Kenapa?

Jero tersenyum kecil saat kedua matanya melihat pemuda manis yang sudah dua minggu menjadi teman sebangkunya itu tengah membuka pagar rumahnya.

“Lo tumben sih, jer?”

“Kenapa? Lo ngerasa keganggu?” Raka mendengus sambil menajamkan matanya.

“Banget” ujarnya dengan penuh penekanan. Jero pun hanya memilih untuk tertawa.

“Jangan ketawa, sini in martabaknya” Raka mengadahkan tangannya kearah Jero dan langsung diberikannya plastik yang berisi martabak kepada Raka.

“Titip salam sama ayah ibu lo” Raka mengangguk lalu sedikit berlari kedalam rumahnya untuk menaruh plastik itu. Jero pun memilih untuk tetap diam di posisinya yang tengah duduk diatas motor.

Beberapa saat kemudian Raka pun keluar kembali sembari membawa sesuatu, “Jer, masuk” ucapnya sambil menaruh barang yang ia bawa diatas meja yang berada di teras rumahnya.

Jero mengangguk, memposisikan motornya agar aman tidak menghalangi jalan lalu masuk kedalam pekarangan rumah Raka, kemudian ia mengambil duduk di salah satu kursi yang ada pada teras tersebut.

“Lo mau makan kan? Nih, sate sama lontong. Agak dingin, gapapa?” Jero sedikit terkejut saat Raka yang menawarkan makanan kepada dirinya.

“Gue padahal mau ngajak lo keluar” Raka memutar bola matanya dengan malas lalu duduk di kursi lainnya.

“Ogah gue keluar, udah jam berapa ini” Jero hanya menampilkan cengirannya lalu mulai mengambil piring yang berisi sate tersebut.

“Gue makan ya. Makasih banyak loh, Rak”

Raka mengangguk, “Makan aja, abisin” ujarnya. Kemudian hening pun melanda, telinga mereka kini hanya di penuhi oleh suara dentingan piring milik Jero juga suara jangkrik yang samar.

Mata Raka pun memilih untuk menatap Jero yang tengah melahap makanannya, didalam otaknya penuh dengan beberapa pertanyaan saat melihat teman sebangkunya itu.

Hingga Jero yang hampir menyelesaikan makannya pun sadar tengah di tatap oleh Raka, “Kenapa liatin gue?”

Raka yang mendengar hal itu langsung terjengit kaget, dia membulatkan kedua matanya kemudian menggeleng ribut.

“Eng—engga! Gue ga ngeliatin lo— gue cuman.... ah! Gue mau ngambilin lo minum, takut lo keselek” Ucap Raka dengan terbata-bata lalu ia berdiri dan berjalan masuk kedalam rumahnya untuk mengambilkan Jero minum.

Jero tertawa kecil saat melihat tingkah Raka, kemudian ia melanjutkan makannya yang sempat tertunda tadi.

“Nih” Raka menyerahkan segelas air pada Jero dan diterima baik oleh pria bersurai blonde itu.

Sembari menunggu Jero yang menghabiskan minumnya, Raka pun memilih untuk bermain ponselnya.

“Rak”

“Hm?”

“Makasih”

Raka seketika menoleh kearah Jero dengan bingung, ia mematikan ponselnya lalu menaruhnya di meja. Kini atensinya penuh untuk Jero seorang.

“Lo kenapa?”

Jero sedikit terhenyak saat mendengar pertanyaan dari Raka, sang penanya yang tidak mendapat respon apapun langsung merasa tidak enak.

“Maaf ya... gue kepo banget. Gausah lo jawab deh, Jer” jelasnya dengan nada yang pelan.

“Gapapa, Rak. Wajar aja lo nanya gitu” Raka menatap Jero sebentar lalu mengangguk pelan sambil menolehkan kepalanya kearah lain.

Lalu sunyi kembali, keduanya merasa tidak ingin bersuara padahal banyak pertanyaan dan penjelasan yang ingin mereka ungkapkan.

“Jer” akhirnya, Raka pun bersuara.

“Ya?”

“Besok sekolah” Jero mengerjapkan matanya sebentar lalu seulas senyuman pun terbit di bibirnya.

“Mau gue jemput nih?”

Raka seketika menampilkan raut sinisnya, “Ogah” ujarnya dengan keras.

Jero yang tadi tengah memikirkan banyak hal rumit seketika pikiran itu meluap dan terganti dengan berbagai macam ide untuk menjahili Raka.

“Lo bilang gitu tuh kode kan?”

“Najis, pede abis lo!” Seru Raka dan senyuman miringnya ia berikan pada Raka. Yang diberi senyuman seperti itu pun seketika bergidik ngeri.

“Serem lo anjing”

“Lah, gue ganteng gini dibilang serem?”

Raka seketika menampilkan wajah yang seperti ingin muntah, “Lo kaya om-om tau”

Jero membulatkan matanya saat mendengar ucapan Raka, “Lo kalo ngomong di filter napa”

“Tapi bener kok”

“Heh!”

Raka pun menampilkan cengirannya hingga sebuah lesung kecil pun muncul di kedua pipinya, juga jangan lupakan matanya yang sedikit menyipit karena lebarnya senyum itu.

Jero melihat itu semua, senyum lebar milik Raka yang entah mengapa terlihat sangat menggemaskan. Ludahnya ia teguk dengan susah payah dan dirinya mencoba menetralkan detak jantungnya.

Anjing! kok gue jadi kaya gini?

Ctak!

“Aww!”

“Natap gue nya biasa aja”

Jero seketika salah tingkah, ia memilih untuk sibuk mengusap dahinya yang baru saja Raka sentil itu. Wajahnya ia alihkan kearah lain untuk menyembunyikan wajahnya yang mungkin sedikit memerah karena ia merasakan hangat.

“Jer, lo gapapa kan?” Tanya Raka saat melihat tingkah Jero.

Apanya yang gapapa, gue jadi salah tingkah karena lo!

“Gu—gue gapapa” ucap Jero dengan tergagap tanpa menoleh kearah Raka.

“Serius? Emang sentilannya sakit banget ya?”

Kagak anjir, lo nyentil dahi gue yang bergetar malah jantung gue.

“Engga, ga sakit”

“Masa sih? Sini coba gue liat”

“Gak”

“Lah?” Raka mengernyitkan dahinya hingga ia pun memilih untuk berdiri dari duduknya kemudian berjalan kearah Jero untuk melihat dahi yang baru saja ia sentil itu.

Sontak Jero pun langsung terkejut, wajah Raka terlalu dekat dengan wajahnya saat ini.

Gila. Gue bisa gila.

Disaat Jero yang tengah menahan rasa gugupnya, ada Raka yang tengah meneliti kondisi dahi Jero sambil tangannya itu bergerak unruk mengusap daerah yang berwarna merah pada dahi itu.

“Maaf ya” gumam Raka.

“Ga—gapapa” jawab Jero.

Raka pun menjauhkan wajahnya dari wajah Jero kemudian memberikan tatapan bingung pada pemuda yang tengah mengambil nafas dalam itu.

Emang gue ngalangin oksigen dia ya? batin Raka saat melihat Jero. Namun ia memilih untuk tidak peduli lalu kembali duduk dikursinya.

Gue kenapa jadi gini. Yaelah, Jero. Inget, dia gebetan adek lo. Inget woy! batin Jero dengan penuh penekanan, sampai ia memejamkan matanya untuk menahan rasa yang ada di tubuhnya itu.

“Eh, Jendral nelpon”

Kalimat itu membuat Jero kembali membuka matanya, ia menoleh kearah Raka yang tengah mengangkat panggilan dari kembarannya.

“Halo, jen?”

Raka mulai berbicara dengan Jendral melalui telepon dan Jero memilih diam untuk menyimak obrolan mereka.

Lo lagi ngapain?

Raka menatap Jero sebentar kemudian kembali meluruskan pandangannya.

“Cuman duduk di teras rumah”

Malem-malem gini? Lo ga takut masuk angin?

“Yaelah, masuk angin ya tinggal minum tolak angin” jawab Raka dengan santai dan setelah itu ia pun mendengar suara tawa yang renyah.

Jero juga mendengar suara tawa itu, dia sampai terdiam karena merasa heran dan takjub. Pasalnya, Jendral itu tipe orang yang agak kaku dan jokes nya terkadang rumit untuk Jero pahami. Jadi, ini adalah momen yang langka.

Ya ampun, Rak. Jawaban lo

Raka tersenyum tipis sambil melihat kedua kakinya, “Lo kalo ketawa suaranya kaya bapa-bapa ya”

Mendengar hal itu, Jero langsung menahan tawanya yang akan meledak. Namun, nampaknya suara tawa itu terlanjur didengar oleh Jendral juga Raka.

“Noh, kembaran lo ngetawain” ucap Raka sambil melirik Jero.

Jendral tidak merespon apa-apa dalam beberapa detik hingga ia bersuara kembali,

Dia disana ya?

“Hm”

Yaudah kalo gitu, gue tutup telpon nya. Maaf ya, gue ganggu kalian berdua

Jero sontak membulatkan kedua matanya, begitupun Raka yang sedikit tersentak karena ucapan Jendral.

“Lah? Tiba-tiba banget, Jen?”

Raka menatap Jero dengan pandangan bingung, sedangkan yang ditatap memilih untuk memberi pandangan tanpa arti.

Gapapa, kebetulan gue juga lagi belajar. Gue tutup ya, dah Raka

“Eh— Tuut —Lah, dimatiin...” Raka menatap heran ponselnya yang telah mati itu.

Jero yang tau mengapa sambungan itu diputus sepihak oleh Jendral dengan cepat, memilih untuk diam sejenak lalu berdiri dari duduknya. Raka sontak menoleh lalu memberikan Jero tatapan bingung.

“Mau balik?” Jero mengangguk sambil memakai jaketnya.

“Udah jam sepuluh lebih, ga enak kalo lama-lama” Raka mengangguk kemudian ikut berdiri dari duduknya.

“Makasih ya udah mau gue repotin, nanti sebagai imbalannya gue bantu pas ulangan harian penjas”

“Oke, gue nerima imbalan lo. Hati-hati di jalan, awas kalo ada kucing lewat jangan ditabrak” Jero tersenyum tipis lalu mengusak surai Raka dengan cepat.

Thankyou, besok bareng gue” Ujarnya sambil berjalan menuju motor miliknya itu.

Raka memberikan tatapan tajam kepada Jero, “Jangan telat!” Serunya.

Jero yang tengah memakai helm pun langsung terdiam, kepalanya menoleh kearah Raka yang ternyata sudah menutup pagar dan masuk ke dalam rumahnya.

Sebuah senyuman pun muncul di bibir Jero, kemudian tangannya pun bergerak untuk menutup kaca helm tersebut. Hingga akhirnya, ia pun melajukan motor itu.

Gue ga mungkin suka sama dia kan?

Yaelah, gue gaboleh kaya gini anjir.

Dia lagi...