Cukup.

Juna dan Ella kini sedang berada di sebuah study cafè yang berada di dekat alun-alun kota, situasi antara keduanya adalah sama-sama sibuk dengan buku-buku yang mereka bawa.

Sudah dua puluh menit berlalu dan mereka hanya sibuk belajar, sesekali Ella akan bertanya materi yang belum ia pahami pada Juna dan tentu saja di respon dengan baik oleh sang empu.

Hubungan mereka berdua kian membaik semenjak kejadian itu dan Juna sangat bersyukur sepupu kesayangan nya, Lala telah kembali.

Jarum jam terus bergerak hingga tepat pada pukul lima sore, Ella mulai bergerak menutup bukunya. “Junjun” panggilnya dan dibahas sebuah deheman oleh sang empu.

“Udahan belajarnya, lanjut nanti” Juna menatap sang sepupu sebentar lalu mulai bergerak menutup buku nya juga. Di minum nya ice coffe latte sembari menatap Ella dengan pandangan bingung.

“Kenapa?” Pasalnya sedari tadi Ella menatapnya dengan pandangan yang tajam dan jujur itu membuat Juna sedikit gugup.

“Jelasin, kenapa lo milih pake uang tabungan lo buat les dibanding persiapan kuliah?” Juna meletakkan gelas yang sudah setengah hampir habis isi nya lalu menatap Ella.

“Karena gue pengen les” jawaban itu masih belum membuat Ella puas.

“Gitu doang?” Juna tersenyum tipis sambil mengangguk pelan dan Ella pun langsung menatap sepupunya dengan pandangan tidak percaya.

“Pasti ada alasan lain” Juna terkekeh sebentar, “iya iya, sabar dong. Lagi merangkai kata-kata nya nih” ujarnya sambil tertawa kecil lalu menyandarkan punggung nya ke sandaran kursi yang ia duduki.

“La, lo tau kondisi gue kaya gimana kan?” Ella mengangguk ragu sebagai balasan.

“Mama sama papa ga mungkin izinin gue buat pergi kuliah, jadi buat apa berharap sama hal yang mustahil terjadi?” Ella mengernyit lalu menggeleng pelan.

“Gaada yang mus—”

“Ada Ella, ada. Kuliah? Bagi Juna itu adalah hal mustahil. La, dari dulu mereka cuman biaya in gue uang buat sekolah dan ngasih gue duit bulanan doang. Ga lebih dan ga kurang, keperluan lain? Gue pake uang bulanan itu” Ella hanya diam dan Juna menghela nafas.

“Cita-cita? Mimpi? Semua itu udah hilang, la. Dari dulu, yang mereka mau tuh gue bisa berguna bagi mereka bukan sebaliknya. Berguna kaya gimana? Bantu biaya finansial keluarga secepatnya”

“Jun, tapi keluarga lo masih terbilang cukup”

“Cukup untuk mereka, bukan cukup untuk gue la. Gue les sekarang juga diem-diem, mereka gatau gue les. La... alasan gue les itu, gue mau terus nambah ilmu dan paham semua materi sebelum gue cuman sibuk untuk cari uang di masa depan” Juna tersenyum tipis saat melihat Ella yang terduduk kaku.

“Gapapa, la. Gue ikhlas kok, toh pilihan itu juga bukan pilihan yang buruk kan?” Ella menundukkan kepalanya lalu mengangguk pelan.

“Gausah sedih gitu dong, lo tau? Dengan lo yang selalu ada di samping gue bahkan khawatir sama gue, udah cukup bikin gue bahagia” Ella menatap Juna dan sang empu yang ditatap hanya tersenyum lebar.

“Jun, gue bakal ada di samping lo”

“Gue tau, makasih ya lala~” Ella tersenyum sambil mengangguk.

“Semangat ya, Junjun~”

Iya, cukup seperti ini. Juna sudah merasa bahagia kok