Jelaskan.

Juna menghembuskan nafasnya pelan, ia menatap sekeliling nya yang kini ramai dengan para orang tua juga anak-anak yang tengah menikmati sore.

16.30

Itu angka yang tertera di layar kunci ponsel nya, Astaga, gue harus nunggu sampe kapan? batin Juna sembari menghela nafas.

“Juna!” Teriakan itu membuat Juna menoleh ke sumber suara, di lihatnya pemuda yang sedang berlari ke arahnya.

“Maaf— hosh lo udah nunggu lama ya?” Pemuda itu berucap sambil mengatur nafasnya. Juna menatapnya dengan pandangan yang sulit di artikan, anggukan pelan pun ia berikan sebagai jawaban.

“Duduk dulu” ujar Juna dan orang itu pun langsung mengikuti perkataannya.

Keadaan yang hening serta atmosfir canggung kini berada di tengah keduanya. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Hingga Juna yang tidak tahan dengan suasana itu langsung berdehem singkat, “Mau jelasin apa?” Tanya nya untuk mengawali topik yang akan dibahas.

“Emmm—” sang empu yang ditanya nampak ragu untuk berbicara.

“Rajen, matahari mulai terbenam. Bentar lagi gelap dan gue gerah banget karena masih pakai seragam” Rajen, pemuda itu sedikit tersentak dengan ucapan Juna tiba-tiba.

“Apa yang mau lo jelasin?” Juna terus berujar dengan tidak sabaran.

Kalian harus tau, alasan Juna terus mencecar Rajen dengan pertanyaan sama karena dua alasan. Pertama, dirinya kini tengah merasa tidak nyaman karena masih memakai seragam sekolah. Kedua, rasanya Juna tidak sanggup berlama-lama dengan Rajen seperti ini.

Juna takut, usaha nya untuk menghapus perasaan kepada Rajen akan gagal.

Jujur, Juna sangat tidak paham dengan tingkah Rajen yang semakin aneh semenjak dirinya menyatakan perasaan padanya.

Tidak mungkin Rajen menyukai dirinya juga, kan?

“Gue lagi bingung sama perasaan gue, Jun”

Rajen akhirnya bersuara.

“Emang kenapa perasaan lo?” Juna menatap bingung Rajen.

“Kaya... aneh” ujar Rajen dengan nada pelan, Juna menghela nafas dalam. “Aneh gimana?”

Rajen menatap Juna sebentar, “Lo denger sendiri deh, jun. Kenapa bisa gue nganggep itu aneh” Juna mengangguk lalu menyiapkan telinga nya baik-baik.

Rajen menghela nafas sebentar, “Semenjak lo bilang... tentang perasaan lo ke gue, rasanya bikin dada gue sesek jun. Sesek yang belum pernah gue alami”

Juna menatap Rajen dengan pandangan yang sedikit terkejut namun dengan cepat ia merubah mimik wajahnya seperti biasa kembali.

“Gue kira sesek nya karena kaget sama pernyataan lo itu, jun jadi gue pikir rasa sesek nya bakal ilang. Tapi ternyata engga, rasa sesek nya terus bertahan sampai hari ini. Lo tau? Gue ampe frustasi banget, jun. Bingung, gimana cara ngilangin nya” Rajen menatap Juna dengan dalam namun yang ia dapat hanya pandangan datar.

“Lo bilang lo bakal ngilangin perasaan lo ke gue kan? Jun, harusnya gue malah seneng ga sih? Tapi kenapa yang gue rasain malah perasaan ga rela, kaya... gue gamau lo ngilangin perasaan itu. Gue gamau lo ngejauhin gue, gue... ga suka sama sikap lo yang balik kaya dulu lagi, jun” kalimat terakhir Rajen ucapkan dengan lirih namun masih bisa Juna dengar.

Juna mengepalkan tangan nya diam-diam. “Terus apa?” Suara Juna yang datar membuat Rajen menatap Juna dengan pandangan tidak percaya.

“Apa yang lo harapkan setelah lo bilang itu semua ke gue, jen?”

Rajen bungkam, pertanyaan Juna dengan tepat sasaran menghunus dadanya.

Ia tidak menyangka Juna akan membalas dengan kalimat itu.

“Jen... jangan bikin gue bingung. Lo kira, lo doang yang frustasi? Gue juga, jen. GUE JUGA FRUSTASI, SAMPE RASANYA GUE PENGEN NEMBAK KEPALA GUE BIAR KEPALA GUE GA SAKIT MIKIRIN ITU SEMUA!”

Amarah juna... akhirnya keluar.

“Mau lo apa, jen? Apa yang lo mau? hilangin perasaan ini atau tetap di simpan?”

Rajen menatap Juna dengan pandangan bersalah. Bukan, bukan ini respon Juna yang ia mau.

“Jun—”

“Iya, jen. Gue paham, lo mau gue tetep bertingkah sama sebelum gue bilang kalo gue suka sama lo, kan? Itu yang lo mau kan, jen? Tapi secara bersamaan, lo gamau kalo gue punya rasa itu. Itu kan yang lo mau?”

Setetes air mata Juna jatuh yang kemudian di ikuti dengan tetesan lain, pandangan matanya kian memburam karena tertutup air mata. Walaupun ia menangis, tapi mimik wajah marah nya masih ada.

Jujur, hati Rajen turut teriris melihat Juna yang seperti ini.

“Juna... gue—”

“Brengsek, banyak juga ya mau lo? Lo mau gue ga hilang dari pandangan lo, lo mau gue hilangin perasaan ini, dan sekarang— lo mau gue bertingkah kaya waktu itu? Asal lo tau, jen. Gue bukan mesin yang bisa mewujudkan semua keinginan lo, gue juga manusia. Sama kaya lo” Juna mengusap air matanya dengan kasar lalu menatap Rajen dengan kecewa.

“Gue muak sama tingkah childish lo ini, jen”

Rajen menundukkan kepalanya, rasanya ia sangat malu untuk menatap Juna.

Juna berdecih sebelum berdiri dari duduknya, “Gue pulang dulu” ujarnya sambil berjalan.

Namun baru selangkah berjalan, Juna berhenti. Tanpa membalik badannya ia berujar pada Rajen,

“Maaf kalo nanti semua keinginan lo itu yang terwujud malah sebaliknya”

Kemudian Juna pun berjalan meninggalkan Rajen yang tengah menunduk dan penuh dengan perasaan menyesal.

Jadi sebenernya siapa yang salah disini? Aku atau kamu, jen?

Maaf.

any other words besides sorry?