Gapapa.
Reggie menghela nafasnya pelan, wajahnya ia hadapkan kearah jendela yang ada disebelahnya kemudian memejamkan kedua matanya. Menikmati suasana pagi hari yang damai hari ini.
Galendra yang tengah menyetir pun sesekali melirik kearah sang kekasih, didalam hatinya ia tengah mengagumi paras manis milik sang kekasih yang tidak pernah memudar itu namun otaknya itu kini sedang bertanya-tanya akan sesuatu. Mengapa reggie lebih diam dari biasanya?.
Hingga setelah beberapa menit menghadapi keheningan, Galen pun akhirnya memberanikan diri untuk bersuara.
“Re“
“Hm?” Dehem Reggie sembari membuka kedua matanya kemudian duduk dengan posisi normal sambil kepalanya menoleh kearah Galen.
“Kamu gapapa?” Reggie yang mendengar hal itu seketika mengernyitkan dahinya.
“Iya, aku gapapa kok. Emang kenapa?” Galen menatap sang kekasih sebentar lalu kembali menatap jalanan yang ada di depannya.
“Engga, aku cuman ngerasa ada yang beda sama kamu“
Reggie terkekeh pelan sambil meluruskan pandangannya kearah jalanan. “Mungkin karena kita udah lama ga ketemu?” ujarnya dengan pelan namun Galen dapat mendengar jelas hal itu.
Kalimat yang baru saja Reggie lontarkan entah mengapa membuat Galen merasakan hal yang belum pernah ia rasakan, hingga tangannya yang memegang kemudi sampai diremat dengan kencang.
Hingga akhirnya, keadaan mobil itu kembali sunyi sampai mereka tiba di area pemakaman.
Reggie menatap kedua batu nisan yang ada dihadapannya dengan pandangan yang sulit dijelaskan. Galendra yang melihat Reggie hanya berdiri mematung sontak langsung memanggil nama sang kekasih lalu menyuruhnya untuk jongkok di sebelah dirinya.
“Re?” Reggie mengangguk pelan lalu mengambil posisi jongkok disebelah Galen.
“Are you okay?” Lagi, pertanyaan itu kembali Galen lontarkan dan Reggie hanya membalas dengan sebuah anggukan.
Galendra menghela nafasnya pelan, tidak ingin memperkeruh suasana Galen pun memilih untuk berdoa lebih dahulu dan di ikuti oleh Reggie.
Kedua mata mereka terpejam, merapalkan doa di dalam hati hingga bercerita kepada kedua orang yang telah tiada itu di dalam hati mereka. Keadaan mereka disana jauh lebih tenang dibandingkan dengan suasana saat mereka pertama kali kesana.
'Ma, Pa. Besok berita besar tentang studio foto yang kalian buat akan terpampang dimana-mana. Galendra berhasil mewujudkan mimpi kalian. Dengan begini, pasti kalian akan lebih merasa tenang kan? Galen percaya, kalian pasti membantu banyak diatas sana. Ma, pa, kalian juga pasti melihat bagaimana suksesnya Reggie kan? Mimpinya juga terwujud. Ma, Pa, Galen minta doa-nya untuk kelancaran hubungan kami. Rencananya, setelah semua urusan Galen selesai, Galen mau bawa hubungan kami jadi lebih serius dan membuat dia merasakan banyak kebahagiaan. Doakan, Galen ya?
Halo, mama dan papa. Ini reggie, apa kabar kalian disana? Semoga kalian disana merasakan ketenangan dan kebahagiaan ya. Kalian disana pasti melihat bagaimana sukses nya anak kalian sekarang kan? Galen, anak mama dan papa sangat membuat bangga. Bahkan aku juga merasa bangga sekali sama dia, perjuangan nya untuk membuat mimpi kalian terwujud sangat luar biasa. Ma, pa, tenang aja ya? Galen ga sendirian disini, ada aku kok. Reggie bakal temenin dia, jikalau di masa depan nanti kami berpisah, Reggie bakal terus temenin dia sampe ketemu jodohnya yang tepat. Sudah segini aja hehe, sampai jumpa di lain hari mama papa!
Kedua mata mereka terbuka secara bersamaan, menatap sebuah bunga yang mempercantik batu nisan kedua orangtua Galen. “Udah lama ya kita ga kesini bareng?“
“Iya, bulan lalu aku gabisa dateng...” jawab Reggie dengan pelan.
“Kangen?“
“Banget“
Galendra tersenyum tipis, menatap sang kekasih dari samping lalu tangannya bergerak untuk mengusak lembut surai sang kekasih hati.
“Mau nunggu aji chandra disini atau di depan?” Tanya Galen sembari menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah manis Reggie.
“Di depan aja kali ya? Kamu udah selesai kan?” Galen mengangguk lalu berdiri, setelah berdiri ia pun mengulurkan tangan kanannya untuk membantu Reggie berdiri.
“Yuk?” Reggie mengangguk sambil tersenyum lebar, ia juga menerima uluran tangan Galen yang ingin menggenggam tangannya.
“Kami pergi dulu ya, mama dan papa!” Galen tersenyun tipis saat mendengar hal itu.
“Nanti kami kesini lagi, ma, pa” Setelah berucap seperti itu, mereka pun pergi kearah gerbang pemakaman.
Reggie dan Galendra kini tengah duduk sambil meminum teh hangat yang baru saja mereka beli di minimarket seberang jalan. Duduk bersampingan, sambil menatap matahari yang mulai naik dan membawa hawa panas.
“Re“
“Ya?“
“Ma—“
“Alen, bisa ga kita stop buat saling bilang kata maaf secara terus-terusan? Aku mulai muak soalnya” Galendra tersentak saat mendengar kalimat yang baru saja Reggie lontarkan itu.
“Maksud kamu?” Reggie menghela nafasnya lalu menaruh gelas kertas berisi teh hangat itu disebelahnya.
“Kita, selama dua minggu ini terus ngucapin kata maaf. Entah itu karena lama bales chat atau hal lainnya” Kepala Reggie langsung menunduk setelah mengucapkan hal itu.
“Tapi re, bukannya wajar untuk bilang maaf? Kan aku dan kamu bilang maaf karena kita buat kesalahan. Walaupun kesalahan itu termasuk kesalahan kecil” Ucap Galen.
“Aku tau, tapi gatau kenapa aku tuh ngerasa muak. Aku ngerasa kita lagi bikin sebuah jarak. Kita yang sekarang, kerasa beda sama yang dulu. Kamu ngerasa gitu ga?” Galen terdiam, menatap mata Reggie yang terlihat berkaca-kaca.
“Re... kamu lagi khawatir ya?” Galendra tersenyum saat melihat wajah bingung Reggie yang terlihat sangat menggemaskan.
“Sayang, sebuah hubungan itu ga akan selamanya berjalan dengan rasa yang sama. Aku tau, akhir-akhir ini kita terasa sedikit jauh. Aku tau, kalo ada sedikit jarak diantara kita” Galen berhenti sejenak untuk mengusap pipi Reggie.
“Tapi apa semua itu, bikin perasaan sayang kita berdua berubah? Menurut aku engga. Aku masih sayang sama kamu kok, bahkan lebih dari yang kemarin. Cuman, karena kehidupan kita yang mulai berbeda dari kemarin jadilah seperti ini” Reggie menatap Galen dengan perasaan yang campur aduk.
“Maaf, aku cuman takut” Galen yang mendengar suara lirih itu dengan refleks langsung memeluk Reggie dengan erat.
“Aku cuman takut, kamu dengan perlahan lupa sama hubungan kita ini, Alen” Galen mengangguk paham sambil mengelus surai belakang Reggie.
“Ssstt, it's okay sayang. Aku paham, wajar banget kalo kamu ngerasa gitu karena aku juga pernah ngerasain hal itu” Reggie memeluk Galen dengan erat sambil menenggelamkan wajahnya di bahu Galen.
“Re, aku sayang banget sama kamu. Jangan pernah berpikir kalo kita bakal terpisah ya?” Reggie mengangguk pelan.
“Aku juga sayang banget sama kamu. Aku kangen banget sama kamu, Aleen” Rengekan dari Reggie mengundang tawa kecil Galendra.
Lucu banget, astaga.
“Seharian ini, kita kencan ya? Kamu free kan?“
“Uhm“
“Oke, ayo kita kencan sehari full!” ujar Galen tiba-tiba sambil melepaskan pelukan mereka.
“Loh, terus Aji sama Chandra?“
“Biar aku bilang mereka kalo aku pulang duluan“
“Lah??? Nanti mereka marah ga?” Galendra tersenyum lebar sambil menggelengkan kepalanya.
“Mereka ga bakal berani buat marahin aku” Reggie memicingkan kedua matanya.
“Kamu sombong banget“
“Engga, aku ga sombong” Reggie memutar bola matanya dengan malas.
“Jadi, kamu mau kan?” Reggie tersenyum tipis saat mendengar pertanyaan Galen.
“Kamu kok makin bodoh ya?“
“Kok jadi ngatain aku?“
“Maaf hehe~, iya aku mau! Ayo! Kita hari ini ke cafe dekat pusat kota yang baru buka itu ya?” Galen mengangguk sambil mengulurkan tangannya.
“Baik, yang mulia pangeran. Setelah itu, anda ingin kemana?” Reggie tertawa sambil menggeleng pelan.
“Kamu kenapa jadi gini?“
“Karena aku kangen kamu?“
“Astaga, Galendra!“
Galendra hanya tertawa sambil mengeratkan genggaman tangannya dengan tangan si mungil. Mereka pun berjalan kearah mobil mereka kemudian pergi dari daerah pemakaman untuk memulai kencan satu hari full mereka.
I just want to tell him that I love him very much.