“BANG DENAN!!”
Denan yang tengah melamun pun langsung tersentak, ia langsung menolehkan kepalanya ke asal suara. Kemudian saat netra nya mendapati sosok sahabatnya yang sedari berlari kearahnya, seutas senyum tipis pun terbit.
Grep!!
Pelukan erat langsung Denan dapat tat kala sahabatnya berada di hadapannya, dirinya bahkan hampir jatuh dari kursi yang ia duduki karena menerima pelukan itu. Untung saja, Marcello menahan tubuh Denan agar tidak jatuh.
Denan yang merasakan pelukan semakin mengerat, langsung saja ia balas pelukan itu. Wajahnya ia sembunyikan di bahu tegap Marcello, lalu menghirup dengan perlahan aroma parfum sahabatnya, yang entah mengapa membuat dirinya merasa tenang.
“Kalo mau nangis, nangis aja. Jangan di tahan, bang Denan” Suara kekehan pun terdengar dengan jelas di telinga Marcello.
“Gue udah capek nangis, Cell. Gue cuman butuh di peluk aja” intonasi pelan yang jarang Marcello dengar itu langsung membuat dadanya sesak.
10 menit berlalu. Kini keduanya sudah duduk bersebelahan, dengan Denan yang menyandarkan kepalanya di bahu yang lebih muda. Mata mereka menatap hamparan rumput yang tengah bergerak karena terkena angin.
“Perih ga, bang?”
“Apanya?”
“Bekas tamparannya”
Denan terdiam sejenak, kemudian menghela nafas sebelum menjawab, “Jujur, di banding perih... gue lebih ngerasa sesek di dada, Cell”
“Aneh ya?” Sambung Denan.
Marcello hanya diam, kemudian tangannya bergerak untuk menegakkan kepala Denan, wajah si manis di hadapkan pada dirinya, lalu meneliti ruam merah yang ada di pipi kanan Denan.
“Gue obatin dulu, lo diem ya, bang” Denan hanya mengangguk pelan.
Sembari menunggu dirinya yang tengah di obati oleh Marcello, Denan hanya diam memperhatikan raut wajah serius sahabatnya itu. Melihat bagaimana se-perhatian nya Marcello pada dirinya, membuat Denan merasa sedikit bahagia.
Bahagia karena di dunia ini ia masih memiliki orang-orang yang sayang padanya dengan tulus.
“Makasih, Cell”
“Gue belum selesai ngobatin lo tau”
Denan terkekeh pelan, “Bukan itu maksud gue”
Marcello menatapnya dengan bingung, “Terus buat apa?”
Denan diam sejenak, menatap mata sahabatnya dengan serius lalu ia berikan senyum manis pada pemuda itu.
“Makasih karena lo dan Hazlen selalu ada dan sayang sama gue”
Marcello terhenyak sebentar, kemudian saat sadar akan maksudnya, ia menampilkan senyum tipisnya.
“My pleasure, lo harus tau, bang. Kalo lo itu pantes dapet semua itu dari gue sama bang kacang”
Iya, karena itu gue bersyukur kalian hadir di dalam hidup gue.