Arvian yang tengah fokus ke handphone nya saat mendengar suara kursi di sebelahnya, sontak menoleh. Senyum nya dengan reflek ia tunjukan pada sang pemilik bangku sebelahnya.

Yang diberi senyuman olehnya pun langsung membalas dengan senyum yang tak kalah manis.

“Pagi, sayang”

Sapaan manis Arvian berikan dan mendapat respon sebuah kekehan kecil dari yang di sapa.

“Pagi juga, pacarku”

“Deeenn”

Denan langsung tertawa lalu mengusap kepala Arvian dengan lembut, “Kamu duluan yang gombal, jadi gapapa dong kalo aku serang balik?” Ujarnya.

Arvian kini tengah terdiam, tanpa ia sadari degup jantungnya sudah berpacu dengan cepat, semua perlakuan yang Denan berikan padanya terlalu tiba-tiba. Jadi, dirinya seakan kaku untuk merespon itu semua.

“Arvi?”

“Eh? Ya?”

“Kenapa kaya orang linglung gitu?”

“O—oh, aku cu—cuman kaget. Iya, kaget”

Tawa Denan pun keluar, hal itu pula tak luput dari pandangan Arvian. Raut wajah yang nampak bahagia, manis dan lucu di waktu bersamaan juga jangan lupa, sinar matahari pagi yang menerpa wajah kekasihnya itu menambah kesan hangat.

“Kamu kenapa sih?”

Masih dengan tawanya, mata lucu itu menatap dirinya dengan binar kebahagiaan. Astaga, Arvian. Apa pukulan Hazlen kala itu membuat dirimu jatuh hati pada Denan?

Tapi jujur saja, melihat Denan yang tertawa karena dirinya.... itu membuat Arvian merasa bangga dan bahagia.

“Makasih, Arvi”

Ucapan Denan setelah tawanya mereda membuat kesadaran Arvian kembali. Matanya menatap bingung si manis.

“Kenapa bilang makasih?”

Denan hanya tersenyum kecil kemudian menggelengkan kepalanya. Kernyitan di dahi Arvian pun muncul.

“Bilang, Den. Makasih buat apa?”

Denan diam sejenak, lalu secara tiba-tiba ia mendekatkan bibirnya pada telinga Arvian kemudian membisikkan sesuatu yang membuat Arvian merasakan perasaan yang sangat mendebarkan dan bahagia.

“Makasih karena buat pagi ku jadi lebih baik”

Astaga, Jika terus begini dia jadi merasa bersalah karena perbuatannya yang salah pada Denan.