Acara.

Kini Denan tengah berjalan menuju meja para sahabatnya, setelah menyapa beberapa tamu mewakilkan sang Papa yang tengah bersiap dengan acara selanjutnya.

“Halo” Sapa Denan pada dua meja yang berisi dua keluarga sahabatnya.

“Ya ampun, sayang! Mami udah lama ga liat kamu, sekarang rambutnya jadi warna silver! Makin manis aja, aduh!” Senyum Denan sontak muncul kala mendengar suara yang sudah lama tak ia dengar. Suara itu berasal dari wanita yang sudah berkepala tiga namun masih terlihat cantik dan modis.

“Mami sibuk mulu sih, jadi kita jarang ketemu. Iya, hehehe. Bagus ya? Tapi ini warnanya bakal langsung luntur kalo aku keramas” Respon yang Denan berikan terkesan sangat ramah dan lembut.

“Tapi ya, sis. Denan itu bagusnya kalo rambut alami, makin keliatan aura ganteng nya” Kini Bunda dari Hazlen ikut bersuara.

“Ngga-ngga, sis. Denan itu mukanya manis, jadi cocok banget kalo rambutnya di warna gini. Coba, sayang. Besok di ganti warna blonde gitu”

“Jangan, Denan. Dengerin kata bunda, kamu itu ganteng kalo rambutnya ga di aneh-aneh in”

Denan yang berada di tengah-tengah mereka hanya memilih tertawa, begitupun anggota keluarga lain yang ada di meja tersebut.

“Bunda, udah udah. Denan nya jadi bingung itu” Ayah dari Hazlen pun bersuara sembari menepuk bahu istrinya.

“Nah, Honey. Tenang, oke?” Papi Marcell pun ikut menenangkan istrinya.

“Makasih buat masukannya ya, mami dan bunda. Nanti coba Denan pikirin setelah Denan lulus, rambutnya mau di apain” Ucap Denan masih dengan senyumannya.

“Botak aja, Den. Kayanya bakal tetep cocok di kamu”

“Bang, Glen! Gila saran lo! Mana ada, Denan jangan botak!”

Baiklah, kini sepertinya yang akan berdebat adalah Hazlen dan kakaknya. Denan hanya bisa tertawa melihat kelakuan dua keluarganya yang lain. Jujur saja, kedatangan mereka sangat membuat diri Denan merasa bahagia dan tenang.

Hingga tak lama ada seseorang yang menggandeng lengan kanannya dengan erat. Kepalanya ia tolehkan dan saat melihat sosok adiknya, Denan pun sontak tersenyum tipis.

“Kak, ini keluarga dari sahabat kakak?” Bisik Carla dan Denan hanya mengangguk pelan.

“Semuanya, perkenalkan. Dia adik baru Denan, Carla namanya” Ujar Denan pada dua keluarga sahabatnya.

“Halo, anak cantik. Saya Mami dari Marcello, salam kenal ya?”

Carla langsung tersenyum manis lalu mengangguk, “Halo juga, tante cantik. Salam kenal juga!” Responnya yang nampak menggemaskan membuat berbagai macam respon pada kedua meja tersebut.

“Salam kenal, Carla. Saya bunda dari Hazlen, semoga kamu dengan Denan bisa jadi saudara yang baik ya?” Suara Bunda Hazlen yang lembut membuat kedua saudara tiri itu tersenyum.

“Iya, tante. Salam kenal dan tentu aja, aku sama kak denan bakal jadi saudara yang baik!” Semua orang disana saat mendengar pekikan Carla yang lucu langsung tertawa.

Hingga setelah mengobrol beberapa saat, Carla dan Denan pun pamit karena sudah saatnya mereka bersiap untuk berganti pakaian. Saat jalan menuju ruang ganti, Carla pun memulai obrolan antara keduanya.

“Jadi, diantara cowo di meja tadi ada pacar kak denan?” Denan menggeleng pelan.

“Mereka cuman keluarga dari sahabat gue. Pacar gue ya? Hmm—” Denan melirik jam yang ada di pergelangan tangannya sejenak, kemudian melanjutkan ucapannya.

“Lima menit lagi paling sampe. Lo ganti baju aja dulu, nanti kalo udah selesai ganti kan jadi bisa gantiin gue buat ngobrol sama dia” Carla pun memilih mengikuti ucapan sang kakak.

“Tapi gue kayanya agak lama deh, kak” Denan hanya terkekeh.

“Ya makanya mulai dari sekarang, biar ga lama” Ucap Denan sembari mendorong masuk Carla ke ruang ganti.

“Jangan disuruh pulang dulu loh, kak! Gue pengen liat pacar lo soalnya”

“Iya, Carla”


“Hai, sayang!”

Denan langsung tersenyum lebar kala melihat sang kekasih yang berlari kecil kearahnya.

“Hai”

Sebuah pelukan erat pun Arvian berikan saat sudah berada di dekat Denan. Si manis pun memilih menikmati pelukan itu sejenak kemudian melepaskan pelukan tersebut.

“Maaf, aku ga telat kan?” Denan menggelengkan kepalanya.

“Ga telat kok” Ujarnya dengan senyum yang melekat di bibirnya, juga tangan lembutnya yang bergerak merapihkan tatanan rambut Arvian yang sempat berantakan.

“Kamu mau makan sesuatu dulu?” Arvian menggenggam tangan Denan dengan lembut, mengecup punggung tangannya sekilas, kemudian mengangguk.

“Terserah kamu, sayang”

Jangan di tanya bagaimana keadaan Denan saat ini, tentu saja sangat tidak karuan.

“Uh, uhm—Kamu sendiri?” Denan mencoba menutupi rasa salah tingkahnya dengan mengobrol hal lain.

“Aku sama Papah ku, kebetulan dia kenal sama Papa kamu” Denan pun mengangguk.

Sekarang mereka tengah berjalan sembari menggenggam tangan menuju meja Arvian.

“Aku ambilin makan nya dulu ya?” Arvian pun hanya mengangguk dan Denan bergerak mengambil makanan untuk sang kekasih. Setelah itu ia kembali ke meja Arvian dan menemani pemuda itu memakan makanan yang ia ambil tadi.

Lima belas menit tak terasa berlalu dengan cepat, mereka benar-benar menghabiskan waktu mengobrol berdua saja di meja itu, di tengah ramainya suara para tamu.

“Tapi, Den. Kamu beneran cocok banget sama warna yang terang gini”

Denan terkekeh pelan, ia hanya memilih mengangguk saja. “Yayaya, terserah kamu aja. Dasar tukang gombal—Eh! Astaga, itu hazlen kenapa muncul di depan tiba-tiba” Mata mereka pun beralih untuk menatap Hazlen yang sudah siap untuk menyanyikan sesuatu.

“Papa kamu keliatan ga sabar tuh sama apa yang Hazlen lakuin” Denan hanya tertawa sambil terus memperhatikan kelakuan sahabatnya.

Arvian menatap raut wajah Denan yang nampak berseri dan bahagia itu sejenak, senyum nya kembali muncul, kemudian dia memilih ikut menikmati suara Hazlen sembari menyandarkan kepalanya di bahu Denan.

“Ya! Sekian dari saya, semoga suara dan lagu yang saya bawakan tadi membuat kalian semua terhibur. Terimakasih dan saya sekali lagi ucapkan pada Tuan dan Nyonya Askala, selamat atas pernikahan kalian!”

Suara tepuk tangan juga sorakan meriah menjadi pengantar Hazlen yang turun dari panggung. Mungkin karena terlalu bangga dengan diri sendiri, ia sampai tidak sadar bahwa dirinya melewatkan anak tangga terakhir yang hampir saja membuat dirinya jatuh di hadapan banyak orang.

Sontak Denan yang melihat itu langsung tertawa sambil menepuk tangannya, sedangkan Arvian memilih tersenyum kecil.

“Nak”

Kepala Arvian yang tadinya bersandar di bahu Denan pun langsung terangkat, kemudian menoleh kearah Papah nya yang sudah berdiri di sebelahnya.

“Pulang sekarang, yuk? Mamah udah minta kita jemput dia” Arvian pun sontak berdiri dan Denan mengalihkan pandangan nya kearah dua orang itu.

“Oke, Pah. Duluan aja ke mobil nanti aku nyusul” Pria paruh baya itu pun mengangguk kemudian memberikan senyum tipis nya pada Denan dan tentu saja di balas dengan baik oleh si manis.

“Aku pulang dulu ya, sayang?”

Denan hanya mengangguk, “Makasih udah nyempetin dateng”

“Terimakasih kembali. Setelah acara, langsung istirahat oke?” Denan tersenyum kecil lalu menjawab, “Oke”.

Cup!

Puncak kepala Denan, Arvian kecup sekilas.

“Hati-hati, Arvi”

“Bye, sayang!”

Aduh, Arvian. Makasih buat kupu-kupu yang ada di perut gue ini beterbangan seharian ini.