Hari-hari kemaren pasti galau berat kan karena mahen?” Ucapan Haekal membuat Rendra menatapnya dengan pandangan terkejut.
“Tumben lo baik dan pengertian gini? Woah, gue kaget” Haekal menatap Rendra dengan datar sedangkan yang ditatap sedang tertawa.
“Misi anak ganteng dan manis” sang pemilik cafè yaitu mba wen, datang menghampiri mereka berdua sambil membawa nampan yang terdapat dua minuman favorit Rendra juga Haekal.
“Wah, mba wen bilang aku ganteng?!” Ucap Rendra sambil tersenyum lebar.
“Bukan, ganteng buat haekal. Kamu mah manis, ren” Jawaban mba Wen membuat Haekal terbahak dan Rendra membrengut kesal.
“Mba wen~ kok gitu?!”
“Loh? Kan faktanya gitu”
“Ish! Gatau lah. Betewe, mba wen kok udah nganter minuman aja? Kita kan belum pesen” Sang pemilik cafè mematung sejenak lalu tersenyum canggung.
“Mba inisiatif sendiri, salah ya?” Jawaban itu membuat Rendra menggeleng pelan.
“Engga, mba! Ga salah kok~” Rendra berucap sambil tersenyum manis.
“Mba, pesen tiramisu dua sama red velvet dua juga” Ucap Haekal tiba-tiba.
“Loh? Banyak banget?”
“Buat Rendra, mba. Dia lagi galau, kayanya sih perlu makan banyak” Rendra menatap nyalang Haekal dan kedua orang lainnya kini terkikik.
“Oke, mba ambilin dulu ya” Setelah itu mba Wen pun berjalan meninggalkan kedua sahabat itu.
“Masih galau?” Tanya haekal sambil menyandarkan tubuhnya di kursi.
“Ya... gitu” jawab Rendra sambil mengaduk minumannya.
“Ren, kalo diajak ke jenjang yang lebih serius sama Mahen lo mau?” Rendra menatap Haekal sejenak.
“Kok nanya gitu?”
“Cuman penasaran aja” Rendra mengangguk paham.
“Mau aja gue mah. Kan umur gue juga udah matang, terus kerjaan gue juga udah tetap. Mimpi gue udah terwujud, jadi... ya gue mau aja kalo diajak ke jenjang lebih serius” Haekal menatap sahabatnya itu sebentar lalu mengangguk.
“Nikah muda loh, ren. Lo siap?” Rendra tertawa kecil lalu mengangguk.
“Siap ga siap, kalo Mahen ngajak gas aja lah”
“Umur lo baru dua satu loh”
“Otw dua dua”
“Orang mah umur dua dua lagi seneng-seneng, ren. Masa lo udah nikah aja?”
“Bodo amat, gue nikah sama mahen udah kaya seneng-seneng kok”
“Ngebet kawin ya lo?”
“Sialan, ga gitu ya anjir” Haekal tertawa dan diikuti oleh Rendra. Mba wen pun datang membawa pesanan mereka berdua.
“Makan yang banyak, nge-galau juga butuh tenaga” Rendra menatap datar Haekal lalu mulai menyuapkan sepotong kue yang mereka pesan.
“Lo sendiri gimana, kal?” Tanya Rendra di sela makannya.
“Gue? Ya.... gue masih nyari kerja tetap”
“Usaha yang lo bangun sama bang Tera gimana?”
“Masih proses”
“Hubungan lo sama pacar gimana?”
“Gue ga punya pacar, ren. Jangan mancing emosi deh lo” Rendra terkikik sedangkan Haekal mendengus kesal.
“Makanya, cari pasangan dong”
“Udah di cari ampe jakarta, tetep aja ga ketemu”
“Ga laku berarti lo mah”
“Anak pak cahyo ngeselin ya”
“Anak pak Kalan ngenes ya”
“Gue pukul sini, ren”
“Pending dulu, gue lagi makan”
“NGESELIN BANGET NI ANAK SATU”
Rendra tertawa sambil mengunyah kue nya dan Haekal yang mendengar tawa dari sahabatnya itu pun ikut tertawa.
Kedua sahabat itu kini menghambiskan waktunya dengan tawa lepas yang sudah lama tidak mereka rasakan karena kesibukan dalam pekerjaan.