Dingin.
Mata Denan yang melihat sosok sahabatnya yang baru saja datang dengan motor kesayangannya itu pun langsung keluar dari cafè dan berlari menuju sahabatnya.
“Gapapa, kan?” Ujar Hazlen saat Denan sudah berdiri di sampingnya. Denan mengangguk kecil sembari tersenyum pada Hazlen.
Pemuda berkulit tan itu langsung menyerahkan jaket miliknya kepada Denan, lalu saat Denan tengah memakai jaket tersebut ia bawa punggung tangannya ke dahi pemuda manis itu.
“Udah mulai anget” Gumam Hazlen dan Denan yang mendengar hal itu langsung terkekeh pelan.
“Gue gapapa, Hazl. Tinggal minum air anget sama obat bakal langsung sembuh kok” Hazlen menatap wajah sahabat mungilnya sejenak kemudian mengangguk pelan.
“Pake abis itu langsung naik” Ucapnya sembari memberikan helm pada Denan.
Si manis pun menuruti perkataan Hazlen dan motor berwarna hitam mengkilap itu mulai bergerak, menyusuri jalanan aspal yang basah karena hujan.
“Dingin ga, Den?” Ujar Hazlen dengan suara yang sedikit teriak.
“Iya, dingin banget” Jawab Denan lalu tangannya pun mulai melingkar di pinggang Hazlen.
“Sekarang sedikit anget, hazl” Hazlen melirik sebentar tangan Denan yang memeluk dirinya, kemudian tersenyum kecil.
“Sebentar lagi sampe, tahan ya”
Denan hanya diam, menikmati perasaan hangat dan juga udara dingin yang menerpa dirinya saat ini.
“Butuh yang lain?”
Denan yang baru saja menghabiskan bubur hangat buatan bunda Hazlen sontak melirik tajam sahabatnya itu.
“Udah berapa kali lo nanya gitu, Hazl. Ngga, gue ga butuh apa-apa lagi. Makasih ya, kacang hazelnut” Pipi Hazlen pun Denan cubit dengan lembut karena saking merasa gemas juga sebal.
“Aww!! Oke-oke, maaf. Gue kan cuman mau jadi tuan rumah yang baik” Hazlen berucap sembari mengusap pipi nya yang baru saja di cubit itu.
“Iya, makasih”
“Hehehe, sekalian nginep aja ya? Besok gue anter deh pagi buta ke rumah lo buat ngambil seragam” Denan memutar bola matanya malas.
“Hazlen, Denan nya itu mau pulang. Kenapa di tahan-tahan sih?” Kini sosok wanita paruh baya pun ikut masuk dalam percakapan mereka.
“Nah, dengerin kata bunda”
Hazlen mengerucutkan bibirnya, “Bunda kenapa ga belain aku sih?”
Pertanyaan dengan nada merajuk itu pun mengundang tawa untuk Denan dan Bunda nya Hazlen.
“Oh, iya. Acara nikahan papa kamu kapan, Den?”
“Dua minggu lagi, Bunda. Nanti aku kasih undangannya”
Wanita itu pun mengangguk, Terus gimana kesan kamu sama calon mama baru?”
Denan tersenyum kecil sembari menatap gelas yang berisi air hangat di antara tautan dua tangannya.
“Baik dan lembut”
“Mirip sama Denan tau, Bun” Hazlen menyambar memberikan pendapat dan langsung mendapat delikan sebal dari Denan.
“Oh, begitu. Baguslah kalo kamu ngerasa gitu. Semoga kalian menjadi keluarga yang saling melengkapi ya?”
Denan mengangguk pelan, “Makasih buat doa nya, bunda. Kalo gitu sekarang Denan pulang ya?” Ujarnya sembari bersiap untuk pulang dan juga Hazlen yang ikut menyiapkan motornya.
“Iya. Hati-hati, anak manis. Hazlen nyupir motornya yang bener loh!”
“Tenang aja, Bunda ku sayang!”
Teriakan itu pun menjadi salam pamit karena Hazlen dan Denan sudah pergi untuk mengantarkan si manis pulang.
“Makasih ya, Hazl”
Hazlen mengangguk lalu mengusap rambut Denan sebentar.
“Langsung istirahat, besok lo sekolah”
Denan mendengus pelan, “Lo juga sekolah”
Hazlen hanya menampilkan cengirannya.
“Den, hari ini pasti panjang banget buat lo. Jadi, lo harus langsung istirahat. Jangan sampe sakit, nanti banyak yang khawatir sama lo”
“Iya, buset. Gue langsung tidur nih, nanti baju nya gue cuci dulu ya”
“Santai buat baju mah. Titip salam sama Papa ya”
“Iya, nanti gue sampein. Dah, sana lo pulang”
Hazlen tertawa pelan lalu mengangguk dan memakai helm nya kembali.
“Gue balik. Anw, Besok jangan lupa lo tanya cowo lo itu kenapa hari ini ngilang kek di telan bumi”
Denan memutar bola matanya dengan malas, “Iya, bawel! Tiati!”
Dan akhirnya motor Hazlen melaju pergi, meninggalkan dirinya yang mulai memikirkan banyak hal. Ia mengambil nafas sejenak kemudian berjalan masuk kedalam rumahnya.
Hari yang melelahkan.