Kisah kami.
Tw: character death, angst, mentioning cancer. p.s: sorry if some medical information and others is wrong🙏
Sebelum memulai cerita, bolehkah saya memperkenalkan diri saya sendiri?
Baik, perkenalkan nama saya Marka Adijaya kalian bisa memanggil saya mark.
Dan ini, kisah saya dengan kekasih hati saya. Renjana Putra Awan.
Senyum bahagia muncul dengan sangat indah dari bibir sang kekasih hati, ah... Mark rasanya tidak sanggup berlama-lama menatap pemuda manis itu.
“Kak, jangan diem aja! Sini!” Seruan itu membuat Mark tersenyum kecil lalu berlari menuju kesayangan nya lalu memeluknya dengan erat.
“Geli! Kak, jangan dusel-dusel mulu dong” Mark semakin menggerakkan kepalanya di leher sang kekasih dan tawa yang terdengar manis pun mengalun dengan indah di telinga nya.
“Wangi kamu manis” ucap Mark dan sang empu hanya tertawa geli.
“Jangan gombal! Aku belum mandi tau” ucapan itu membuat Mark melepaskan pelukannya dengan lembut.
“Kenapa belum mandi, hm?” Tanya Mark dengan suara sangat lembut sambil membantu sang kekasih hati duduk di karpet lembut sebagai alas duduk.
“Nanti aku mandi habis main, kak” Mark mengangkat satu alisnya sambil tersenyum kecil, “Yang bener?” Pemuda manis itu mengangguk semangat.
Tawa Mark pun keluar membuat pemuda manis yang ada di depannya bingung, “kenapa ketawa?”
Mark menggeleng pelan, alih-alih langsung menjawab ia lebih memilih untuk meletakkan kepalanya diatas paha pemuda manis itu.
“Biarin aku istirahat sebentar ya, ren?” Renjana, pemuda manis yang selalu menjadi alasan senyum juga tawa Mark keluar.
“Iya, iya. Tapi jangan lama-lama, kepala kak Mark berat tau” Mark pun tersenyum lalu menutup kedua matanya, sang empu pemilik paha yang dijadikan bantal oleh Mark itu hanya diam.
Tangan lentiknya bergerak halus mengusap surai hitam Mark, lalu bibirnya menggumamkan nada indah yang membuat Mark nyaman.
“Kakak dokter yang hebat” ucap Renjana tiba-tiba dengan suara yang lembut bagai kapas.
Mendengar hal itu Mark dengan perlahan membuka matanya dan bagian rahang bawah dari sosok cantik yang telah menemani harinya selama 2 tahun terlihat. Tangan nya bergerak untuk mengusap pipi Renjana dengan lembut, matanya terus berfokus pada sosok cantik itu.
“Dan kamu sosok hebat yang telah menemani hari-hari dokter ini” ujar Mark dan senyum Renjana terbit.
“Kak”
“Hm”
“Aku bangga jadi pacar kak Mark”
Mark terkekeh, “Aku bahagia punya kamu”
“Terus jadi dokter yang hebat ya, kak? Aku sayang banget sama kak Mark”
“Aku usahain ya, sayang? Aku sayang kamu juga” Mark mengecup jari lentik Renjana dengan sayang.
“Ren, sayang? Bangun ya?”
“Kak, sakit”
“Iya, sebentar lagi sakitnya ilang kok”
Mark berujar dengan lembut sembari menyiapkan beberapa perlengkapan khususnya, Renjana hanya diam sembari sesekali meringis dikala merasa sakit di dadanya. Mata cantik itu mencoba untuk menatap kekasihnya yang kini tengah mencoba jarum suntik itu.
“Aku takut, kak”
“Sebentar aja ya, sayang? Sakit nya cuman sebentar kok” Mark mengusap punggung tangan pemuda manis itu dengan sebuah kapas yang sudah di campur dengan cairan alkohol. Lalu dengan cepat ia menancapkan jarum suntik itu, saat Renjana meringis ia mencoba untuk tetap berkonsentrasi.
“Sudah selesai, masih sakit?” Renjana mengangguk pelan dan Mark langsung tersenyum sendu. Di usapnya dengan lembut pergelangan tangan ringkih itu.
“Tahan sebentar lagi ya, ren? Aku janji setelah semua persiapannya selesai, kamu ga akan sakit lagi” Renjana menatap Mark dengan sayu lalu mengangguk pelan. Hingga kedua kelopak mata itu menutup dengan perlahan.
Namun sebelum matanya menutup sempurna Renjana membisikkan sesuatu, “Aku sayang kak Mark”
Sang empu yang disebut langsung tersenyum getir, “Aku juga, Renjana”
“Kak, aku ganteng?”
Mark yang baru saja datang langsung menatap Renjana yang tengah duduk di ranjang, kekasihnya mengenakan kemeja berwarna kuning pastel serta celana pendek berwarna putih dan rambut yang disisir keatas hingga menampilkan dahinya juga kacamata tanpa lensa sebagai penghias bagian wajah.
Astaga, kenapa kekasihnya terlihat lebih manis?
“Kamu—sempurna, Ren”
Renjana mengernyit bingung, “Manusia gaada yang sempurna, Kak Mark” ujarnya.
“Tapi dimata aku kamu sempurna, ren” Mark berjalan mendekati Renjana, ia duduk disebelah sang kekasih lalu merengkuh nya dengan erat.
“Semuanya sudah siap, Ren” bisiknya.
“Beneran?” Tanya Renjana dengan nada yang antusias lalu membalas pelukan Mark tak kalah erat.
“Iya. Besok, besok kamu ga akan ngerasain sakit lagi” Renjana diam-diam mengulum sebuah senyum tipis, entah apa arti senyum itu.
“Makasih, kak. Kakak udah berusaha dengan baik, kak Mark hebat” Mark menyembunyikan wajahnya di bahu sang kekasih. Dapat dirasakan jika Mark tengah menangis bahagia, Pemuda manis itu memilih untuk diam sembari menepuk bahu Mark.
“Kak”
“Hm?”
“Dada aku sakit”
“Sayang? Sebentar ya, tu— RENJANA!”
“Maaf, dokter Mark. Dia memilih untuk beristirahat dengan tenang”
Mark menatap rekan kerja juga sahabatnya dengan pandangan tak percaya, tangan nya terkepal dengan erat seperti siap untuk memukul siapa saja yang mengganggunya.
“Jangan bohong kamu, na” Naren menatap sahabatnya dengan pandangan bersalah.
“Pasien penderita kanker paru-paru stadium satu, bernama Renjana Putra Awan telah meninggal pada pukul dua siang lewat tiga menit.”
Detak jantung Mark terasa berhenti, deru nafasnya kian tidak beraturan, kakinya seakan lemas tak mampu menahan beban tubuhnya. Mark jatuh terduduk di depan Naren sembari menatap kosong pintu ruang operasi.
“Mark”
“Dia pergi, na” lirih Mark dan Naren langsung bergerak untuk menuntun Mark duduk di kursi yang tersedia.
“Dia bilang dia mau sembuh, na” Naren menepuk bahu sahabatnya dengan pelan.
“Dia beneran sembuh, Mark. Dia sembuh, dia ga akan ngerasain sakit lagi” Mark menggeleng kuat-kuat.
“Bukan, bukan ini maksud sembuh itu” Air mata Mark turun dengan perlahan dan tepat saat itu para perawat keluar dari ruang operasi sembari menarik ranjang yang terdapat pasien.
Mark dengan cepat mendekat kearah ranjang itu, di pegangnya dengan erat besi yang terdapat di sisi ranjang itu. “Dokter Mark, tolong biarkan kami membersihkan nya terlebih dahulu” ucap salah satu perawat.
Mark tetap diam, ia menatap wajah cantik kekasihnya yang kini tertutup oleh kain. Naren pun berinisiatif menjauhkan Mark dari ranjang tersebut.
“Na, kenapa dia memilih sembuh yang seperti ini?”
Mark tersenyum kecil sembari menatap foto pemuda manis yang tengah tersenyum lebar di balik kaca yang ada di depannya.
“Senyum kamu selalu bikin hati aku tenang ya, ren?” Ucapnya kemudian tangannya bergerak untuk menaruh sebuket bunga mawar putih yang cantik di sebelah foto itu.
“Apa kabar, sayang?” Tanya Mark sembari mengusap foto itu. Seakan ada yang menjawab, senyum Mark kembali muncul.
“Kabar aku baik, hari ini aku berhasil nyelamatin semua pasien aku. Aku berhasil jadi dokter yang hebat kan?” Air mata Mark satu persatu mulai jatuh.
“Ren, aku sayang sama kamu” ujarnya lagi.
“A—aku kangen kamu, ren” Mark menundukkan kepalanya, ia lagi-lagi menangis di hadapan sang kekasih.
“Maaf, maafin aku yang gabisa jadi dokter yang baik buat kamu, ren. Maaf” isak tangis nya mulai terdengar.
Mark yang tadinya berdiri dengan tegak langsung jatuh terduduk, di sela tangis nya ia merutuki dirinya sendiri karena kembali menangis. Padahal sebelum datang untuk menemui kekasihnya ia sudah bertekad untuk tidak menangis.
Tapi kenapa? Kenapa air matanya selalu ingin keluar saat berada di hadapan kekasihnya?
“Ren, aku butuh kamu” lirih Mark sembari menepuk dadanya dengan keras.
“Maaf, maaf aku belum ikhlas atas kepergian kamu. Ren, aku minta maaf” Mark terus menangis.
Hingga tiba-tiba ia merasakan ketenangan dalam hatinya, rasa hangat mulai melingkupi dirinya yang sedari tadi resah, Mark merasa seperti ada yang merengkuhnya.
Di dalam otaknya kini terputar memori saat kekasihnya mengucapkan kalimat favoritnya,
“Aku sayang kak Mark”
Renjana, jika di kehidupan kali ini kita tidak bisa bersama. Bisakah kita berusaha untuk bersama di kehidupan selanjutnya? Ayo bertemu lagi di saat itu, Ren.
Ayo habiskan waktu dengan senyuman juga tawa bersama.
Renjana, ini pertama kalinya aku mengucapkan kalimat ini setelah dua bulan lamanya kamu pergi meninggalkan aku. Semoga dengan terucapnya kalimat ini dari bibir aku, kamu bisa merasakan ketenangan.
“Selamat jalan, Renjana. Aku tidak akan melupakan mu, kamu bisa tenang sekarang”
“Terimakasih, kak. Aku harap doa mu tadi terkabul, semoga kita bisa bertemu lagi”
End
—Al.