Baru.
ding dong!
Bunyi bell tersebut membuat kegiatan Galendra yang sedang merapihkan kamar tamu terhenti. Ia pun beranjak kearah pintu untuk membuka pintu apartemen nya.
Oke, Galen. Jangan gugup.
Ceklek
“Hai, Alen!“
Galendra tersenyum tipis saat melihat tiga orang dengan tinggi yang berbeda itu, dua diantaranya bisa Galen katakan sangat menggemaskan dan cantik. Lalu yang satunya...
“Jadi, kamu Galendra?“
Menyeramkan.
Galendra mengangguk, “Iya, om. Saya Galendra” sang penanya pun mengangguk paham.
“Mau masuk dulu?” Tawar Galendra dengan ramah.
“Gausah, nak Galen. Saya dan suami saya setelah ini akan langsung ke bandara, jam penerbangan kami dua puluh menit lagi“
“Oh? Mau saya antar, bun?“
Bunda Reggie hanya menggeleng pelan sembari tersenyum, “Ga perlu“
“Galendra“
“Iya, om?“
“Saya titip anak manis saya, walaupun umurnya dua puluh tiga tahun tapi tingkah nya itu seperti anak tiga tahun. Dia banyak bisanya, tapi ceroboh dan pelupa. Kalo kamu butuh sesuatu buat kebutuhan kamu juga Reggie, kabari saya dan istri saya saja. Jangan sungkan” Suara itu mengalun dengan tegas namun tidak membuat Galendra merasa takut, malahan ia nyaman.
“Iya, om. Saya bakal inget kata-kata, om“
“Jangan panggil saya, om“
Galendra mengernyit, “Terus harus saya panggil apa?“
“Ayah“
Deg!
“Nah, kalau begitu. Ayo kita mulai salam perpisahan kita“
Galendra menoleh kearah Bunda Reggie dengan bingung, namun beberapa saat kemudian ia pun paham akan maksud salam perpisahan itu.
Matanya melihat dengan jelas, Reggie yang sedang dipeluk oleh kedua orangtuanya dengan erat. Saling membisikkan kalimat manis juga mengingatkan akan sesuatu pada satu sama lain.
Pemandangan yang mengharukan juga menyedihkan di mata Galendra.
“Ayah bunda, jangan lama-lama disana“
“Iya, sayang. Kami ga akan lama-lama disana, setelah urusan selesai ayah sama bunda bakal langsung pulang kok” Bunda Reggie berujar dengan lembut.
“Jangan ngerepotin Galen ya, Rere” Sang kepala keluarga ikut menimpali.
“Iyaa~“
Galendra tersenyum saat mendengar suara Reggie yang terdengar seperti anak kecil.
“Nak Galen?“
“Iya, bun?“
“Sini, kamu gamau ikut ngasih ayah bunda salam perpisahan?“
Galendra terdiam, tubuhnya tiba-tiba kaku. Sedangkan keluarga kecil itu sudah menyiapkan tempat ruang untuk Galendra, “Ayo, Alen!“
“Iya, sini Galen. Tangan saya mulai pegel nih“
Galendra mengangguk lalu masuk kedalam pelukan hangat itu, tubuhnya di dekap dengan erat.
Hangat.
Pelukan itu pun terlepas setelah dua menit terlalui.
“Ayah bunda pamit ya!“
Bunda dan Ayah Reggie mulai berjalan menuju lift, saling melambaikan tangan antar satu sama lain hingga sebelum lift tertutup Reggie berseru,
“Hati-hati ya ayah bunda! Jangan lupa bawa oleh-oleh!“
Galendra menoleh kearah Reggie yang masih asik melambaikan tangannya padahal pintu lift sudah tertutup. Walaupun wajahnya nampak senang namun Galen tau bahwa Reggie sedang menahan tangisnya.
Tanpa sadar tangannya bergerak untuk mengusak surai halus milik Reggie lalu menepuknya dengan pelan beberapa kali.
“Jangan nangis nanti keliatan kaya bayi“
Reggie menatap Galen kemudian bibirnya yang melengkung keatas berubah menjadi melengkung kebawah. Matanya yang indah itu kini berkaca-kaca.
“Eh— jangan bilang lo mau nangis?!“
“Aleeen kangen bunda sama ayaaaah“
“Astaga, Lo masuk sana ke apart biar gue bawain koper lo ini“
Reggie mengangguk dengan lucu lalu masuk ke dalam apart milik Galen.
Sang pemilik apartemen menghela nafas sebentar lalu menatap tiga koper besar milik Reggie dan oh— kenapa ada boneka kudanil putih besar disini?
“Boneka aku jangan lupa dimasukkin juga ya, alen! Makasih!” Seruan Reggie dari dalam apart, menjawab dari pertanyaan Galen tadi.
Emang bocah tiga tahun tu anak batinnya sebelum mulai memasukkan bawaan milik Reggie.
Kehidupan baru seorang Galendra akan dimulai hari ini! Dan tentu saja akan ditemani oleh Reggie.
Re, semoga lo bisa sedikit berguna buat apart gue.
Tenang aja, Alen! Apart kamu setiap hari bakal selalu bersih!
God really granted his wish.